Pop Puisi: Antologi Pink (Part 1)
Pink Senyum Merah
Kalau mau menulis terbalik
Sila, tulis saja namamu
Tulis saja nama tanaman
Jangan nama lain, senyumlah
Seraya mengawasi seikat merah
Di antara jambangan pink
Di kedua bola matamu
Biarkan menjadi catatan
Meski, kau suka es krim
Ini, janggung bakar. Ini tape
Pilih semau kau suka
Tak perlu merah pipimu
Sebab, baru saja lalat-lalat
Mengecup bibir merahmu
Meski, tak seindah warna asli
Tak perlu agitasi kue putu
Kau lempar aku dengan batu
Aku melemparmu ke angkasa
Lantas langit berseteru
Katanya, kau benalu!
Kau, bukan burung gereja
Kau, bukan elang pemangsa
Lantas dia siapa?
Di antara kedua telingamu
Jakarta Indonesia, September 15, 2020
*
Pink Senyum Kuning
Sini deh. Ini jambu merah
Ini, pepaya bukan mangga
Ini, mangga. Ini, pisang
Ini, roti bakar rasa nenas
Sudah? Ayo! Makanlah
Kalau kau ragu, simpan di kulkas
Kalau kau bingung, rebus air panas
Kalau kau curiga, bikin nasi goreng
Kalau kau suka, dimakan dong
Atau akan kau biarkan
Seperti bola api membakar hutan
Atau akan kau biarkan
Seperti petir melepas matamu
Di sini atau pun di sana
Langit di junjung bumi di pijak
Pink tak serupa merah
Merah bisa serupa hitam pekat
Jakarta Indonesia, Sepetember 15, 2020
*
Pink Senyum Hijau
Pink, bukan hijau ataupun kuning
Pink, bukan biru ataupun jingga
Pink, bukan ungu ataupun sepia
Pink, tak serupa merah
Kau tahu itu sejak di sekolah
Kau tahu pula, jika pink terbalik
Bisa menjadi warna apa saja
Meski, pink bukan bunglon
Nah, redakan dirimu
Agar kau cermat melihat
Horizon bukan garis lurus
Dia, kurva terbalik
Kumbang lebih tahu dari kepik
Kepik lebih kecil dari kumbang
Semut merah lebih kecil dari kepik
Kepik tak berumah di lubang semut
Kalau kepik kau bilang semut
Atau sebaliknya. Siapa tak waras?
Jakarta Indonesia, September 15, 2020
*
Pink Senyum Biru
Namamu N kalau aku tulis menjadi N terbalik
Kau membacanya menjadi EN menggeram, atau
EN sambil melotot, terserah, itu pilihanmu
Aku cuma mau menulis namamu dengan N terbalik
Hah! Katamu. Hih! Kataku, lalu…
Kecuplah jika itu maumu, jangan malu-malu
Toh, kau tak akan jadi ‘foot note’ atau ‘big foot’
Meski akhirnya kau memilih makan donat
Baik, baiklah. Aku setuju. Kau tak setuju
Hidup memang seperti pisang bakar es campur
Tapi, tidak harus berakhir seperti mie instan
Berpeluklah harapan, aku berlalu, kaupun berlalu
Jakarta Indonesia, September 15, 2020/2015.
*) Taufan S. Chandranegara, adalah praktisi seni