Home Bahasa Puisi-Puisi Dua Penyair

Puisi-Puisi Dua Penyair

0
Rembulan Mei 2018 (Dok. Tasch 2018)

Pada kali ini kami Redaksi SENI.CO.ID mengahadirkan dua puisi dari dua penulis puisi yang terpilih. Kami sajikan untuk Anda. Kami juga sudah menerima banyak tulisan seni dan budaya, termasuk didalamnya puisi, artikel dan lainnya, Dua penyair ini kami sajikan secara eksklusif kali inidari puisi Acep Iwan Saidi (AIS) dan Taufan S Chandranegara. Selamat menyimak.

— Redaksi Seni.co.id

——————-

MAKAR

Puisi Acep Iwan Saidi

Tidak ada yang lebih makar dari anjing. Dengarlah, bukankah gonggongnya telah mengingatkanmu pada sejarah, tentang seorang anak yang terbunuh pada sebuah demonstrasi. Sebuah peluru melesak di dadanya, dinihari. Kamu tidak sempat mencegah, tiba-tiba senapan di tanganmu memercikkan darah. Mungkin karena tanganmu sendiri memang telah menjadi besi, yang tidak pernah kamu miliki.

Pada suatu hari nanti, barangkali, anjing itu akan berumah di perutmu. Lihatlah, bukankah bokongmu perlahan melengkung, perutmu mulai buncit. Tidak ada yang bisa kamu lakukan selain mengelusnya tiap pagi, di kamar mandi. Sia-sia saja kamu membuang ingatan di closet itu. Mungkin tidak ada yang akan menembakmu. Tapi, kematian lebih cepat datang dari kegendutan, bukan. Dan dari dalam perutmu, anjing itu akan menggonggong, sepanjang malam.

Tidak ada yang lebih makar dari anjing. Gonggongnya seperti sedang menyusun rencana. Barangkali ia akan membuatmu terbujur di sudut kisah, kelak, tepat ketika kenangan melesak ke dalam kepalamu, pada sebuah senja. Kamu tidak sempat mengelak meskipun pagi ini anjing itu kamu tembak.

Bandung, Ramadhan ke 28/1440H/AIS

***

KRONIK

Puisi Taufan S. Chandranegara

Ketika cinta menjadi warna-warni, cahaya tak mampu memilih ruang-ruang di nurani. Lantas langit seolah-olah mencipta mendung, mencipta angin, menderu ombak, menghempas suara debur, menyalakan magma.

Hitam ataupun putih, tak mampu membedakan makna cuaca, sebab, badai terlanjur amuk. Oksigen sembunyi di saku baju, itupun sulit di praduga, saku modernis, kontemporer atau saku eksentrik-isme.

Sebab, akal budi tak mau ikut campur ketika hakikat, makrifat, dibendung teknologi bayang-bayang, agar tak mencapai mufakat pencipta maaf, menyalakan ikhlas.

Stigma berkacak pinggang, siklus hidup simpang siur, berpola serupa isme matematis, seakan-akan menjadi ruh inti-tekno, penentu hidup atau mati zat atom isme alamiah, selaku unsur-unsur penghidup partikel-partikel di jagat raya.

Hal ikhwal semacam itu berada, di antara, dualisme waktu tempuh. Itu sebabnya pula, tak mampu memilih embun di daun-daun, telah dituliskan oleh semesta, aksara-aksara kebijaksanaan analogi alfabetis kemaslahatan.

Akan tetapi, kekuatan teknologi ilahiah telah bersemayam di dalam ruh di badan. Absolut, tak terbantahkan, tak bisa dirubah oleh diktum isme apapun.

Harapan, senantiasa mampu, menentukan, makna hidup. Polusi plastik tidak boleh didaur ulang. Untuk menyambut kelahiran sang fajar, di pusat pusaran zikir alam raya.

Jakarta, Indonesia, 15 Mei, 2019.

***

Acep Iwan Saidi (AIS), lahir di Bogor, 9 Maret 1969. Tamat sekolah terakhir di S3 Seni Rupa ITB, tahun 2007. Kini mengajar di FSRD ITB. Bidang yang digeluti (kepakaran) Semiotika (seni, desain, dan kebudayaan termasuk di dalamnya politik).  Menulis buku, antara lain, Desain, Media, dan Kebudayaan (Buku Referensi, 2017),  Surat Malam Untuk Presiden (Kumpulan Status di Facebook, 2014), Tuhan, Kamu, dan Cinta (Antologi Puisi, 2012), Mendesain Penjara (Antologi Esei Desain dan Kebudayaan, 2011), Metode dan Strategi Efektif Membaca Karya Seni (Buku Referensi, 2009), Narasi Simbolik Seni Rupa Indonesia ( Buku Referensi, 2008), Mengapa Saya, Bukan Aku (Antologi Esei Bahasa dan Budaya, 2008), Aura Waktu, 50 Th ITB (Ketua Tim Penulis), (2009), Notasi Pendosa (antologi puisi, 2007), dan Rindu (antologi puisi, 2017). Aktif meneliti, menulis di media massa, pembicara pada berbagai seminar, dan narasumber media elektronik (televisi).

Taufan S. Chandranegara, Praktisi Seni – Penulis.
Lahir : Jakarta, Indonesia.

Pendidikan non-formal :
Workshop Teknik Tatalaksana Pentas dan Pencahayaan yang diselenggrakan oleh Japan Foundation dan Pusat Kesenian Jakarta/TIM, Workshop Dramaturgi yang diselenggarakan oleh Teater Koma dan Goethe Institute Jakarta. Terlibat dalam Gerakan Seni Rupa Baru 1987. Dengan tema: PASARAYA DUNIA FANTASI. Di Pusat Keseniaan Jakarta TIM.

Karier :
Perancang Grafis PT. Grafiti Pers. Penerbit Majalah Tempo, Medika dan Zaman (1981-1987)

Profesi :
Aktor Teater, Skenografer, Sutradara Teater, Pengarah Artistik, Penata Panggung & Cahaya, Perancang Grafis, Penulis Naskah Drama, 

Perupa: Era 2000-1970.
Telah berpameran tunggal Seni Rupa ke 1 sampai dengan ke 12 pada era 2005 – 2016, dengan tema: TAUFAN 05, TERA, IKON, ORAL (Kritik kepada Korupsi), HUMA, ESAI, ZERO, CINTA, THESHADOW, NO END, THE SCENE OF AN ERA, GUDANG, Taufan bersama teman-teman dari kelompok 12 PAS (Pameran Kritik kepada Korupsi Seri Kedua). Pameran ke 1 sampai dengan ke 12 berlangsung di Jakarta Indonesia. 

Pameran bersama group seni rupa antara lain: Pameran bersama Kelompok Seni Rupa 12 PAS, tema “The wall of Fiction” dengan karya berjudul “The Scene of An Era” 2012 di Galeri Nasional Jakarta Indonesia. Telah mengikuti pameran kelompok “Pelukis Jakarta, tema “Warna-warni Jakarta” 2008 di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Galeri Cipta II Jakarta Indonesia. Telah mengikuti pameran kelompok seni rupa YES 2007, di Galeri KITA, Bandung Jawa Barat. Pameran Seni Rupa dan Grafis group Majalah Tempo pada era 1980 di Pasar Seni Ancol, Jakarta Indonesia. Pameran bersama “Sanggar Garajas Bulungan” pada era 1970 sebagai anggota sanggar tersebut di Bulungan, Jakarta Indonesia.

Aktifitas Teater :
Kelompok Seni Pemuda – Gelanggang Remaja Bulungan, Teater Panuluh, GARAJAS angkatan 1970, Anggota tetap Teater Koma sejak 1981. Kini memimpin Teater Dur.

Karya Naskah Teater :
Bendera (1994), Grass Rock Opera (1998), Saputangan Merah Jambu (1999), Bolong (2000), Opera Sang Sangkuriang (2001), Taman Hati (2003), Monolog Aksioma (2004), Monolog Bangsat (2004), Monolog Kepada Orang Terkasih (2005), Monolog Bunga Di Atas Awan-awan. Atawa Cinta Dibalut Hitam (2005), Monolog Kromo Kronik (2005).  Telah terbit lengkap di Antologi Monolog.  

Karya Buku :
Antologi Monolog Babad Raja Tega (2005)

Filmografi :
FTV Suryakanta Kala-Onah dan Impiannya (penata aristik dan penata cahaya), FTV Cintaku  Terhalang Tembok (penata artistik dan penata cahaya).

Copyright SENI.CO.ID


Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here