SENI.CO.ID – Modernitas telah membawa kita pada percepatan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya terutama perkembangan tekhnologi mutakhir. Hegemoni tekhnologi mengubah habitus dan membentuk persepsi baru kita, disaat yang sama ia menjadi problematis. Ia memiliki nilai utilitas tapi sekaligus mengubah eksistensi manusia yang dipengaruhinya. Akankah tekhnologi mengiringi hidup manusia sebagai alat memudahkan akses dan aktivitas atau ia sendiri “menjebak” pada sesuatu yang tidak bisa kita pilih, sistem misalnya.
Percepatan tekhnologi yang mempengaruhi budaya menjadi isu yang tak bisa diabaikan. Oleh karena itu, seniman perempuan Lenny Weichert, jebolan Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, menggarap isu ini dalam media karya seni eksperimental menjadi signifikan. Karya – karyanya menggunakan bahan kain transparan, lampu LED, video art dan plastic straws. Hampir semua karya dihasilkan dari effek lampu dengan berbagai citra abstraktif dan figuratif, kecuali dua karya menggantung dari bahan kabel dan kawat yang berbentuk figur manusia dengan bayangan yg dihasilkan dari sorot lampu. Salah satu karya lainnya menampakkan bentuk visual figur yang dipancarkan dari sorot lampu, disinyalir karya ini berkaitan dengan isu – isu jender.
Lenny menangkap fenomena perkembangan kebudayaan yang kian masif. Ia melihat lingkungan sekitarnya adalah dampak dari akibat dari pertumbuhan teknologi dan ekonomi, ia banyak melihat hal – hal disekelilingnya bergerak cepat. Dalam gagasannya ia berpikir bahwa dunia terus bergerak seiring perkembangan teknologi yang sangat banyak manfaatnya, serta menghasilkan modernitas pada pergerakan masyarakat, ekspansi, perluasan budaya dan pertumbuhan ekonomi. Tidak ada yang diam dan pasti, benda/object, pemikiran manusia, kecepatan kemajuan, pergeseran makna dan lainnya, akan terus berubah dan bertambah, ruang menjadi tergantung pada tekhnologi dimana sudah menjadi bagian hidup manusia dan dinamikanya.
Dalam diskusi Ruang Two Worlds, di Galeri Kersan Art Studio HUB, di Cilandak, Jakarta Selatan, pada hari Sabtu, 5 februari 2022, yang dimoderatori oleh Mayek Prayitno, tengah menghadirkan pembicara Bambang Asrini Wijanarko, seorang penulis dan kurator seni rupa tinggal di Jakarta. Ia berbicara bagaimana tekhnologi telah membawa publik pada “keterlelapan”. Ruang waktu publik tersedot dalam arus informasi virtual, sehingga orang secara tidak sadar terhipnotis hingga menjadi sedikit bernalar sampai pada hasratnya. Pandangannya yang skeptis terhadap tekhnologi virtual dikarenakan terlalu banyak berita hoax dan manipulasi. Untuk itu ia menghimbau, mengajak waspada, yang ia istilahkan sebagai “keterjagaan”.
Berbeda dengan Magdalena sebagai pelukis lulusan IKJ, menanggapi diskusi ini. Selain Oky Arfie dan Saeful Bahri sebagai penanggap dalam diskusi. Magda justru melihat manfaat tekhnologi dalam pengertian yang bisa dipahami oleh kebanyakan orang, yakni manfaatnya yang sangat praktis. Meski begitu ia sendiri beranggapan, terkadang tekhnologi virtual adalah hal yang penuh kepalsuan, tekhnologi itu tidak natural. Berkaitan dengan karya-karya, Magda melihat ada sesuatu yang sangat hakiki dari representasi karya-karya Lenny.
Sejalan dengan itu, Saeful Bahri yang seorang perupa, lulusan ISI Yogyakarta dan owner dari Kilau Art Studio, melihatnya sebagai salah satu keberhasilan yang luar biasa dalam merepresentasikan karya – karya yang sederhana tapi menggugah. Menurutnya, di dalam ruang two world ini mengesankan antara ada dan ketiadaan, dunia yang tidak nyata itu menjadi real diruang pamer yang memberi wujud persepsi dalam karya yang dipamerkan itu.
Sedangkan bagi Oki Arfie, seorang Dosen di Institut Kesenian Jakarta, karya – karya Lenny dilihatnya ada semacam ambiguitas, proses transformasi dan ketegangan. Ia juga menghadirkan identitas manakala tekhnologi terlalu diagung – agungkan dan tidak bisa diidentifikasi, apakah ia personal atau komunal. Karena tidak jelas dalam ruang digital itu mau apa. Menurutnya, dampak tekhnologi bisa menjadi strategi, sehingga pengaruh teknologi itu bisa disikapi melalui attitude identitas personal. Inilah pentingnya karya Lenny dalam konteks ini. Dalam tanggapaannya yang terakhir, bisakah konsep karya seni sebagai rujukan kajian kritis mengenai fenomena?. ini adalah perkerjaan rumah bagi Akademisi.
Diskusi Two Worlds ini merupakan upayanya Lenny Weichert untuk mendapatkan feedback, wawasan dari audien atau publik yang hidup disekitar lingkungan perkotaan. Sehingga ia sendiri bisa mengembangkan gagasan – gagasannya lebih lanjut. Karya – karyanya secara simbolik memang sangat merepresentasikan kondisi persoalan urban dan menguatnya tekhnologi, gejala percepatan dan pergerakan, perubahan yang terus bertambah, berkurang, berganti bahkan berpindah.
Oleh : Mayek Prayitno