Home DUNIA Antologi Puisi, Iga, Rindu Tanah Plasenta: Tafsir Simbolis dan Kerinduan Syarifuddin Arifin

Antologi Puisi, Iga, Rindu Tanah Plasenta: Tafsir Simbolis dan Kerinduan Syarifuddin Arifin

0

Judul buku         : Iga, Rindu Tanah Plasenta 
Pengarang         :  Syarifuddin Arifin
Penerbit             : Sekar Langit 
Tahun Terbit      : Cetakan Pertama,  2023
Tebal Halaman   :  85 Halaman.

————————————————–

Penyair Syarifuddin Arifin salah satu penyair dan sastrawan Indonesia yang memiliki karya sastra yang menarik. Sastrawan yang lahir di Jakarta pada 1 Juni 1956. Ia dikenal Presiden Ziarah Kesenian Nusantara (ZKN) Indonesia ini menetap di Padang. Buku Puisi tunggalnya Maling Kondang (2012), dan Gonjong Patah (2019) dan  buku “Iga, Rindu Tanah Plasenta” adalah kumpulan puisi terbaru atau ke 6.

Ia juga menulis cerita bersambung dan cerpen. Sajak dan cerpennya ditemui di lebih seratusan antologi bersama terbitan Indonesia, Malaysia dan Singapura. Karyanya juha telah diterjemahkan ke bahasa Perancis, Rusia dan Inggris.

If panggilan akrabnya dan karya puisinya telah mewarnai beberapa surat kabar dan media majalah di Indonesia. Penyair ini punya kepiawaiannya dalam diksi narasi yang penuh metafor mempesona bahkan ampuh dalam sejumlah tafsir yang penuh misteri.

Satu sajak If “Akulah Iga” sajak yang menyuarakan perempuan kekinian persoalan kehidupan (hal 30)

Sebagai seorang penyair If sudah menemukan estetika yang tak pernah berhenti memunculkan sajak penuh tafsir. Karya dalam antologi ini terkumpul dalam sebuah kisah yang penuh simbolis puisi mewakili ciri dari perjalanannya.

Buku puisi-puisi kumpulan If kali membaca realitas perjalanannya imajinasi pencarian bahkan simbol kekuatan yang ada dalam puisinya sangat sublim.

If juga berikan warna lain dari puisi lamanya yang mengambarkan semangat dan gairah yang tercermin diksi yang sederhana bahkan penuh metafora yang elegan.

Pada kumpulan ini ebih menunjukan kedewasaan puisinya yang mengambarkan realitas dan dibungkus dengan merespon kehidupannya. Puisi-puisinya pun bernuansa bersyukur atas pengalaman dirinya  sudah makan asam garam dalam bersastra.

Puisi If relatif  tak sulit untuk dipahami karena karyanya mengalir dalam kehidupan sosial kekinian (sehari-hari) dan  ini  mudah untuk menarik benang merah kehidupan kita umumnya.

Dengan bahasa yang lugas namun penuh rasa  imajinasi karya If  juga  penuh kontempasi sehingga pembaca mengetahui alur berfikir meski penuh tafsir harus perlahan diselami.

Karya If adlaah kompleksitas kehidupan  zaman saya sebagai pembaca sastra jadi paham mengetahui konteks sosial yang membentuk lahirnya If dan sedikit banyak inilah karya If yang memberi warna khazanah  sastra Indonesia.

Dengan membaca buku If kita akan melewati bahwa tafsir imaji dan kontemplasi If adalah perjalan puisi-puisi  adalah warna yang kuat dan tangguh.

Kita lihat puisi Mencium Bayang tahun 2021 (hal 70) Kucium bayang-bayang di balik dinding / dalam kelam kubaca kitabmu / apa yang lebih dari segala?/ hanya kau!

Puisi diatas dalam kumpulan tahun 2023 dan saya temukan juga dalam Sungguh Hanya Kau ( juli 2015)

sungguh hanya kau yang nampak membayang/ menyusuri padang ilalang tengah hari yang terik / paha belalang yang panjang menjanjikan loncatan /
yang jauh sambil melentik-lentik / tapi angin menyuburkan silet /menggoyang-goyang daun ilalang yang panjang / menyayat bak sembilu mengundang keperihan abadi /sungguh hanya Kau!

Akhirnya bahwa buku antologi puisi “Iga, Rindu Plasenta” karya Syarifuddin Arifin  yang telah di luncurkan di kolong jembatan layang (flyover) Depok Baru- sebagai “base camp” Komunitas Sastra Koloni Seniman Ngopi Semeja ini adalah bagian kekuatan karya If.

Selamat If suka dengan imaji dan juga suka dengan seruan kau…. ada lompatan tahun 2015 sampai 2023 kata itu terus terpatri.

(aendra medita)
Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here