Home COMMERCIAL ART Kegagalan Kreativitas Gimmick Iklan Nike

Kegagalan Kreativitas Gimmick Iklan Nike

0
Gimmick Iklan Nike | IST
Gimmick Iklan Nike | IST

Oleh: WA Wicaksono*

Siapa tak kenal dengan merek “Nike”. Brand penyedia sepatu, jersey, celana dan berbagai pakaian (apparel) olahraga lainnya, ini dikenal sebagai merek premium dan berkualitas. Citra merek sebagai produk olahraga yang superior cukup melekat pada merek “Nike” ini karena didukung dengan layanan yang bagus bagi konsumennya serta dukungan kreativitas iklan yang menarik.

Iklan-iklan “Nike” dikenal sebagai iklan-iklan yang berani beda, unik, menarik dan luar biasa berkesan bagi khalayak. Namun sepertinya kreativitas iklan “Nike” kali ini terjerumus pada jebakan kreatif yang menjerumuskan.

Baru-baru ini “Nike” membuat iklan media luar ruang (outdoor) yang memanfaatkan fasilitas publik kursi taman. Secara kreatif yang “out of the boxs”, iklan “Nike” mengingatkan atau bahkan memaksa orang untuk berlari. Eksekusinya sederhana saja. “Nike” hanya menempatkan simbol “Nike-Run” di sandaran punggung kursi-kursi taman yang tidak ada alas untuk duduknya. Pesan instalasi iklan outdoor “Nike” ini sangat kuat dan mudah dipahami. Intinya daripada duduk-duduk saja, “Nike” mengajak audience yang melihat instalasi iklan ini untuk berlari agar sehat.

Meski nampak kreatif dan mampe mengusung pesan yang ingin disampaikan dengan kuat. Iklan “Nike” ini dianggap “bodoh” dan salah penempatan. Pasalnya, instalasi kursi taman tanpa alas duduk ini dianggap mubazir dan sia-sia. Sebagai fasilitas publik, kursi taman ya fungsinya untuk duduk. Dengan meniadakan alas duduk pada kursi tersebut berarti menghilangkan fungsi utama bagi fasilitas publik tersebut.

Beberapa kalangan menilai “Nike” melupakan kenyataan bahwa tidak semua orang mampu untuk berlari. Tidak semua orang ke taman untuk berolahraga. Jadi, meskipun terkesan kreatif dan unik, instalasi iklan kursi taman “Nike” ini dianggap tidak cerdas.

Dengan meniadakan alas untuk duduk, “Nike”seperti menghukum mereka yang tidak mampu dan tidak ingin untuk berlari menjadi tersiksa. Jadi jika kita ingin memanfaatkan fasilitas/ruang publik untuk mengiklankan merek, maka kita harus mempertimbangkan dari sisi kemanfaatannya yang maksimal bagi khalayak.

“Ada sesuatu yang sangat salah. Mengapa tidak membelanjakan uang yang sama untuk membeli sepatu bagi orang miskin atau tunawisma saja?” begitu kritik warga yang melihat iklan tersebut.

Semoga kasus ini mampu memberikan pelajaran bagi para pekerja seni iklan (commercial art) Indonesia. Jika ingin membuat iklan di fasum atau fasilitas publik, out of the box saja tidaklah cukup. Perlu dipertimbangkan sisi kegunaan dan manfaatnya bagi publik. Jangan sampai citra positif yang ingin kita tampilkan justru hancur karena kreatif iklan yang dibuat justru sensitif, negatif dan tak adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Tabik.

*) pemerhati iklan dan industri kreatif

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here