Cerita Pendek Taufan S. Chandranegara
Syahdan. Borosiu, mengidap penyakit, akibat sistem kekebalan tubuh di organnya imun obat kesehatan apapun. Menyebabkan ia mudah men-diksi-kan kata-kata sesuka keriangan hatinya, setara melewati skala frekuensi euforia.
Tokoh Borosiu menderita sakit langka, yaitu, Ambiguius dualis bisul-bisul alias Adb-2, penyakit itu belum ada tandingan obatnya, akan tetapi, berita itu merembes ke khalayak, akibat tercium awak media, kebetulan meliput perkawinan sepupu dari Borosiu.
Sementara itu, kelompok curu-cuap poros suara alias K-2CpS, semakin merajalela ingin merebut kemenangan dari kompetisi adu balapan domba antar desa. Borosiu, ketua pujaan dari K-2CpS, berpeluang kandidat juara.
Borosiu, batinnya senantiasa mudah galau, setara labil, akibat kalah telak pada kompetisi sebelumnya, ia sangat populis di desa berpenduduk paling banyak dari kelompok paguyuban desa ke desa terpadu, sekitar pegunungan tepi pantai itu, memiliki kekayaan alam luar biasa beragam rupa, merupakan desa ke desa terpadu, terindah.
***
Halaman rumah Borosiu. Siang. Sebelum, kompetisi kejuaraan adu balap domba itu di umumkan, di balai umum desa setempat, masih menunggu putusan tim kurator tengah membahas berbagai aspek, untuk mencapai putusan kejuaraan seadil-adilnya.
Borosiu, mengumpulkan penggemarnya, dari berbagai kalangan terpandang di ranah publik lingkungannya, termasuk kelompok pembuat momentum-momentum.
“Loh! Gawat kali tampaknya. Kau lihat lah! Mengapa orang-orang itu berkumpul di K-2CpS.” Suara Sokin nyaring, namun tetap berhati-hati. Sembari memotret momen-momen penting itu.
“Tak juga kau pahami rupanya, kawan. Inilah, temu akbar motivasi.” Obser, juga memotret keadaan. Sokin, bersama Obser, tukang foto keliling, langganan dari desa ke desa terpadu sekitar pegunungan tepi pantai itu.
“Motivasi ini diperlukan Borosiu? Demi mengalahkan kandidat pesaingnya, si Filos itu kan? Terkenal piawai dalam segi perawatan domba untuk adu balap kan?”
“Sssst! Jangan banyak tanya. Banyak mata-mata! Sssst!” Obser, menaikan alis kirinya, memberi tanda. “Di antara tetamu ini ada mereka.”
“Siapa? Mata-mata? Maksudmu, sosok bermata banyak?” Sokin, meyakinkan dirinya.
“Alamak! Sssst! Iya! Tanya lagi aku potret kau.” Obser, memberi tanda menaikan alis kirinya sekali lagi. Tak lama terlihat ketua panitia ajang motivasi itu, naik podium.
“Saudara-saudara, semuanya, tercinta, tersayang, dikagumi, dihormati. Bababa. Babibubebo.” Hadirin penggemar Borosiu, standing applause, serentak bersuara.
“Bababa. Babibubebo.” Serentak duduk kembali. Senyap, tertib tak bermasalah. Ketua panitia perhelatan motivasi itu melanjutkan.
“Saudara, saudara, saudara, sauudaaraaa. Nah. Apa cukup jelas?” Hadirin berdiri lagi.
“Bababa. Babibubebo.” Lalu duduk lagi.
***
Sementara itu. Siang, pada waktu bersamaan. Sosok Filos, sembari menunggu waktu jatuh tempo pengumuman kejuaraan, sebagai kandidat kuat calon juara kompetisi adu balap domba tahunan itu. Sedang asyik, bersama rekan seangkatan, menanam benih di sawah, di ladang, di taman-taman bunga desa setempat.
Penggemar Filos, riang gembira, karena gelar juara dari kompetisi adu balap domba tahun ini, sudah bisa dipastikan di atas kertas, Filos, juaranya. Mereka bersemangat mengolah tanah, menanam benih, tanpa komentar kanan-kiri. Bergerak serentak, mengayun cangkul, sangat indah, bertetes keringat, seolah-olah kompak mantap.
***
Pada waktu bersamaan itu pula, kembali lagi, ke-suasana ajang motivasi gagasan Borosiu, masih tampak ketua panitia meneruskan acara motivasi itu.
“Ini, kesempatan emas, untuk Borosiu. Bababa. Babibubebo.” Hadirin berdiri lagi.
“Bababa. Babibubebo”, suara penggemar Borosiu, seraya duduk kembali.
“Saudara, saudara, saudara, sauudaaraaa. Nah. Apa cukup jelas? Bababa. Babibubebo.” Hadirin berdiri, lantas duduk lagi. Hadir pula Borosiu, di antara kursi para undangan, bersama penggemarnya. Terlihat jelas, Borosiu, manggut-manggut di media layar kaca, merembes air mata haru, entah mengapa menjadi terisak-isak, tersedu-sedan.
Terlihat jelas pula, para calon staf ahli, sejak tadi duduk berdampingan dengan Borosiu. Mengusap air mata haru, teramat sangat, mengalir deras dari kedua mata para calon staf ahli itu. Borosiu pun, sepanjang temu akbar motivasi itu, tak henti-heti mengharu biru.
***
Esok harinya. Tepat pada waktu telah ditentukan oleh institusi desa ke desa terpadu. Kedua kandidat juara telah hadir, akan menyimak pengumuman angka perolehan bagi calon sang juara adu balap domba tahunan itu, di balai umum desa ke desa terpadu.
Namun, secara mendadak, saat itu juga, Borosiu, kejang-kejang, di kursi deret undangan. Borosiu, langsung pingsan, sebelum pengumuman pemenang. Secepat itu pula dilarikan ke rumah kesehatan masyarakat desa setempat.
Pengumuman dilanjutkan. Filos, dinyatakan mutlak sebagai juara ajang adu balap domba tahunan itu, sekaligus dinobatkan sebagai; Man of kindness the year of motivations.
***
Kisah berlanjut. Awak media mendapat info burung, mengenai kesehatan Borosiu, bahwa ia tidak mendapat serangan fatal-segera terkendali. Borosiu, dinyatakan baik-baik saja.
Konon, menurut berita simpang siur, tak setara isu-isu. Tim kesehatan Borosiu, mengirim rombongan perwakilan, utusan untuk menemui Insyapie, ahli medium pengobatan supranatural kontemporer, sekaligus ahli nasihat kebaikan dari desa ke desa, dikenal netral-mumpuni.
Konon pula, dikabarkan oleh jurnal desa ke desa terpadu, bahwa Borosiu, mohon bantuan Insyapie, agar gelar juara Filos, ditinjau kembali.
Insyapie, dengan amat bijaksana, menasihati rombongan utusan Borosiu, bahwa sangat tidak mungkin meninjau kembali gelar juara, Filos itu, di sebabkan, oleh karena, memang bukan wilayah kewenangannya, sekaligus pula, bukan menjadi keahliannya.
Insyapie, menitipkan nasihat untuk Borosiu, melalui tim perwakilan utusan itu, agar Borosiu, menyadari bahwa permintaannya, merupakan pelanggaran pasal hukum moral formal, sesuai aturan dalam ketentuan buku panduan desa ke desa secara terpadu.
Para utusan itupun, menyampaikan pesan persis, seperti nasihat dari Insyapie, tanpa editing atau sensor sedikitpun, hingga ke-diksi titik-koma, dari setiap kalimat, Insyapie.
***
Borosiu, serta para penasihat spiritualnya, juga para calon staf ahli itu, terkenal tak pernah putus asa, baik secara demonstratif maupun secara non-demonstratif, kembali mendatangi dengan seksama secara reguler, terus menerus, ke-kediaman Insyapie.
Rombongan utusan Borosiu, kembali memohon, lagi, agar segera terjadi deregulasi formal setara digugurkan, atau dibatalkan, gelar juara Filos, sebagaimana keinginan mereka, terus memohon, untuk dikabulkan.
Semua awak media meliput kejadian itu, setiap hari, tak henti-henti menjadi berita utama. Apa boleh buat, mungkin, disebabkan pula, oleh karena, ulah aneh dari, Borosiu.
***
Celaka duka celaka banget deh. Takdir tak dapat dihapus. Nasib terus bergulir di angan-angan. Lama kelamaan perilaku Borosiu, serta utusannya, membuat Insyapie, terpaksa menjadi sebel bingit’s deh, melihat perilaku utusan, K-2CpS, dari pihak Borosiu, terus menerus memohon peninjauan kembali, gelar juara Filos, segera batal.
Insyapie, sebagai ahli mumpuni, sebelum menggunakan kesaktiannya memohon ampunan kepada Sang Pencipta, bahwa apapun keputusannya kelak, adalah semata-mata, demi kemaslahatan publik desa ke desa terpadu, agar terbebas dari gangguan teror-permohonan utusan Borosiu, jika kembali datang untuk kesekian kalinya.
***
Nasib tak bisa ditolak. Belum sempat utusan Borosiu, serta para pendukungnya, akan mengutarakan permintaan mereka. Insyapie, membentak dengan suara menggelegar.
“Bosan!!!” Bumi seakan-akan terbelah pecah bergetar terguncang-guncang. Utusan Borosiu, serta rombongan langsung pingsan, kejang-kejang.
Sejak, peristiwa itu, konon, sebagaimana berita telah di lansir dari jurnal desa ke desa terpadu, bahwa Borosiu, berikut utusannya, menderita penyakit Adb-2, semakin menjadi-jadi sangat parah, komplikasi invalid hati, berikut gagal ginjal. Konon pula, dalam jurnal itu dikisahkan, bahwa Insyapie, tetap netral pada kedua grup-profesional itu.
Bahkan Insyapie, sebagai ahli mumpuni di bidangnya, konon, turut membantu kesembuhan rombongan Borosiu, dari penyakitnya. Mengingat segala bentuk korporasi bidang semesta milik Borosiu, telah dinyatakan bangkrut secara masif.
Konon, Borosiu, terserang penyakit kesepian. Tergolek tua-renta di singgasananya. Kini telah buram tak bercahaya, karena tak mampu membeli pulsa token listrik sekalipun.
Demikian mengenai nasib Borosiu, menurut jurnal desa setempat. Ditengah berita miris tentang nasib Filos, tak pernah di ketahui keberadaannya kemudian, sehari setelah hari pertama ia menerima gelar, sang juara.
Jakarta Indonesia, September 18, 2020.