SENI – Dalam upaya melestarikan dan mengembangakan budaya Sunda khususnya upacara adat penyambutan pengantin, Dinas Budaya, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disbuparpora) Kota Cimahi kembali gelar Pasanggiri Upacara Adat Sunda Mapag Panganten se Jawa Barat. Sebanyak 26 Perserta dari perwakilan Kabupaten dan Kota ota di Jawa Bara menyemarakakan kegiatan yang digelar kali kedua pada 20-21 Juli 2018 kemarin di gedung Technoprk Kota Cimahi.
Ero Kusnadi Kepala Bidang Kebudayaan Disbudparpora Kota Cimahi mengatakan, bahkwa kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan kalender event Disbudparpora sekaligus marayakan hari jadi Kota Cimahi yang ke 17 tahun. Dari kegiantan ini diharapak dapat tingkantkan kreatifitas dan produktifitas seniman Jawa Barat khususnya seniman Kota Cimahi.
“Dengan judul besar Kreasi Upacara Adat Sunda, kami berharap kegiatan ini mempu menampil hal baru dari ragam bentuk upacara adat mapag panganten (pejemputan Pengantin) yang berkembang di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Seni warisan nenek moyang kita ini, dikresiakan sedemikian rupa sehingga terlahir karya yang kekinian,” ucap Ero.
Ero menambahkan, kegiatan ini menjadi salah satu detinasi pariwasata di Kota Cimahi. Selama dua hari diharapkan pengunjung datang bukan semata menikmati keragaman seni upacara penjumputan pengantin. Efek sampingnya perekonomian kota tumbuh, nyakni mereka yang datang menginap di hutel sekitar Cimahi dan belaja.
Upacara adat pejumputan pengantin Sunda tidak punya kebakuan seperti halnya di Jawa. Budaya ini terbuka lebar untuk dikreasikan dan dikemas sedemikan rupa, demikian kata Pitri Kurniati Seniman tari asal Cimahi yang sekarang sedang menempuh pedidikan S2 UPI.
Ia bangga bisa terlibat dalam kegiatan ini, karena selain sebagai ajang menyalurkan ekspresi seninya, juga sebagai tempat berbagi pengalaman dan pengetahuan diatara pengiat seni di Jawa Barat.
Suhendi Afriayanto dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, juga salah seorang juri dari kegiatan ini berpandangan.
Jika Edward Bennet Taylor memandang fungsi kebudayaan itu sebagai citra identitas suatu masyarakat, boleh jadi refleksinya dapat diamati dalam kehidupan nyata satu kaum lengkap dengan atribut budayanya. Semisal Jawa Barat yang sebagian besar dihuni oleh Suku Sunda, moto ‘someah hade ka semah (ramah terhadap tamu) juga menjadi ciri yang melekat, yang dikenal oleh suku lainnya sebagai hal yang diyakini baik dalam konteks hubungan antar manusia. Ramah terhadap tamu nyaris melembaga dalam perhelatan khusus yang melibatkan dua atau lebih keluarga besar dala satu pertemuan dalam wujud penyambutan tamu yang selanjutnya ditandai sebagai adat istiadat.
Upacara penyambutan pengantin salah satu wujud penyambutan tamu yang dilakukan di tanah Sunda merupakan kekayaan budaya yang sangat bernilai. Belakangan upacara adat penyambutan yang telah mentradisi tersebut nyaris memudar karena berbagai alasan bahkan di beberapa prosesi telah tergantikan oleh bentuk lain yang jauh dari tatanan kuktural Sunda. Adalah kota Cimahi melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Olah Raga telah mengambil inisiatif sudah dua tahun berjalan untuk merevitalisasi upacara penyambutan yang mengalami masa transisi tersebut dalam suatu kegiatan bertajuk ‘Pasanggiri Kreasi Upacara Adat Mapag Pangantèn’.
“Inisiatif ini sungguh suatu hal yang positif guna memberi ruang apresiasi bagi para penggiat seni tersebut agar terhindar dari kevakuman yang berujung kepunahan dan sekaligus upaya penyelamatan yang cukup masif,” papar Suhendi.
Suhendi menegaskan, karena arahnya inovasi maka lahir invensi-invensi yang tidak terbatas pada satu aspek, sebut saja bentuk dan struktur upacara, tatanan musik, tatanan gerak dari keberagaman sub etnik, tatanan rias busana, sampai pada dukungan artistik yang cukup apik secara visual.| MangHER