Home OPINI KOLOM Anies dan Joko Bambu

Anies dan Joko Bambu

0
Seniman instalasi bambu, Joko Avianto bersama dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. [foto : Istimewa]

OLEH AENDRA M. KARTADIPURA

Saya sebenarnya tak ingin ikut-ikutan saja soal kasus Bambu dalam instalasi seni Getih Getah karya seniman Joko Avianto di Bunderan HI Jakarta.

Tulisan ini juga bukan untuk bela Anies Baswedan yang Gubernur itu. Tapi ingin menempatkan porsi soal kedudukan antara yang nyinyir dan posisi sebenarnya antara seni dan ruang yang hakekatnya di ejawahtahkan.

Pernyataan Anies yang menohok bahwa “Anggaran itu ke mana perginya? Perginya ke petani bambu. Uang itu diterima oleh rakyat kecil. Kalau saya memilih besi, maka itu impor dari Tiongkok mungkin besinya. Uangnya justru tidak ke rakyat kecil. Tapi kalau ini, justru Rp 550 juta itu diterima siapa? Petani bambu, pengrajin bambu,” kata dia di Balairung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2019). Adalah satu bukti ini jawaban cerdas kualitas Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini lalu membandingkannya dengan bahan baku lain. Satu analogi yang sebenarnya menjadi kekuatan makna yang menukik sekaligus otokritik yang menohok dalam konteks kekinian politik ekomoni bangsa ini.

Anies memang melihat ini akibat banyak yang nyinyir. Tapi nilai sebuah karya seni bagi saya adalah nilai luhur yang tak bisa asal tuding. Waktu instalasi Bambu ini dibuat 2018 berbarengan dalam rangka hari kemerdekaan dan Asian Game awalnya mendapat pujian dan apresiasi tinggi abhkan ketakjuban. Maklumlah pembuatan Instalasi Bambu yang disusun dari 1.500 bambu, 73 diantaranya menjadi penopang yang menyimbolkan 73 tahun perayaan kemerdekaan Republik Indonesia adalah karya Joko Avianto seniman kelahiran 1976 ini merupakan jebolan dari Institut Teknologi Bandung, yang telah malang melintang di berbagai pameran nasional maupun internasional. Perlu disampaikan Joko dengan Bambunya pernah terlibat dipameran bergengsi Yokohama Triennale 2017, bersama dengan seniman dunialainnya. Namun dalam pekan ini nama dia keserat pusaran kontroversi di media sosial. Anehnya karya seni ini yang estetis disudutkan ke politik anggaran.

Joko Avianto, seniman yang berkarya dengan medium bambu (doc. Joko Avianto)
Joko Avianto, seniman pembuat instalasi bambu (doc. Joko Avianto)

RKarya “Shimenawa” berhasil dipamerkan di tempat yang saya inginkan.

Karya Instalasi Bambu Joko Avianto berjudul “Shimenawa” di Yokohama Triennale 2017 (doc. Joko Avianto)

Patung Selalu Kontroversi

Sebenarnya dana 550 Juta yang jadi di nyinyirkan atas Instalasi Bambu “Getih Getah” kenapa harus menjadi ribut? Di Indonesia ini memang selalu saja kalau proyek patung akan sellau menjadi kontroversi, saya mencatat misalnya Patung Jenderal Sudirman merupakan salah satu patung yang berada di wilayah Jakarta. Tepatnya dikawasan Dukuh Atas, depan Gedung BNI, Jalan Jenderal Sudirman karya pematung Sunaryo padahal Pembangunan Patung Jenderal Sudirman dan sejumlah patung lainnya muncul pada September 2001, sebagai realisasi sayembara patung pahlawan yang dilakukan pada 1999 saat itu Gubernur DK Jakarta adalah Sutiyoso.

Pada saat itu rencana patung Jenderal Sudirman awalnya akan diresmikan pada 22 Juni 2003, bertepatan dengan HUT ke-467 Kota Jakarta, namun gagal terealisasi. Peresmian ini diwarnai unjuk rasa sekelompok pemuda.

Kontroversi saat itu demo langsung kala itu karena Panglima Besar Kemerdekaan RI yang seharusnya menjadi simbol semangat perjuangan bangsa Indonesia, kini telah pudar makna kepahlawanannya. Karena Jenderal Sudirman yang digambarkan pada patung tersebut sedang dalam posisi menghormat.

Posisi patung dianggap tidak pada tempatya, karena sebagai seorang Panglima Besar, Sudirman tidak selayaknya menghormat kepada sembarang warga yang melintas dijalan, tapi kalau menurut saya mungkin bahwa patung Panglima Sudirman bukan hanya menghormat warga melintas, namun ada simbol Mercedes yang bertengger di Gedung Deutsche Bank Jakarta yang dianggap sebagai kapitalis.

Patung Panglima Besar Jendral Sudirman memiliki tinggi keseluruhan 12 meter, terdiri atas tinggi patung 6,5 meter dan voetstuk atau penyangga 5,5 meter. Patung yang terbuat dari perunggu seberat 4 ton dengan anggaran pembuatan sebesar 3,5 miliar tersebut dikerjakan oleh seniman sekaligus dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung, Sunaryo.

Sudirman lahir di Purbalingga pada 24 Januari 1916 dan meninggal pada 29 Januari 1950. Dia dianugerahi pangkat jenderal oleh anumerta pada tahun 1950. Sebelum terpilih sebagai panglima TNI, beliau menjabat sebagai komandan Tentara PETA Banyumas dan Komandan Divisi V TKR Banyumas.

Lain Patung Sudirman lain juga Instalasi Bambu yang saat ini dengan adanya di medsos, kasus Instalasi Bambu “Getih Getah” menjadi ramai di perguncingkan. Arahnya memang tak ke seniman tapi kepada Gubernur Anies, Alasannya karya yang menjadi masalah karena dana yang digunakan 550 juta dengan total pengerjaan 13 hari plus pemasangan hanya enam hari. yang terlibat cukukp banyak selain Joko sendiri ada Jaya Konstruksi. Bambu-bambu yang dipakai untuk patung itu dari Garut, Tasik, dan Sumedang. Bambu Garut dan Tasik memiliki kekuatan terbaik total 1.600 bambu.

Tapi jawaban Anies di atas jelas bahwa dana mengalir ke publik jelas. Lantas yang menyinyirkan Anies sebenarnya sudah seharusnya malu. Ups malu karena Anies menjawab dengan narasi dan sublimasi Gudbener yang penuh kecakapan dalam nilai luhur pemikiran, bukan hanya cangkem semata.

Akhirnya saya menyimpulkan bahwa Anies dan Joko Bambu bisa jadi adalah orang yang memberikan Getih Getah kehidupan ke Petani Bambu yang lebih nyata, ketimbang yang lain hanya wacana. Tabik!

*) Aendra Medita Kartadipura adalah Pemimpin Redaksi SENI.CO.ID

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here