SENI.CO.ID – Ajip Rosidi adalah Sastrawan Budayawan pada 31 Januari 2018 ini genap usaianya 80 tahun. Seniman Sunda kelahiran Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938 ini adalah adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage.
Ajip Rosidi mulai menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Jatiwangi (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir, Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Meski tidak tamat sekolah menengah, namun dia dipercaya mengajar sebagai dosen di perguruan tinggi Indonesia, dan sejak 1967, juga mengajar di Jepang.
Pada 31 Januari 2011, ia menerima gelar Doktor honoris causa bidang Ilmu Budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
Ajip adalah tokoh penting di tanah air. Dalam menulis mula-mula menulis karya kreatif dalam bahasa Indonesia, kemudian telaah dan komentar tentang sastra, bahasa dan budaya, baik berupa artikel, buku atau makalah dalam berbagai pertemuan di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Ia banyak melacak jejak dan tonggak alur sejarah sastra Indonesia dan Sunda, menyampaikan pandangan tentang masalah sosial politik, baik berupa artikel dalam majalah, berupa ceramah atau makalah. Dia juga menulis biografi seniman dan tokoh politik.
Ia mulai mengumumkan karya sastra tahun 1952, dimuat dalam majalah-majalah terkemuka pada waktu itu seperti Mimbar Indonesia, Gelanggang/Siasat, Indonesia, Zenith, Kisah, dll. Menurut penelitian Dr. Ulrich Kratz (1988), sampai dengan tahun 1983,
Ajip adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif (326 judul karya dimuat dalam 22 majalah).
Bukunya yang pertama, Tahun-tahun Kematian terbit ketika usianya 17 tahun (1955), diikuti oleh kumpulan sajak, kumpulan cerita pendek, roman, drama, kumpulan esai dan kritik, hasil penelitian, dll., baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda, yang jumlahnya sekitar seratus judul.
Karyanya banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, dimuat dalam bunga rampai atau terbit sebagai buku, a.l. dalam bahasa Belanda, Cina, Inggris, Jepang, Perands, Kroatia, Rusia, dll.
Pada umur 12 tahun, saat masih duduk di bangku kelas VI Sekolah Rakyat, tulisan Ajip telah dimuat dalam ruang anak-anak di harian Indonesia Raya. Sejak SMP Ajip sudah menekuni dunia penulisan dan penerbitan.
Ia menerbitkan dan menjadi editor serta pemimpin majalah Suluh Pelajar (1953-1955). Pada tahun 1965-1967 ia menjadi Pemimpin redaksi Mingguan Sunda; Pemimpin redaksi majalah kebudayaan Budaya Jaya (1968-1979); Pendiri penerbit Pustaka Jaya (1971). Mendirikan dan memimpin Proyek Penelitian Pantun dan Folklor Sunda (PPP-FS) yang banyak merekam Carita Pantun dan mempublikasikannya (1970-1973). Menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1972-1981).[6] Bersama kawan-kawannya, Ajip mendirikan penerbit Kiwari di Bandung (1962), penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964), Duta Rakyat (1965) di Bandung, Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta (1980), dan Kiblat Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979). Menjadi anggota DKJ sejak awal (1968), kemudian menjadi Ketua DKJ beberapa masaja batan (1972-1981). Menjadi anggota BMKN 1954, dan menjadi anggota pengurus pleno (terpilih dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan menjadi anggota pengurus pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam Kongres 1993), tetapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah seorang Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996). Salah seorang pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin (1977).[6] Sejak 1981 diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka), sambil mengajar di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri Daignku (1982-1994), tetapi terus aktif memperhatikan kehidupan sastra-budaya dan sosial-politik di tanah air dan terus menulis.
Tahun 1989 secara pribadi memberikan Hadiah Sastera Rancagé setiap yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage yang didirikannya.
Setelah pensiun ia menetap di desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Meskipun begitu, ia masih aktif mengelola beberapa lembaga nonprofit seperti Yayasan Kebudayaan Rancagé dan Pusat Studi Sunda.
Karya-karyanya ada ratusan karya Ajip. Beberapa di antaranya: Tahun-tahun Kematian (kumpulan cerpen, 1955) Ketemu di Jalan (kumpulan sajak bersama SM Ardan dan Sobron Aidit, 1956) Pesta (kumpulan sajak, 1956) Di Tengah Keluarga (kumpulan cerpen, 1956) Sebuah Rumah buat Haritua (kumpulan cerpen, 1957) Perjalanan Penganten (roman, 1958, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh H. Chambert-Loir, 1976; Kroatia, 1978, dan Jepang oleh T. Kasuya, 1991) Cari Muatan (kumpulan sajak, 1959) Membicarakan Cerita Pendek Indonesia (1959) Surat Cinta Enday Rasidin (kumpulan sajak, 1960); Pertemuan Kembali (kumpulan cerpen, 1961) Kapankah Kesusasteraan Indonesia lahir? (1964; cetak ulang yang direvisi, 1985) Jante Arkidam jeung salikur sajak lianna (kumpulan sajak, bahasa Sunda, 1967); Jeram (kumpulan sajak, 1970); Jante Arkidam jeung salikur sajak lianna (kumpulan sajak, bahasa Sunda, 1967) Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia (1969) Ular dan Kabut (kumpulan sajak, 1973); Sajak-sajak Anak Matahari (kumpulan sajak, 1979, seluruhnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh T. Indoh, dan dimuat dalam majalah Fune dan Shin Nihon Bungaku (1981) Manusia Sunda (1984) Anak Tanahair (novel, 1985, terjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Funachi Megumi, 1989. Nama dan Makna (kumpulan sajak, 1988) Sunda Shigishi hi no yume (terjemahan bahasa Jepang dari pilihan keempat kumpulan cerita pendek oleh T. Kasuya 1988) Puisi Indonesia Modern, Sebuah Pengantar (1988) Terkenang Topeng Cirebon (kumpulan sajak, 1993) Sastera dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan (1995) Mimpi Masasilam (kumpulan cerpen, 2000, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang) Masa Depan Budaya Daerah (2004) Pantun Anak Ayam (kumpulan sajak, 2006) Korupsi dan Kebudayaan (2006) Hidup Tanpa Ijazah, Yang Terekam dalam Kenangan (otobiografi, 2008) Ensiklopédi Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. 2000 Ajip juga menulis drama, cerita rakyat, cerita wayang, bacaan anak-anak, lelucon, dan memoar serta menjadi penyunting beberapa bunga rampai. “Tokoh: Anugerah Sastera Mastera Brunei Darussalam” 2003.
Ajip Rosidi dalam usianya 80 tahun kini menjado tonggak sejarah sastra Indonesia yang mumpuni. Dan saat ini bahkan dia yang dipercaya mengelola Pusat Dokumentasi dan Sastra (PDS HB Jassin) Selamat Milangkala ke 80 Kang Anda Urang Sunda yang Hebat. Hormat kami. |dbs/AHM