OLEH Matdon – Rois Am Majelis Sastra Bandung
Biasanya petunjukan Longser itu sarat dengan kritikan yang dibalut dengan humor, karena bagaimanapun seni drama tradisonal asal Jawa Barat ini harus memegang teguh prinsipkeasliannya. Apalagi pada zaman penjajahan Jepang Chairil Anwar sangat membenci sebuah seni termasuk di dalamnyasastra dijadikan alat untuk membela pemerinah.
Itulah yang terjadi ketika saya nonton Longser Jumatmalam 10 Maret 2023 di kampus ISBI Bandung berjudul Nyai Mastiti. Semula pergelaran ngaguluyur dengan baik, suguhanjaipong dan alur cerita begitu menggoda, apalagi dialog segar dengan heureuy sunda yang khas membuat gerr penonton.
Berkisah tentang kisah cinta Jajang dengan Nyai Mastiti, seorang anak mandor perkebunan kopi milik orang Belanda, namun karena sang Menir Belanda menyukai Nyai Mastiti, akhirnya Mastiti terpaksa menikah dengan Menir Belanda itu.
Seperti halnya drama tradisi semacam ludruk, Longser pun mempunyai plot cerita yang dialognya diserahkan pada aktornya, artinya dialog yang ada tidak harus berdasarkan naskah yang seharusnya. Semua pemain bebas berdialog asal sesuai dengan cerita.
Namun , sayangnya ketika hamp i r di ujung cerita , seorang pemain gimik dengan menuntun seorang penonton yang saya yakin itu improvisasi yang entah sudah direncanakan sebelum naik pangung atau belum , yang jelas melakukan yang ditarik adalah seorang yang bernyanyi di ingin jadi walikota Bandung, masihmuda dan rajin kampanye dengan drama menangis diataspanggung sambill ngasih uang pada nenek-nenek.
Diatas panggung kemudian ada dialog menjilat Mun ieujadi walikota, pasti longser bakal nanjeur.
Tidak ada hukumnya sebuah pentas drama atau kesenianlainnya berorientasi pada balutan kampanye, tapi itu dalamkampus yang notabene tidak boleh dijadikan ajang kampanye, tapi hal itu bisa dipatahkan dengan disclaimer lainnya. Teunanaon sih, tapi nanaoan.
Pementasa n Longser ini digelar oleh Bandoengmooi dengan sutradara Hermana Hmt . Bandung mooi sejak berdiri tahun 1996 tetap menjaga eksistensi Longser dengan melakukan pewarisan Longser kepada masyarakat dan mewacanakan dalam bentuk pelatihan atau workshop, gelaran pertunjukan secara mandiri dan undangan dari masyarakat atau instansi pemerintah maupun swasta .
Hermana adalah sahabat saya sejak lama dan ia begitu konsisten dengan kesenian , dan tidak meninggalkan nilai – ni lai idealisnya . Kata Mang Her, panggilan akrabnya Longser yang mulai tumbuh sekitar awal tahun 1900-an dan mengalami kejayaan sekitar tahun 1970-1980-an, di era digitalisasi dan budaya asing yang masif mempengaruhi kehidupan masyarakat kita membuat Longser hidup enggan mati tak mau . Jangankan bentuknya , istilah Longser sudah terbilang asing , tidak tersimpan di memori kaum milenial Tatar Sunda saat ini .
Keberadaan Longser saat ini masih diakui, tapi seperti tidak ada. Disebut ada karena dicatat dalam sejarah perkembangan kebudayaan Jawa Barat dan Indonesia. Selain itu ada komunitasdan pelaku budaya yang menghidupkannya. Seperti tidak ada karena sangat jarang dalam satu minggu bahkan sebulan sekaliada pertunjukan seni Longser di gedung kesenian atau di masyarakat.
“Longser terbilang kurang dukungan dari pemerintah daerah,“ ujar Hermana rumahuh.
Oh, mungkin karena inikah pergelaran longser Nyai Mastiti menarik seorang calon walikota agar Longser terus hidup dan diperhatikan pemerintah?
Menanggapi hal itu, Mang Her menjawab, bahwa bahwakritik itu bebas kritik. Tapi semua adegan tanpa ada unsur kampanye yang diselipkan. Hanya spontan melihat penonton.
“Saya suruh pemain menarik seseorang yang nyawer untuk di interogasi sebagai pelaku pembakaran gudang kopi. Kalimat calon walikota secara spontan keluar dari mulut pemain. Jika itu ditangkap sebagai kampanye terselubung wajar saja karena sekarang mulai hangat pencalonan kepala daerah dan presiden. Bukan sebuah gangguan karena kampanye secara resmi belum dimulai dan KPU belum menetapkan calon-calon tersebut . Jadi siapapun sekarang bisa menyebut atau menyatakan diri si a atau si b calon kepala daerah atau presiden , “ ujar Mang Her.