Home AGENDA Cinta itu ‘Tidak Amburadul’

Cinta itu ‘Tidak Amburadul’

0

Oleh: Taufan S. Chandranegara, praktisi seni

Memberi atau menerima. Makan atau tidak. Memilih atau dipilih. Kenyang atau lapar. Pilihan ada pada personal, apapun itu, suka atau tidak suka, cinta atau tidak. Selesai.

Ya. Artikel ini selesai sampai di sini. Karena pilihan ada pada personal. Lantas bagaimana dengan kepura-puraan.

Pura-pura cinta, karena suatu tujuan, tentu, kembali lagi apapun itu, ada, tujuan, atau pencapaian dari tujuan. Jujur atau tidak jujur serupa dengan makan atau tidak, padahal lapar, atau, belum kenyang.

Tapi, mungkin saja, karena serakah, maka kenyang bisa menjadi, belum, atau lapar karena belum makan, padahal sudah kenyang, muter-muter, hihihi, ini analisis sehari-hari non-akademis, hamba tidak sekolah tinggi-banyak sisi atau celah secara teliti harus dilihat, sebelum menentukan cinta atau tidak.

Lantas bagaimana dengan ketulusan. Masih adakah, si tulus itu, ada, kalau ingin tulus, kalau tidak ingin tulus ya sudah, juga, tidak apa-apa, tidak ada saling tersakiti, karena tidak cinta, mungkin, menjadi tidak tulus.

Lantas, apakah anda tulus? Maksud anda hamba? Tidak tahu, hamba terus dalam tahapan proses belajar tanpa henti secara autodidak, mengenai cinta dalam hidup ini-kritik membangun diri, agar, hamba tidak menjadi lebih pandir. Waduh, serba tidak pasti. Apakah kepastian itu ada?

Nah, tidak tahu, pasti atau tidak, kembali melihat kebutuhan dari kepastian itu, untuk apa, mau dibawa kemana. Tidak kemana-mana, oh, ya sudah, mungkin kepastian menjadi tidak di perlukan, karena tidak kemana-mana.

Tidak kemana-mana atau dirumah saja, apakah itu juga kepastian pilihan, atau putusan, personal. Apa ada hal tidak personal, mungkin, ada, banyak.

Semisal ada kucing mati, karena sebab tidak jelas, kucing itu mati di rumah sebelah, rumah itu kosong, bau bangkainya mengganggu lingkungan, maka gugurlah urusan personal, sebab lingkungan membutuhkan cinta dari personal, inheren, kebaikan, kepedulian, tolong-menolong, bergotong royong, menguburkan jasad kucing itu.

Maka bertemulah iman personal menjadi iman kepada lingkungan. Barangkali itu cinta, bisa juga cinta peduli lingkungan-kasih sayang kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Lalu bagaimana, kalau, ada anak bertanya pada bapaknya, apakah tidak boleh, kalau, ada anak bertanya pada ibunya, apakah juga tidak boleh? Kalau, ada anak bertanya, apakah itu pelanggaran iman kehidupan?

Maka bertemulah jalan cinta demokrasi, saling bertanya-saling memberi jawaban. Jadi, sifat dasar demokrasi, adalah edukasi iman; iman pendidikan, seluas langit di badan, langit dalam iman pikiran bening-makrifat demokrasi, maka bertemulah, pucuk dicinta ulampun tiba-semua bahagia, dilarang adigang-adigung.

Syair dari Bimbo, di bawah ini, membawa pandangan hidup seluas iman nurani-itulah Indonesia, sila disimak. Salam Indonesia Keren. Negeri, para sahabat.

Anak Bertanya Pada Bapaknya

ada anak bertanya pada bapaknya​ buat apa berlapar-lapar puasa​ ada anak bertanya pada bapaknya​ tadarus tarawih apalah gunanya

lapar mengajarmu rendah hati selalu​ tadarus artinya memahami kitab suci​ tarawih mendekatkan diri pada ilahi

lihatlah langit keampunan yang indah​ membuka luas dan anginpun semerbak​ nafsu angkara terbelenggu dan lemah​ bunga ibadah dalam ikhlas sedekah

*

Jakarta Indonesia, Oktober 14, 2020

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here