Home BERITA Hari Perempuan Internasional, Sang Penari Lena Guslina Sajikan “Elegi Bumi” untuk...

Hari Perempuan Internasional, Sang Penari Lena Guslina Sajikan “Elegi Bumi” untuk Alam Semesta

0

Loading

Ia merespon alam semesta. Ada kepedulian yang kuat. Gerak tarinya mengalun dalam hutan alam raya Juanda Bandung. Lewat caranya ia membedah estetis agar pohon-pohon tak lagi luka, agar satwa tetap setia berumah di rimba raya tanpa cela.

SENI.CO.ID – Taman Hutan Djuanda pintu 2 pagi itu sunyi. Namun suasana menjadi beda pada hari Perempuan Internasional 8 Maret 2020. Ada Lena Guslina alias Legus bersama sejumlah seniman pertunjukan lain disana menyajikan “Dialektika Tubuh Elegi Bumi”. Seniman Tari Lena Guslina, Mussa Hendriks, Rusli Kaleeng, Hilman Kerod  dll hadir tak seperti biasa. Mereka berkolaborasi tarian dan teatrikal di Taman Hutan Raya Djuanda, Bandung, Jawa Barat, Ahad (8/3/2020).

Nama Lena adalah sudah masuk dalam deretan  penari kontemporer Indonesia saat ini. Lena mengakui dirinya bahwa dengan menari ungkapan semua kejujuran tersampaikan. Ia manari dan terus menari, meski sempat berhenti dalam beberapa tahun, namu ia kini kembali menari lagi. Elegi Bumi merupakan drama yang menceritakan tata kelola lingkungan hidup sepeti hutan yang semakin rusak akibat penggunaan plastik dalam kehidupan yang semakin masif dan terus menghancurkan bumi serta menimbulkan kehancuran alam.

Koreografer lulusan STSI/ISBI Bandung ini merupakan koreografer masa depan bagi percaturan tari Indonesia. Dalam refleksi keprihatinan itu sebagai bagian dari Semesta Raya, ia mencoba tawarkan representasi karya tarinya.

Penampilan pagi jelang siang itu ia keluar dari semak dan membaca Elegi Bumi yang memaknai penciptaan semesta dan evolusi tanpa henti dari semesta dan mahluk di bumi, renungan akan keberadaan alam saat ini.

Elegi bumi, adalah ratapan bumi sebagai poros dari seluruh kehidupan di alam semesta dengan seisi makhluk di bumi yakni manusia, flora dan fauna. Disharmoni alam oleh ulah manusia, ketamakan mengeksploitasi isi perut bumi, deforestasi serta alih fungsi menjadi hutan industri yang semakin menyempitkan lahan satwa, Ketakselarasan tata kelola kawasan pemukiman, perilaku masyarakat dengan keseimbangan alam, memunculkan terjadinya rutinitas bencana banjir,dan longsor. Gradasi iklim yang semakin ekstrim dan tidak menentu, inilah pula kompleksitas dan paradoks manusia terhadap ketergantungan alam.
“Budaya plastik pada zamannya memang tak kuasa untuk di tampik, telah merasuk jauh kedalam kehidupan sehari-hari. Plastik telah menyusup menjadi kewajaran menyertai banyak sendi hidup kita. Adalah kemustahilan menampik keberadaan plastik pada berbagai manfaat aspek kehidupan,”jelas Lena pada SENI sebelum pertunjukan.

Dia juga mengatakan saat ini sejatinya kita pula yang dapat membuat pilihan-pilihan agar keseharian kita berperan nyata, berlaku, berkasih sayang dengan alam, agar pohon-pohon tak lagi luka. “Agar satwa tetap berumah di rimbanya, besama ibu bumi terus tersenyum menari,” bebernya.

Namun makna sajian itu lebih menukik lagi saat Lena menvisualkan gerak memainkan kekuatan gerak dalam rentang waktu 60 menit sejak tampil. Ada kekuatan sublim tarian yang dalam tersaji dari Lena. Kekuatan itu adalah makna dia meraih jiwa dari proses raganya dengan alam.

Lena membaca bumi dan memadu kekuatan ekspresi dari respon kekinian. Lena membuat gaya tari dan respon alam visual ekspresi terus bergerak dan respon para seniman lain membuat karya makin lengkap dan terarah sekaligus bermain dengan gerakan mengejutkan.

Lena sudah keliling sejumlah negara Lena sudah pernah melakukan lawatan tarinya. Kisah Elegi Bumi adalah kekuatan mengantar dia jadi penari sebenarnya, bukan hanya panggu yang ia taklukan alam dia respon. Sang penari yang kuat akan jiwa-jiwa alamadalah mengungkap dirinya alam kehidupan dan konsistensi saat ini yang bersentuhan adalah ruang besar. Bravo!!***

Laporan & Foto-foto:  Andi Sopiandi, Editor: Aendra M

 

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here