Saya secara pribadi dekat denag beliau. Sejumlah karya beliau pernah saya buat dokumenatsinya. Karya Monumentalnya dalam karya seni yang ia garap semua serius dan digarap dengan ketekunan hakaiki. Bahkan Prof Wawan kita bisa panggil dalam dunia “Kertas”. Dalam edisi 4 Agustus 2018, kami pernah menurunkan tulisannya lengkapnya sebai berikut:
Lebih Dekat Bersama Setiawan Sabana:
SENI.CO.ID – Dalam Akhir pekan ini SENI.CO.ID menurunkan dialog yang menarik dengan seorang tokoh seni rupa Indonesia yang mumpuni. Ia adalah Seniman, pemikir dan juga guru besar Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Sebagai seniman grafis namanya sudah tak asing di jagat seni rupa.
Adalah Prof,Dr, Setiawan Sabana, MFA bukan satu kebetulan namun ini satu kenyataan kita bertemu di dua lokasi dalam tahapan penulisan dialog ini. Yaitu selama di Tokyo Jepang dalam lawatan Pameran dan symposium seni dan di Kota Bandung dalam diskusi kecil di sebuah Cafe di Kawasan Lengkong Besar Bandung pekan lalu. Kami berdialog banyak tentang perjalan seni Kang Wawan atau Prof Wawan, demikian biasa ia disapa.
Kang Wawan bicara banyak soal dunia seni pengalaman hidup dan juga sejumlah kisah yang disebut untold story soal kesenian dan pertumbuhan budaya di Indonesia sampai kini. Untold Story bagi Kang Wawan adalah kisah yang dinamis penuh estetika di ranah kebudayaan Indonesia. Kang Wawan punya catatan tersendiri berjumpa dengan banyak seniman dan unik dalam narasi-narasinya, oleh karenanya dia berniat akan menyusun itu dalam satu buku khusus.
“Saya akan susun kisahnya dan kemungkinan akan dibuat bukunya Untold Story kesenian dan kebudayaan bukan saja pola laku tapi kisah sosok yang pernah saya tahu,” ujarnya kepada Redaksi SENI.CO.ID
Cerita berlanjut dalam kisah karya Kang Wawan yang saat ini konsisten dengan karya dalam wujud Kertas. Ia adalah seniman kuat dalam bidangnya. Sebelum lawatan pameran dan Symposium di Jepang Kang Wawan sedang pameran Kertas dan berkolaborasi bersama seniman dan peneliti kertas Lisa Miles dari Amerika. Pameran bertajuk “Bumi Kertas Tapak, Jejak, Jelajah” berlangsung di Museum Geologi Bandung. Kang Wawan pun melibatkan banyak seniman dan tokoh dalam pameran itu Musikalisasi Kertas oleh Syarif Maulana dan Digitalisasi Harry Nuriman, dan seminar bersama Prof.Dr.Bambang Sugiharto, Ir.Sinung Baskoro, MT dan Lisa Miles. Digelar juga “Workshop Daur Ulang Kertas dan Daluang” bersama Lisa Miles, Setiawan Sabana dan Tedi Permadi.
Menurut Kang Wawan waktu itu inti dari pemeran ini dalam rangka menggabungkan kertas dalam satu dunia/bumi, “Biar bumi kertas jadi jadi planet bumi, planet binatang, merkuri, planet kertas, saya dan Lisa pun sama-sama Fullbright , ia bercerita tentang hubungan kertas, kebudayaan dan alam dan akhirnya cocok, maka kami mengadakan pameran seperti ini,” bebernya.
Kang Wawan pun dengan berurai air mata dia mengatakan pamerannya kali ini didedikasikan untuk almarhumah sang istri Elly Setiawan (Siti Muslihat, dosen Sastra Jepang FIB Unpad ) yang belum lama meninggal (17 Mei 2018 ).
“Mari kita belajar kepada kertas. Pameran esok, Di atas langit ada kertas, Di atas kertas aku masuk surga.. Peristiwa seni ini saya dedikasikan untuk Elly yang sudah Bersama Bumi…Alfatihah….,” katanya terbata-bata, diiringi doa dari seluruh hadirin. Tapi tak lama kesedihan itu dia lebur menjadi sebuah peforming art, dengan memakai topeng kertas, di atas panggung Kang Wawan merespon musikalisasi kertas dengan “ber-pus-up”, sebuah simbol yang menyatakan seniman dan pendidik berusia 67 tahun ini masih kuat untuk terus berkarya menantang jagat.
Lisa Miles yang berkolaborasi dengan Kang Wawan mengatakan bahwa dirinya sejak kecil ia cinta buku dan belajar seni grafis hingga lulus S-1, lalu menjadi seniman grafis selama 10 tahun, setelah itu Lisa meneruskan kuliah ke S2 mendalami buku seni maka ia bertekad semua hasil karya seni dan penelitiannya akan dia bukukan, “Tapi saya rindu bikin karya dengan tangan tanpa menggunakan computer, makalah saya ikut pameran ini”, kata seniman yang meneliti dan membuat kertas Daluang dan pewarna alami ini pasti.
Ini kolaborasi bagus, seniman itu ada masanya sendiri tapi ada masanya selebrasi dengan yang lain. Wawan bisa menggabungkan kehadiran dia sebagai tokoh dia sendiri kemudian selebrasi dengan lingkungan dan teman-temannya yang lain.
Saya rasa itu type seniman sekarang karena memang seharusnya tidak cukup hanya kreatif untuk dirinya sendiri tapi dia harus mengembangkan suatu masyarakat bersama berbasis persahabatan / friendship dan melalui persahabat itu akan tersentuh kemanusiaan yang lebih jauh yang dilepaskan dalam karya seni itu, “Jadi sekarang kita tidak hanya menatap karya dan seniman-seniman kreatornya. Sekarang kegiatan kesenian itu juga pertemuan karya dan manusianya yang berbasis persahabatan,” demikian komentar pelukis A.D. Pirous yang kini sudah berusia 86 tahun tapi masih “jagjag” aktif melukis dan berpameran.
Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA lahir di Bandung, 10 Mei 1951 merupakan Guru Besar pada Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Lulus pada jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung pada tahun 1977 dan mendapatkan gelar Doktorandus. Setiawan Sabana kemudian mendapatkan kesempatan melalui beasiswa Fullbright dan melanjutkan studinya ke jenjang master di Art Department, Northen Illinois University, Amerika Serikat dan mendapatkan gelar Master of Fine Art pada tahun 1982. Studinya di Amerika membuka banyak kesempatan untuk melihat perkembangan seni secara internasional, sekaligus mengembangkan ide maupun visual dalam kekaryaannya. Pada tahun 2002 Setiawan Sabana mendapatkan gelar Doktornya pada Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung dengan penelitian mengenai Seni Rupa Kontemporer di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina).
Penelitian yang berjudul Spiritualitas dalam Seni Rupa Kontemporer di Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina sebagai Wilayah Kajian adalah upaya untuk mengenali dan mendeteksi lebih lanjut bagaimana kehidupan berbudaya, baik aspek rohani dan non-rohani mempengaruhi dan tertangkap dalam karya-karya seni rupa kontemporernya. Menggaris bawahi pertanyaan nilai-nilai kehidupan macam apakah yang dievaluasi, direkam, dan diaspirasikan oleh seniman generasi baru di kawasan tersebut. Kemudian bagaimana bauran nilai-nilai keagamaan yang tampak hadir dalam keseharian masyarakatnya dengan kenyataan lain seperti pesoalan ekonomi dan materi non-rohani terungkap dalam karya seni kontemporernya.
Suami dari Elly Setiawan dan Ayah dari Patra Aditya dan Syarif Maulana ini tengah menjalankan ruang Garasi 10 yang telah dirintis semenjak tahun 2012 yang berlokasi di garasi rumahnya di Jl. Rebana 10 Bandung. Garasi 10 merupakan sebuah ruang gagas yang banyak melakukan aktifitas kebudayaan dari mulai seni rupa, musik, hingga diskusi mengenai berbagai ide.
Menyadur dari pengantar yang diakses pada laman resmi Garasi 10, bahwa ruang ini berusaha untuk menggali kepekaan terhadap pemaknaan ruang ke potensinya yang lebih luas. Garasi yang malam hari merupakan tempat menyimpan mobil, secara sadar diperluas fungsinya sebagai galeri, tempat diskusi, kelas-kelas non formal, ruang pertunjukan musik, dan potensi-potensi lain yang menanti untuk diterapkan.
Garasi 10 juga berusaha untuk menjadi jembatan antara masyarakat kebanyakan dan lingkungan-lingkungan yang lebih khusus dan tertutup. Musik klasik atau pameran seni jika dilaksanakan di gedung konser serta galeri seni tentu sudah bukan hal aneh. Namun aksesnya menjadi sangat terbatas dan seolah ekslusif. Lain halnya jika kemudian pertunjukan musik dan karya ini dibawa ke garasi, maka terciptalah akses yang lebih luas bagi masyarakat. Demikian halnya dengan pendidikan akademik formal. Banyak sebenarnya ilmu-ilmu yang dapat diterapkan secara praktis oleh masyarakat, namun akses informasi tersebut sungguh terbatas pada lingkungan akademik saja. Lewat kelas-kelas yang dilaksanakan di Garasi 10, pengetahuan diajak untuk kembali membumi untuk kemudian diterapkan dalam keseharian.
Kang Wawan selain sebagai seniman yang mumpuni ia adalah pengajar tangguh selama berada di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung diantaranya, pada mata kuliah Seni Rupa Asia Pasifik untuk program magister dan mata kuliah Interdisiplin, Metodologi Penelitian, Seminar, Prosiding Internasional, Jurnal Internasional pada program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain. Hingga saat ini aktif sebagai promotor dan co-promotor untuk kandidat doktor.
Pengabdian Kang Wawan dalam bidang pengajaran bukan hanya dihabiskan di Institut Teknologi Bandung melainkan juga di beberapa perguruan dan sekolah tinggi lainnya baik dalam jenjang sarjana, magister maupun doktoral. Beberapa pengalamannya sebagai dosen tamu bisa dirunut semenjak tahun 2004 ketika ia diminta untuk mengajar pada Program Sarjana di Universitas Negeri Semarang, Program Pasca Sarjana Ilmu Budaya Universitas Padjajaran Bandung. Pada tahun 2012 ia juga kembali diminta untuk mengajar pada Program Akademi Budaya Sunda di Universitas Pasundan, Bandung. Masih di tahun yang sama pada Program Pasca Sarjana di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Institut Kesenian Jakarta, Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung (ISBI).
Khusus dengan ISBI-lah ia bersama FSRD melakukan pameran dan symposium di Jepang, bertemu dan presentasi di TAMA University Japan, Chiba Unversity dan sejumlah kampus di Jepang
KERTAS & SPIRIT
Bagi Seniman yang oleh dibilang paling konsisten dan satu-satunya mengolah dunia seni Kertas Kang Wawan adalah sosok yang piawai. Ia membaca semua kekuatan makna kertas. Baginya Kertas adalah bagian yang tidak bisa dilepaskan dari hidup kita mulai dari membaca buku, majalah, Koran, menggunakan kertas kantong, menulis surat, prangko, tisu, sampai uang. Hingga kita lupa bahwa kehidupan kita itu terkait dengan kertas.
Sejak kertas ditemukan di China abad 2 Masehi zaman dinasti Han hingga Papirus zaman Mesir Kuno juga di Asia khususnya di Jepang yang sudah menjadi bagian dari sebuah seni dan ritual seperti seni melipati kertas “Origami” yang melegenda. Kertas bisa melatih kepekaan kita karena kertas sangat pleksibel bisa dijadikan apapun, bisa dilipat, disobek, dilukis dsb. Dia juga bisa berubah jadi berbagai benda seni baru termasuk seperti yang ditampilkan dlm pameran ini .
Prof Wawan adalah pembuat jejak langkah lama di dunia kertas di tanah air saat ini , beliau bukan hanya seniman tapi sebagai peneliti kertas yang bisa jadi dia sebagai pionirnya. Guru Besar Filsafat Universitas Parahyangan Prof Bambang Sugiharto berbicara kertas dari sudut pandang filsafat dan kebudayaan seluruh realitas ini terbentuk dari bumi lalu kehidupan terbentuk dari bakteri, ganggang, sampai hominid hingga homo sapien, dari situlah tersirat awal peradaban manusia yang sangat khas yang sebagian besar awalnya dibentuk oleh kertas-kertas sebagai medium dari pikiran sebagai kendaraan untuk berinteraksi menyampaikan gagasan, kendaraan untuk pengetahuan. “Intinya kertas itu semacam inrterpret antara manusia dan alam bagamiana alam diubah disesuaikan dengan segala imajinasi manusia, pikiran, perasaan manusia dst. Dan dari aspek kegunaan secara teknis kertas bisa dibuat apa saja seperti pakaian, buku, uang, dsb,” papar Bambang.
Tapi seni, kata Bambang melepaskan benda-benda itu dari aspek kegunaannya untuk dilihat secara intrinsik, nilai sang benda itu sendiri, para seniman seperti mengeskplorasi kekuatan keindahan, yang dia angkat tidak hanya bicara tentang kegunaanya saja. Jadi dunia seni/seniman memperlihatkan nilai intrinsik kertasnya justru dengan cara mengakalinya, seperti yang dilakukan Pak Wawan itu memperlihatkan begitu banyak siasat untuk mengangkat hakekat kertas justru dengan mengakalinya dan itu luar biasa! Jadi salahsatu kekuatan seni adalah mengangkat nilai intrinsik dari realitas benda-benda khususnya dan realitas peradaban.
Kedua nilai kontemplatif seni sekaligus merenungkan lebih jauh hakekat kertas itu dalam kaitannya dengan apapun, dengan kehidupan manusia, dengan peradaban, dengan spiriualitas manusia. Dalam kasus Pak Wawan bagaimana akhirnya kegiatan beliau menembus kertas perenungannya menembus kosmos, mikrokosmos, makrokosmos dan bahkan lebih jauh lagi metakosmos.
“Inilah salahsatu sisi contoh dari kontemplatif seni. Kekuatan seni juga dari kekuatan eksploratifnya, seni terus menerus menggali segala kemungkinan yg terkandung di dalam benda-benda dalam hal ini kertas,”jelasnya
Kembali ke perjalanan Prof Wawan dalam hidupnya pengabdian selama masa tugasnya di ITB antara lain menjabat sebagai Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain masa tugas tahun 2000 hingga 2005, di waktu yang sama juga menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Seni Rupa dan Desain, serta Anggota Senat Akademik ITB.
Selepas masa jabatannya sebagai dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, pada tahun 2005, Setiawan Sabana kemudian menduduki posisi Ketua Komisi Program Pasca Sarjana ITB, anggota senat pada Fakultas Seni Rupa, dan anggota komisi Sekolah Pasca Sarjana. Masih di tahun yang sama sebagai anggota komisi Penelitian di Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat ITB hingga tahun 2007. Pada tahun 2006 Setiawan Sabana menjadi anggota Komisi Pengabdian pada Masyarkat di lembaga yang sama hingga tahun 2010 dan menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Seni Rupa dan Desain pada 2006-2010 dan menyusun pedoman riset unggulan untuk Pusat Penelitian Seni Rupa dan Desain pada tahun 2009.
Anggota Majelis Guru Besar dari tahun 2005 berakhir tahun 2013 dan menjadi guru besar pada 2006. Sebagai Guru besar pada tahun 2007 hingga 2013 menajdi anggota Kegurubesaran pada Majelis Guru Besar ITS dan anggota forum guru besar ITB hingga saat ini.
Dari sumber tentang perjalanannya Prof Wawan juga dikenal sebagai penelitian yang pernah dilakukan diantaranya sebagai ketua peneliti pada penelitian tentang Kemasan Tradisional di Yogyakarta yang disponsori oleh Bogasari pada tahun 2004. Pada tahun 2005 termasuk menjadi salah satu anggota dalam penelitian mengenai Bahasa Rupa di Jawa Barat.
Ketua peneliti pada penelitian dengan judul Indetifikasi Permasalahan Seni Rupa di Jawa dan Bali bersama LPPM ITB pada tahun 2006. Pada tahun 2008 menjadi ketua peneliti pada penelitian yang berjudul Pola Pewarisan dan Sistem Inovasi dalam Industri Kecil di Bali. Setiawan Sabana mendapatkan hibah penelitian MP3EI dengan judul penelitan Peranan Multi-Aktor dalam Rekonstruksi Industri Kreatif Nasional tahap I pada tahun 2009 dan tahan II pada 2016. MP3EI atau Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Indonesia merupakan induk perencanaan ambisius pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi secara merata untuk masyarakata Indonesia. P
rogram ini didukung berdasarkan potensi demografi dan kekayaan sumber daya alam, dan dengan keuntungan geografis masing-masing daerah. Dalam hal lain baik beberapa kompetisi seni dan kebudayaan berskala nasional dan internasional sebagai ketua juga anggota dewan juri. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya ialah Kompetisi Seni Rupa Bakat Muda Sezama pada tahun 2005 yang diselenggarakan di Malaysia. Juri pada salah satu kompetisi tiga tahunan yang berpengaruh terutama dalam perkembangan seni graifs si tanah air, Trienale Seni Grafis Indonesia pada bulan Agustus tahun 2006 di Bentara Budaya Jakarta.
Juri Festival Sisingaan Jawa Barat pada bulan Juni tahun 2008 di Subang, Jawa Barat. Juri Gitar Klasik Bandung yang diselenggarakan di Tobucil pada bulan Juni 2006. Juri Kompetisi Seni Lukis Jawa Barat I pada bulan Mei 2006. Juri Lomba Gambar Anak Nasional di Istana Cipanas, Bogor pada tahun 2008 yang diikuti oleh 66 siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah serta 66 siswa Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah.
Anggota Dewan Juri Festival Film Independen Bandung tahun 2012. Ketua Dewan Juri Sayembara Desain Logo dan Maskot Pekan Olah Raga Nasional XIX/2016 Jawa Barat tahun 2014. Ketua Dewan Juri Kompetisi Kriya Berbasis Limbah, Departemen Pariwisata, Jakarta dan Ketua Dewan Juri Festival Kaulinan Urang Lembur, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Povinsi Jawa Barat, dan Anggota Dewan Juri Festival Film Maya, Jakarta pada tahun 2015. Ketua Dewan Juri Kompetisi Seni Lukis BASOEKI ABDULLAH AWARD 2016 dan Ketua Dewan Juri Lomba Logo Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat serta Ketua Dewan Juri Lomba Maskot dan Mars Pilkada Jabar 2017.
Beberapa buah pikiran serta hasil penelitian Prof sempat disampaikan dalam beberapa kesempatan diantaranya pada seminar dan ceramah yang diselenggrakan dalam skala lokal, nasional hingga internasional. Berikut sepilihan yang teracatat dari tahun 2002 hingga saat ini.
Pada tahun 2002 Setiawan Sabana diundang sebagai salah satu pembicara talk show mengenai Pornografi di Media Massa yang diselengarakan Bandung. Isu pornografi dianggap meresahkan saat itu dan tengah ramai diperbincangkan, sehingga diperlukan pandangan budaya mengenai hal tersebut. Beberapa kegiatan di tahun 2003 diantaranya, diundang sebagai pembicara utama atau keynote speaker dalam Seminar Komik Asia yang bertempat d Aula Timur Institut Teknologi Bandung.
Di tahun yang sama menjadi pembicara utama dalam Forum Studi Kebudayaan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB yang pada saat itu mengangkat tema “Potret Masyarakat dan Kebudayaan di Asia Tenggara: Persilangan Budaya dan Estetik”.
Menjadi pembicara dengan judul makalah “Membaca Kembali Perjalan A.D. Pirous” yang disampaikan pada Diskusi Pelepasan Prof. A.D. Pirous. Penceramah tentang “Spiritualitas dalam Seni Rupa Kontemporer Di Asia Tenggara; Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina” di Galeri Cemara 6 Jkt.
Pada tahun 2004 tercatat sebagai pembicara pada seminar internasional Asia Contemporary Art “Mapping Asia” yang diselenggarakan di Hongkong Heritage Museum, Hongkong.
Selama tahun 2005 Setiawan Sabana banyak menjadi pembicara diantaranya pada Semiloka Metodologi Penelitian dan Penciptaan Bidang Seni yang berlangsung di Hotel Sahid Bali Kuta Denpasar Bali. Pembicara pada Seminar Kreativitas & Bahasa Rupa di Galeri IPTEKS Institut Teknologi Bandung dalam rangka purna bakti Prof. Primadi Tabarani. Menjadi pembicara utama (keynote speaker) dalam seminar bertema seni rupa di Asia yang diselenggarakan di Makati City, Filipina.
Menjadi pembicara pendamping Alice Guillarmo dari Filipina. Pembicara utama (keynote speaker) dalam simposium mengenai Ilmu Sosial dan Kemanusiaan bertempat di Kandy City, Srilanka. Pembicara pendamping Mr. Joyce Fan dari Nanyang University Singapore. Menjadi pembicara bersama dengan Sutarno, Jakob Soemardjo, Adirosa dalam Kongres Kesenian Indonesia di Taman Mini Jakarta.
Menjadi pembicara bersama Chandra Johan dalam seminar “Temu Perupa Indonesia” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Memberikan ceramah mengenai Seni Rupa Kontemporer di Indonesia dalam kasus sebagai saksi ahli dalam persidangan Tisna Sanjaya pada kasus pembakaran karya “Prayer for the Death” di Pengadilan Negeri Bandung.
Pada tahun 2006 beberpa kegiatan yang terpilih diantaranya menjadi pembicara dalam talkshow Kerajinan Jawa Barat di Graha Mandala Siliwangi yang berlokasi di Jl.Aceh, Bandung. Pembicara dalam Sosialisasi Paradigma Baru Perguruan Tinggi Seni di Indonesia bertempat di Denpasar, Bali. Pembicara di Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI), Tanjung Malim, Malaysia. Pembicara di Galeri Nasional Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia. Menjadi pembicara dalam temu internasional Asian International Art Exhibitionn XXII di Singapura.
Kemudian pada tahun 2007 diantaranya menjadi pembicara dalam simposium mengenai metodologi penciptaan dalam seni, bersama Prof. Sardono W. Kusumo bertempat di Institut Seni Indonesia Solo. Chairman of the 22nd International Art Exhibition yang diselenggarakan atas kerjasama Selasar Sunaryo Art Space dan Institut Teknologi Bandung yang diselenggarakan di Bandung. Pembicara dalam temu kebudayaan yang membahas mengenai peran seni di museum yang diselenggarakan di Museum Basuki Abdullah. Jakarta.
Menjadi pembicara bersama Irma Damayanti dan Jonathan Lesmana dalam talkoshow yang membahas tema Japanese Pop Culture bertempat di gedung Bandung Electronic Centre, Bandung. Pembicara dalam temu bduaya yang bertempat di Taman Budaya Jawa Timur, bersama Prof. Bambang Sugiharto dan Djulidjati Prambudi, yang diselenggarakan dalam rangka Biennale Jawa Timur. Pembicara dalam seminar tentang pendidikan tinggi seni di Indonesia di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Di tahun 2011 menjadi pembicara utama (keynote speaker) pada temu ilmiah yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjajaran, Jatinangor. Pembicara pada temu ilmiah dengan tema Peran Kebudayaan Sunda dalam Membangun & Memperkuat Karakter Budaya Bangsa di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang.
Pada tahun 2012 Pembicara dalam seminar Nasional tentang Kompleksitas Perkembangan Seni, Kreativitas dan Identitas di Indonesia; ISI Denpasar, BaliPembicara dalam seminar Nasional tentang Persfektif Kertas, Deperindag. Di Hotel Gino Veruci. Bandung. Pembicara dalam seminar Nasional tentang Seputar Kehidupan Seni Budaya Urban. Dept. Sosial.Hotel Puri Khatulistiwa. Jatinangor, Sumedang. Pembicara tentang Metodologi Penciptaan Seni, ISI Padang Panjang. Pembicara dalam seminar nasional tentang seni rupa, Ruang Seminar, FSRD ITB, Bandung. Orasi Ilmiah di Sekolah Tinggi Seni (STSI) Bandung.
Pada tahun 2013 menjadi pembicara pembuka tentang Gerakan seni Rupa baru di tahun 1970-1980, FSRD ITB Bandung. Pembicara dalam seminar Internasional “Garut Nu Motekar Tur Mekar” dalam rangka “Mieling Dua Abad Garut”,diselenggarakan di Garut, Jabar. Pembicara di UNNES semarang tentang Perspektif Kertas: Seni (Rupa), Budaya, dan Media Baru. Pembicara tentang Isu-Isu Seni rupa Kontemporer di Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Pembicara tentang Refleksi Spiritualitas dalam Seni Rupa Kontemporer Asia Tenggara (Filipina,Thailand, Malaysia, dan Indonesia); Universitas Negeri Hindu Indonesia, Denpasar, Bali.
Di tahun 2014 berkesempatan menjadi pembicara pada seminar nasional yang berjudul “Keunggulan Seni Budaya Lokal Dan Nusantara Sebagai Sumber Penciptaan Dan Pengkajian Seni” yang diselenggarakan oleh Institut Seni Indonesia Denpasar, Bali. Selajutnya di 2015 menjadi narasumber pada kegiatan yang berjudul Seminar Pendidikan Berbasis Budaya, diselenggarakan oleh Institut Seni Budaya Indoneisa Bandung.
Menjadi narasumber pada Pengembangan Program Pascasarjana dan Pengembangan Prodi Seni Rupa Murni pada Institut Seni Budaya Indonesia Bandung. Pembicara dalam temu ilmiah pada rangkaian kegiatan The 2nd International Jogja Mini Print Exhibition yang diselenggarakan di Galeri Sangkring, Yogyakarta.
Tahun 2015 diisi dengan kegiatan diataranya, menjadi pembicara Seminar Nasional “Keunggulan Seni Budaya Lokal Dan Nusantara Sebagai Sumber Penciptaan Dan Pengkajian Seni”, ISI Denpasar, Bali. Selain itu sebagai nara sumber Seminar Pendidikan Berbasis Budaya, ISBI Bandung dan International observer Asian Biennale I, Guangzhou, China.
Tahun 2016 menjadi nara sumber Pengembangan Program Pascasarjana ISBI Bandung, Pengembangan Prodi Seni Rupa Murni, ISBI Bandung, Pembicara dalam 2nd International Jogja Mini Print Exhibition, Galeri Sangkring, Yogyakarta. Dilanjutkan sebagai keynote speaker pada “5th Nusantara Heritage”, ISBI Bandung, Pembicara dalam International Silklink Art Exhibition, Guangzhou, China, Pembicara utama (Keynote Speaker) dalam seminar internasional ICOTIC, Novotel Hotel, Pembicara dalam seminar nasional Lintas Budaya Nusantara, Universitas Negeri Makassar, Pembicara dalam Asian Wing Seminar di Taiwan National Univeristy of The Arts (TNUA), Taipei, Taiwan serta Pembicara dalam Dialog Budaya HAIGA, GIM, Bandung. Terakhir pada 2017 menjadi external examiner UiTM (Perak dan Shah Alam), Malaysia.
Dilanjutkan pada tahun 2005 menjadi penulis sekaligus editor bersama Hawe Setiawan dalam buku yang berjudul Legenda Kertas, yang diterbitkan oleh Penerbit Kiblat, Bandung. Buku ini menyoroti mengenai perkembangan peradaban sekaligus menyurutannya yang ditandai oleh pesatnya teknologi informasi. Kertas ikut menandai perubahan tersebut, dan pemaknaan kita terhadap fungsi dan filosofi dari benda tersebut. Buku ini merupakan rangkaian dari pameran tunggal dengan judul yang sama yang diselenggarakan secara keliling di beberapa galeri diantaranya Bentara Budaya Jakarta, Gracia Art Gallery Surabaya, Langgeng Gallery Magelang, Galeri Semarang & Bilik Rupa Semarang, Museum Radya Pustaka, Solo; kolaborasi dengan Padepokan Lemah Putih Solo dan STSI Bandung.
Setiawan Sabana menjadi penulis dalam buku Tradisi dan Makna bersama Djuli Djatiprambudi yang diterbitkan oleh penerbit ISI Yogyakarta. Pada tahun 2007 menulis buku pengangan seni rupa untuk Sekolah Menengah Umum yang berjudul Seni Rupa untuk Kelas SMU, bersama Acep Iwan Saidi, yang diterbikan oleh penerbit Erlangga.
Pada tahun 2014 menulis buku yang berjudul Perspektif Seni Setiawan Sabana, dan di tahun yang sama menyusun Jagat Kertas Dalam Perspektif, kedunya diterbitkan oleh Penerbit Garasi10, Bandung. Jagat Kertas kemudian menjadi judul salah satu pameran tunggal Setiawan Sabana pada tahun 2011 yang diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta. Pada tahun 2015 menjadi editor untuk buku yang berjudul Marida Nasution: Perempuan Pegrafis Indonesia, Penerbit Institut Kesenian Jakarta. Di tahun yang sama menjadi International observer untuk Asian Biennale I, yang berlangsung di Guangzhou, China.
PAMERAN
Sebagai seniman, pengabdian utamanya terhadap kebudayaan adalah berkarya dan melakukan kegiatan pameran baik tunggal maupun terlibat dalam beberapa proyek pameran kelompok. Pameran bagi seorang akademisi sekaligus praktisi seni merupakan bentuk dari pengabdian kepada masyarakat juga untuk menyampaikan hasil penelitian berupa karya visual. Berikut ini uraian pengalaman pameran tunggal dan sepilihan pameran bersama yang pernah dilakukan oleh Setiawan Sabana.
Dimulai pada tahun1982, mendapatkan kesempatan untuk menggelar pameran tunggal berskala internasional di Gallery 200 Visual Art Building, Northern Illinois University, De Kalb, United State of America. Dua tahun kemudian pada 1989 menggelar pamerna tunggal keduanya di The Japan Foundation Gallery, Jakarta. Pameran tunggal berskala interasional berikutnya diselengarakan pada tahun 1990 di Natsuhiko Gallery, Tokyo, dan pada 1991 bertempat di Oda Gallery, Hiroshima, Jepang.
Pada tahun 1994 menggelar pamerna tunggal yang berjudul Waas, diselenggarakan di Gallery Hidayat, Bandung. Kemudian tahun 1996 di Cemeti Gallery, Yogyakarta. Pada tahun 2005 melakukan serangkaian pameran tungga keliling berjudul “Legenda Kertas” yang diselenggrakan di Bentara Budaya Jakarta, Gracia Art Gallery Surabaya, Langgeng Gallery Magelang, Galeri Semarang & Bilik Rupa Semarang. Dilanjutkan tahun 2006 “Legenda Kertas” dipamerkan di Museum Radya Pustaka, Solo berkolaborasi dengan Padepokan Lemah Putih Solo dan berakhir di STSI Bandung.
Kegiatan pameran tunggal di tahun 2008 berjudul “Blind Book” yang diselenggarakan di Sigi Arts Gallery, Jakarta. Kemudian tahun 2011 ”Jagat Kertas”, yang kemudian menjadi judul buku yang diterbitkan pada tahun 2014 diselenggarakan di Bentara Budaya, Jakarta. Dilajutkan pada tahun 2013 ”The Cosmos Of Paper ”, digelar di University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Tahun 2014 “Diagnosis: Kiprah Seni Setiawan Sabana” digelar di Galeri Soemardja ITB, Bandung dan terakhir pada tahun 2015 “Lakon Tubuh: Chaosmos Perjalanan Jiwa Setiawan Sabana”, di Bentara Budaya Jakarta.
Pameran Bersama
Keterlibatan Setiawan Sabana dalam pameran bersama atau kelompok baik lokal, nasional hingga internasional diurai pada bagian ini, hanya sepilihan yang tercatat, diantaranya tahun 2000 terlibat dalam The 15th Asia International Art Exhibition, yang berlangsung di Tainan, Taiwan. Kemudain tahun 2001 terlibat dalam Bandung Art Event, di Griya Seni Popo Iskandar, Bandung. Masih di tahun yang sama tercatat dalam kegiatan Contemporary Craft Exhibition, yang merupakan program dari Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
Pada tahun 2002 terlibat dalam pameran “Imagining the Book”, yang diselenggarakan oleh the Library of Alexandria, Mesoir dilanjutkan dengan The 17th Asian International Art Exhibition di Daejeon Museum, Daejeon, Korea Selatan. Pada tahun 2003 terlibat dalam pameran bersama CP Biennale 2003, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Di tahun yang sama terlobat pula dalam The 18th Asian International Art Exhibition, di Hongkong.
Pada tahun 2004 mengikuti kegiatan Pameran Seni Rupa Islami, di Galeri Cipta II – Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Dilanjutkan pada tahun 2005 dalam Pameran bersama di Galeri Icon Kemang Jakarta, pada tanggal 22 Des 05 – 20 Jan 06, Jkt. Masih di tahun yang sama terlibat dalam pameran “Fragments; Kecil itu Indah 13”, di Edwin Gallery Jakarta. Diundang sebagai seniman peserta pada kegiatan pameran The 20th Asian International Art Exhibition, di Manila, Filipina. Terlibat dalam Biennale Yogyakarta tahun 2005. “Artrologia” Pameran Seni Rupa Kontemporer “Taurus”,di Galeri Ci+, Bandung. Mengikuti pameran empat tahunan di Pasar Seni ITB. Terlibat dalam pameran Fundraising Exhibition, Selasar Sunaryo, Bandung untuk menggalang dana bagi kegiatan Asian International Art Exhibition. Mengadakan workshop Grafis di Taman Budaya Surabaya. Terlibat dalam Jakarta Biennale 2005 yang digelar di Galeri Nasional Indonesia Jakarta. Pameran Seni Rupa di Galeri Langgeng Magelang. Pameran 16 Seniman Bandung di Galeri Gracia dan Pentas LEGENDA KERTAS, karya kolaboratif dgn Masnanu Muda dkk. Gedung Kesenian Dewi Asri, STSI Bandung.
Kemudian pada tahun 2007 terlibat dalam pameran The 22nd Asian Internasional Art Exhibition, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung yang merupakan pameran reguler yang bagi para seniman anggota yang terdiri dari perwakilan negara di Asia. Termasuk seniman yang karyanya terlibat dalam pameran keliling ilustrasi cerpen Kompas, Jakarta, Surabaya. Pada 2008 terlibat dalam The 23rd Asian Internasional Art Exhibition, yang diselenggarakan di Guangzhou, China. Dilanjtkan dengan Manifesto, pameran besar seiman Indonesia di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta dan Seni Grafis Hari Ini, Bentara Budaya Jakarta & Yogya.
Selanjutnya tahun 2009 terlibat dalam The 24nd Asian Internasional Art Exhibition, National Gallery, Kuala Lumpur, Malaysia. Tahun 2010 dalam “All But Paper”, Galeri Dia Lo Gue, Jakarta. Terlibat dalam pameran tribut pada Sudjojono melalui pameran “In Memoriam Sudjojono” yang digelar di Selasar Sunaryo Art Space. Masih di tahun yang sama, “Legenda Kertas” yang diambil dari rangkaian pameran tunggalanya tahun 2005. Salah satu seniman yang mengikuti kegiatan Arts Summit Indonesia, berkolaborasi dengan Group Sekar Kliwon, Gedung Kesenian Jakarta. 25th Asian Internasional Art Exhibition, Modern Art Museum, Ulaan Bataar, Mongolia. Kembali mengikuti pameran di Pasar Seni ITB 2009 di Bandung.
Lima tahun terakhir, 2011 terlibat dalam pameran “Bacalah”, Art:1New Museum. Jakarta. Dilanjutkan tahun 2012, mengangkat kembali tema pameran tunggal kali Jagat Kertas: Ruang-ruang Kehidupan, diselenggarakan di Art:1New Museum, Jakarta. “Report/Knowledge” pameran tahun staf pengajara Seni Rupa ITB diselenggarakan di Galeri Soemardja. ITB Bandung. Pameran bersama Seni Kertas, Gd. Indonesia enggugat (GIM), Bandung. Tahun 2013 mengaggas pameran “Leluhur kertas” di Galeri Soemardja. Bandung. “Dilihat/Melihat” Galeri Nasional, Jakarta.
Paperium 1 “Menjalin Serat Menguntai Makna”, Pameran Kertas 2013, Museum Tekstil, Jakarta. Yogya Mini Print Exhibition, Galeri ISI Yogya. “Paperium 2 “The Bandung Paper Art Show 2013”, Museum Sri Baduga, Bandung. “Paperium 3”, Taman Budaya Bandung. “Paperium 4 “From Paper to Fiber”, Museum Tekstil Jakarta di tahun 2014 merupakan rangkaian pameran bersama yang digagas oleh Setiawan Sabana dibantu oleh Garasi 10 dan Questionartes. Merupakan pameran sekaligus gerakan meluaskan signifikansi medium kertas pada ranah estetik hingga filosofis melalui karya seni kontemporer.
Pada tahun 2015 terlibat dalam pameran dan workshop berjudul “Barehands”, international workshop & exhibition, di Bandung kemudian dilanjutkan di Fukuoka Jepang pada 2016. “Barehands”, international workshop & exhibition, Fukuoka, Japan. Two Person Show, oleh Setiawan Sabana dan Juhari Said, di Ogata Gallery, Fukuoka, Japan. International observer of Asian Biennale I, Guangzhou, China. Terakhir terlibat dalam The 2nd International Jogja International Mini Print Exhibition, Galeri Sangkring, Yogyakarta. Masih di tahun 2016 2nd International Jogja International Mini Print Exhibition, Soemardja Gallery, ITB, Bandung. Karya Setiawan Saba juga ditampilkan pada gelaran dua tahunan Bienalle Semarangf I, Galeri Semarang, Semarang. International Silklink Art Exhibition, Guangzhou University, Guangzhou, China pada bulan November dan International Silklink Art Exhibition, Nanjing, China pada bulan Desember.
AWARDS & GRANTS
Beberapa penghargaan yang didapatkan oleh Setiawan Sabana dalam katgori seni, kebudayaan dan pengabdian sebagai akademisi diurai pada bagian ini. Pertama tahun 1984 mendapatkan Silver Medal, untuk The 1st Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, Korea Selatan. Tahun 1985 mendapatkan Gold Medal, pada kegiatan The 2nd Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, Korea Selatan. Pada 1989 mendapatkan The Japan Foundation Research Grant untuk melaksanakan penelitian mengenai karya cetak grafis modern Jepang selama empat bulan.
Pada tahun 1995 meraih kesempatan dari The DAAD fellowship untuk melakukan kunjungan akademik dan kebudayaan di Jerman selama dua bulan. Pada tahun 1997 memperoleh The Japan Foundation Grant “ Collaborative Event: Urbanization”, dengan enam seniman dari seluruh ASEAN di Bandung. Pada 1998 mendapatkan grant dari The Japan Foundation untuk mengunjungi museum dan galeri di Jepang.
Pada tahun 2006 dianugerahi Satyalancana Karya Satya XX Tahun atas pengabdian pada negara sebagai pengajar dari Presiden RI, bertempat di Ganesa Wira Adiutama, ITB. Dilanjutkan pada tahun 2008 mendapatkan The Special Contribution Award of Asian Art Exhibition for outstanding contributions to the 22nd Asian International Art Exhibition in 2007. Terakhir pada 2016 mendapatkan penghargaan dari Institut Teknologi Bandung yaitu “KARYA INOVASI 2016”, pada Dies Natalis ITB 2 Maret 2016. Masih di tahun lalu, Setiawan Sabana dianigerahi penghargaan ANUGERAH BUDAYA KOTA BANDUNG 2016 yang penyerahannya diselenggarakan di Grand Ballroom Amartapura, Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung.
Kami ingin mngutip kalimat yang sangat bagus dari Juhari Said seniman Malaysia: “Pertemuan awal kami sering menyingkap budaya seni cetak modern. Saya perhatikan beliau mencari kertas dengan seluruh jiwa raga! Penyelidikan beliau membongkar jasad dan roh kertas itu tampa batas dan jauh di luar imaginasi masyarakat amnya. Juga saya melihat beliau begitu mandam akan garis lengkung dan menjurus pada bulatan. Tidak berlebihan, memang itu refleksi peribadi Setiawan Sabana yang kita kenali. Bulat air kerana pembetung, bulat manusia kerana muafakat. Segala yang tiba itu dari tekad dalaman yang membulati dan padu. Begitu peribadi seorang guru juga seorang seniman,”tulis seniman Malaysia yang juga sahabatnya pada April 2017.
Dan kini Prof Wawan selain sibuk melakukan aktivitas akademi juga sedang mempersiapkan sejumlah pameran besar yang sudah terjadwal padat sampai 2019. “Saya pada sampai 2019 penuh dan semoga saja diberikan kesehatan dan terus berkarya jadi saya juga punya plan dengan semua seniman selain proyek seni lingkungan atas respon karya saya tentang Citarum juga dengan seniman muda yang punya visi kedepan bagi perkembangan seni nusantara yang penuh keragaman ini,”ungkap Prof Wawan.
Selamat Jalan Sang Guru….meskipun dirimu telah pergi, karyamu abadi.***
AENDRA MEDITA
Foto-Foto Andi S