Home AGENDA Tiga Karya Penyair dalam Puisi Menguak Corona

Tiga Karya Penyair dalam Puisi Menguak Corona

0

Loading

SENIINDONESIA – SALAM puisi. Indah nian di pembuka tahun ini, puisi-puisi masuk ke redaksi begitu banyak. Sejak kami menyampikan publikasi bahwa kami akan menayangkan puisi tiap pekannya. Diawal tahun ini setelah redaktur menyeleksi, akhirnya kami saat ini terbitkan tiga menyair. Tiga penyair dalam menguak Corona.
Catatan kecil ini hanya pengantar, bahwa para penyiar yang kirim puisi akan berurutan menunggu giliran dimuat sesuai seleksi dari redaktur.
Penyair adalah kaum mulia adanya dan setia dengan cara pandangnya. Ia (penyair) adalah bijaksana dan sangat luhur wibawa yang terpatri didirinya.
Menulis dengan keiklasan tanpa beban dan kuat dalam bermakna dan narasi yang piawai, melihat cakrawala bahkan membaca kondisi bukan saja dirinya tapi ia membuka tabir kehidupan yang terkadang dipandang secara realitas maupun dengan nilai-nilai lainnya. Selamat menyimak tiga penyair yang karyanya kami tampilkan saat ini.
REDAKSI SENI.CO.ID
1.
MATDON
MASIH PANDEMI
kehidupan semakin tidak menarik
kita rayakan saja sunyi ini
di kamar, berdua. hanya berdua
sambil merenungkan perjalanan, kita benamkan kenangan dalam bantal.
angin gemeretak
langit menikam ulu hatiku hingga senja
juni 2021
TAHUN BARU
tuhan..
jauhkan kami dari spanduk spanduk janji
para Bacaleg dan capres
kami cape tuhan..
tiap lima tahun sekali mengusap air mata
bandung akhir desember 2022
PANGANDARAN
diantra rerimbunan ombak
kau berlari menuju laut lepas
satu persatu kau congkel dosa
digigit ikan lalu lahir menjadi karang:
kau
pangandaran akhir 2021
2.
BAMBANG SUYATNO 

DI NEGERI YANG SAKIT

Wartakan pada apa saja
Tentang segala cara untuk meronta
Ditangkap dan dipenjara
Tak seberapa sakitnya

Kemerdekaan yang semu
Memang milikmu
Belanda dan jepang
Ternyata tak pernah pulang

2022

NEGERI MENANG SENDIRI

Sudah banyak cara kamu berusaha
Membungkam setiap lawan dengan penjara
Menciptakan ketakutan dan merawatnya terus-terusan
Bui menjadi tempat singgah bagi penghuni rumah sebelah
Semua kata-kata harus dituntun dan diarahkan seperti mengajar balita
Padahal jelas bahwa setiap kepala pasti beda
Tak bisa kau memaksa aku memakan buah yang tak kusuka
Tak bisa kau memaksaku meniru cara mengupasnya

Bagaimana bisa antar saudara begini rupa
Memusuhi setiap yang beda dengan cara-cara lama
Semua seperti hidup dalam dunia wayang
Yang di dalamnya berisi peperangan antar simpatisan
Dan antar keturunan
Aku kini bertanya
Siapa yang jadi sengkuni dan durna?
Pasti kau berkata tentu saja mereka

Negeri apa ini?
Negeri menang sendiri barangkali
Setiap pendapat harus disertai data yang kuat seperti disertasi
Padahal rakyat masih mencintai negerinya dengan sangat
Mereka masih menyimpan bendera di rumahnya

Mereka masih mau turun ke jalan untuk karnaval kemerdekaan
Mereka masih rela panas-panasan sebagai tanda kesetiaan

Rakyat belum suka revolusi
Meski kiblatmu arogansi
Tapi kamu berubah sedikit sekali
Aku khawatir pada waktunya akan terjadi

2022

IBU PERTIWI

Merdeka adalah kata
Yang semakin sulit dipercaya
Jangan tutup mulutku dengan takut
Aku akan diam dan tak lagi menyebut
Bahwa merdeka hanyalah kentut
2020

 

3.

RIZKI MOHAMMAD KALIMI

SETELAH DADU BERGULIR 
—–Untuk adikku, Rizka Putri Utami
I
Bukan tentang aliran darah

dalam tubuhmu, Drupadi.
Tapi gemuruh nafas
Serta air mata panas
Dalam kesedihanmu
Yang membuatku menurunkan
Anugerah lilit kain tak berujung

II

Drupadi. Setiap hembus nafas
serta ayunan kaki yang kau hitung
dalam deret mistar waktu. Seperti juga gugur
helai rambutmu yang tertiup angin.
Adalah catatan kecil tentang kepergian
yang tak kan kembali.
Tapi batas yang dilahirkan oleh perpisahan
dan juga jarak yang membentang
Tak kan pernah hinggap di antara kita.
Sebab kau adalah perempuan
yang tercipta dari api, dan dengan
Matakulah kau akan melihat
Pendar warna di atas langit
Setelah awan melahirkan butir-butir air hujan

2022

SEBELUM MAUT MENJEMPUT

Nun. pada akhirnya
kita akan menyambangi
titik paling hening dalam hidup,
di mana hanya hembusan nafas maut
yang terdengar memberat gugup.
Langit hanya diam membisu.

Ufuk, juga bayang segala sesuatu
mengabur;menjauh dalam tatap mataku.
Nun, aku akan menyambut maut
yang setiap waktu mengelus kepalaku
dengan tangan terbuka.

Walaupun mezbah dan altar pemujaanku
belum rampung berdiri tegak.
Tapi Nun, sebelum maut menjemput.
Satu inginku, jadikan aku daun talas

yang menampung setiap tetes air matamu.

2022


TETANG 3 PENYAIR

MATDONPenyair,Penulis, Wartawan Dan Rois ‘Am Majelis Sastra Bandung Rizki

BAMBANG SUYATNO,  Lahir di Bandung tanggal 4 pebruari 1972. Kuliah di ASTI (KINI ISBI) Bandung tahun 1991. Pernah bergabung dengan kelompok teater payung hitam bandung, dan Sanggar Sastra Tasikmalaya. Puisinya pernah dimuat di harian umum Pikiran Rakyat, Majalah Sastra Horison, dan di majalah SENI kanal budaya Jakarta. Puisinya terangkum dalam antologi puisi berjudul NYANYIAN CORONA. Kini tinggal di Kota Cimahi.

RIZKI MOHAMMAD KALIMI lahir di Pandeglang, 31 Mei 1998. Rizki
alumni Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, saat ini ia aktif bergiat di Majelis Sastra Bandung (MSB).

(RED/SENI 01012023)

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here