OLEH Susi Andrini, Pengamat Seni & Budaya
Masih ada waktu jika ingin menikmati lukisan ‘tubuh’ tiga seniman perempuan yang sudah malang-melintang dalam dunia senirupa di ArtSerpong Gallery, Serpong.
Mereka adalah; Ayu Rika, Indyra dan Ni Nyoman Sani yang berlangsung pada 23 September – 23 Oktober 2022. Parmeran bertajuk, “Meta Hasrat,”mengandung dua kata, ‘meta’ dan ‘hasrat’. Meta sendiri memiliki beberapa makna seperti; setelah (after) atau melebihi (beyond) atau dibelakang (behind), tergantung dari penggunaanya. Sedangkan hasrat (desire), adalah kata yang sudah diidentifikasikan sejak masa/era purba dulu. Dalam Republik Plato, Sokrates berpendapat, hasrat individu harus ditunda atas nama cita-cita yang lebih tinggi.
‘Meta Hasrat’ yang diejawantahkan melalui karya-karya lukis dalam pameran ini merupakan sebuah bahasa metafor mengenai perkembangan ‘mitos estetisme tubuh’ di era moderndewasa ini. Dalam katalog disebutkan bahwa, tubuh memberikan inspirasi yang sangat kaya karena di dalam tubuhterkandung berbagai dimensi pengalaman.
Oleh karena itu,pengalaman kebertubuhan merupakan sumber inspirasi yang multi dimesional sebagai ‘mesin hasrat’ yang membangkitkan mitos estetisme tubuh.
Dan yang paling utama adalah mengenai idealisme tubuh yang menjadi perlambang eksistensial kaum perempuan. Secara umum permasalahan estetisme tubuh dipahami dari sisi kesehatan yang berarti kesehatan fisik. Tetapi yang menjadi permasalahan sebenarnya justru bukan kesehatan fisik, melainkan kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa inilah yang sesungguhnya tersirat untuk disampaikan pada meta hasrat ‘tubuh perempuan’ pada lukisan trio pelukis perempuan sebagai suatu hasrat dan apakah kehidupan perempuan pada dasarnya sebagai penciptaan mitos, ataukah justru terjebak oleh lingkaran mitos-mitos?
Tiga pelukis perempuan, Ayu Rika, Indyra dan Ni Nyoman Sani memberikan satu penafsiran pengalaman empiriknya mengenai eksistensi kebertubuhan melalui karya-karya lukisan “MetaHasrat”.
NI Nyoman Sani “Ekspresi Wajah”
Memasuki ruang rupa di Art Galery serpong akan disuguhkan dengan karya Ni Nyoman Sani yang menghiasi dinding – dinding besar dengan lukisan yang besar pula dengan judul The Look Series #14 – Gratitude 200 x 200 cm Acrylic and Dermatograph on Canvas 2022
The Look Series #14 – Gratitude Brave – 200 x 300 cm Acrylic
“Brave” Acrilic On Canvas 2021
Pada gaya lukisan Sani yang selalu identik dengan tubuh, perempuan dan dalam perkembangannya kini melukis dengan tampak wajah yang nyata, sebelumnya wajah tidak terlalu di tampakkan lebih kepada lekuk tubuh dan fashion, sehingga melihat karya Sani yang dulu agak berbeda melihat perkembangannya. Ekspresi tubuh dengan wajah memberikan karakter nyata pada Sani yang semakin kuat. Jelas sekali di sini Sani dengan berani melihat dan menjalani pada metafor kehidupan.
Gambaran teratai seperti ingin mengatakan, “ya saya di sini dengan dan dalam kondisi apapun tetap kuat dan tegar sebagai perempuan.” Apalagi teratai dengan bunganya yang indah bisa hidup dan bermekaran bunganya di tengah air bahkan pada genangan lumpur sekalipun. Goresan lukisan yang halus dan jelas memberi kesan tersendiri bagai karya-karya Sani yang kini semakin ekpresif lewat wajah-wajah yang disuguhkan dalam beberapa seri lukisan “Look Series # 13” (2022), “Look Series # 14” (2022) “Look Series # 15” (2022) serta seri wajah(face).
Karya-karyanya menyuguhkan gambaran karakter dari wajah perempuan yang tampak datar tapi kuat dan tajam seperti terlihat pada sorot mata, bibir yang mengatup, ataupun aksesoris lainnya seperti bunga teratai yang menghiasai kepala bahkan adayang sampai menutupi wajah. Sani tampak ingin menyampaikantentang apa yang dirasakan olehnya mengenai keadaan jiwaperempuan. Pada goresan mata menggambarkan Bahasa tubuh yang ingin disampaikan, mata tak pernah berbohong, mata selalu menggambarkan kejujuran, bahwa arti dari tertarik ataupun tidak, setuju ataupun tidak dapat dilihat dari sorot mata. Demikian juga dengan bibir, sebagai komunukasi yang ingin ia sampaikan meski dalam keadaan bibir terkatupm terbuka ataupun hanya setengah terbuka semuanya seperti memberikan sign untuk sebuah pesan
Pada karya=karya lainnya berjudul “Face Series” (2021) sebanyak empat buah, dengan dua di antaranya dilukis bermediakan acrylic on canvas, Sani melukiskan wajah seorang perempuan dengan wajah-wajah, mata, bibir atau pun mimik wajah yang wajar dan alamiah. Pada satu lukisan terdapat bunga berwarna kuning, yang disematkan pada bagian telinga dan menutupi sebagian rambutnya. Pada series berikutnya, Sani menggunakan media campuran antara lukisan dengan mengkolase kain bermotif bunga teratai. Motif bunga terdapat pada bagian atas objek wajah. Seolah Sani ingin mengatakan adanya keberanian untuk bangkit dari segala persoalan yang ada dalam kehidupannya.
Menurut Aa Nurjaman, memberikan ulasan pada katalog pameran tersebut bahwa; Karya-karya Ni Nyoman Sani, dalam psikoanalisis Freud merupakan pengejawantahan rasio (ego) sbagai pertanggungjawaban atas perilaku hasrat (id), yaitu suatu tingkatan pemikiran untuk menyelaraskan tuntutan id dalam mencapai kepuasan. Hal tersebut terlihat pada beragam karakter wajah beserta simbol-simbolnya merupakan perwujudan dariego, dimana ego menerima doktrin-doktrin dari luar dirimanusia berupa aturan-aturan sosial dan norma-norma agamayang ditangkap oleh alam kesadaran yang disebut super ego.
Indyra “Hasrat Tubuh”
Menaiki ruang pamer di lantai dua akan disuguhkan karya-karya Indyra. Saat menatap lukisan-lukisan yang terpampang hampir memenuhi tembok dan sebesar daun pintu tampak lukisan telanjang tanpa rupa yang jelas yang terkesan erotis. Namun bila di amati lebih dalam lagi lukisan-nya mengungkapkan persoalam identitas tentang keperempuan–an. Karya-karya tubuh telanjang, terwujud secara tidak beraturan hal ini menyiratkan kedalaman dari makna karya yang dalam, ada kesedihan, ketangguhan, pengorbanan, kepasrahan, kegalauan, tekanan, keresahan ataupun kesenangan yang tersembunyi ketika berhasil memaknai akan ‘tubuh’.
Seperti dalam karya “Before the Mirror” (2022), Indyra melukiskan tubuh perempuan yang terduduk di muka cermin.Tampak seperti melihat dan menelanjangi diri sendiri tanpa batas lewat sebuah cermin yang bisa memantulkan ataupun mengoreksi diri sendiri. Maka di sini cermin diibaratkan sebagai alat ukur kesempurnaan tubuh untuk tampil sebagaimanadikehendaki.
Dalam karya lukisan lainnya seperti “Frontilited”(2022), Indyra melukiskan pose perempuan dalam posisi yang mengangkang, dengan wajah tersaput sapuan warna monokrom coklat kehitaman. Ataupun lukisan berjudul “Naked Soul”(2022), Indyra melukiskan tubuh perempuan yang utuh. Memandang lukisan ini ada kejujuran yang dirasa menyeruak di dalam jiwa. Sebuah kemurnian ataupun kepolosan dari seorang Indyra, bahwa dia tak membutihkan apapun kecuali rasa aman nyaman dan bahagia yang mungkin bisa menyeruak dalam kehidupannya.
“Bodily” (2021)
Di sisi lain karya “Bodily” (2021), yang juga menjadi favorit kaya Indyra, menyuguhkan lekuk tubuh perempuan, meski tampak tak utuh tapi mampu untuk menggugah rasa dan imajinasi bagi siapapun yang melihatnya. Namun justru keindahan lekuk tubuh itu tak bisa dinikmati dan dilihat oleh sang pemilik tubuh.
Melalui karyanya ini, Indyra lebih ingin menjelaskan tentang raga manusia sebagai penjara jiwa. Raga adalah sesuatu sebagai selubung bagi jiwa yang terpenjara, tampak begitu indah, seperti yang diungkap oleh Nurjaman, bahwa jasad manusia adalah sebuah penjara yang begitu indah dan menggiurkan. Betapa tidak, penjara jiwa yang berupa jasmani itu dilengkapi oleh seperangkat mesin yang begitu kompleks berupa energi. Lahirnya nafsu makan, minum, berkembang biak,mengejar kekayaan, kenyamanan adalah energi yang bersumber dari perangkat jasmani, karena jiwa tidak membutuhkan itusemua. Jiwa hanya butuh satu hal, yaitu ketenteraman.
Dalam karya ”Solus” (2021) Indyra melukiskan tubuh telanjang seorang perempuan yang berdiri dengan gelisah. Bentuk ketelanjangan dalam lukisan ini dimaksudkan guna membedah karakter secara personal, bahwa setiap insan manusiamemiliki satu karakter, dan pasti berbeda abtara karakter manusia yang satu dengan yang lainnya. Makna ketunggalan karakter merupakan sifat dasar, Bahasa tubuh merupakan bentukpengejawantahan karakter secara personal. Pada karya ini,Indyra menegaskan bahwa karakter bersifat tunggal. Setiaporang memiliki karakternya sendiri-sendiri.
Dalam karya “Skin Temperature” (2022) Indyra melukiskan tubuh seorang perempuan yang sebagian tubuhnya terbungkus oleh terangnya cahaya. ‘Skin Temperature’ yang dimaksudkan dalam lukisan Indyra bisa ditafsirkan sebagai‘hangat’atau ‘dingin’nya jiwa seseorang. Ketika kita bersentuhan dengan seseorang dan merasakan kehangatan, itu lebih berarti kepada kehangatan jiwanya yang membawa kearah kenyamanan dan ketenteraman. Tetapi ketika merasakan kulit seseorang dingin ataupun terlalu panas, bisa jadi, menjadi tidaknyaman, dan merasa diri terganggu oleh keberadaannya.
‘Antara Luka dan Kenikmatan’ Dalam Karya Ayu Rika
Menaiki tangga paling akhir adalah lantai 3 yang memajang karya-karya Ayu Rika. Sesaat pemirsa akan terhenyak dengan lukisan besar yang hampir memenuhi seluruh dinding.
Lipatan-lipatan tubuh perempuan tidak terkesan kurus ramping dan mulus sebagaimana mitos kecantikan perempuan masa kini yang digambarkan. Justru sebaliknya memandang jauh kebelakang seperti abad 18 kecantikan perempuan yang digambarkan dengan tubuh gemuk dengan perut menggelambir dan buah dada yang besar. Sedikit ada kengerian memandangi karya-karya Ayu yang menggoreskan rasa sakit namun juga terasa ‘menikmati’.
Dalam katalok tertulis, Karya-karya Ayu Rika dalam pameran ini memperlihatkan suatu upaya untuk keluar dari kondisi traumatiknya dengan mengekspresikan tubuh sebagai wadah sekaligus kerangkeng baja untuk jiwanya yang bebas. Kekerasanfisik maupun non fisik yang seringkali dialaminya justrumemunculkan obsesi dan gairah tersendiri mengenai luka pada tubuh maupun jiwanya menjadi inti pembentukan karya-karyanya.
Overhaul 300×250
Overwhelme 200 x 200 oil on canvas (2022)
Karya-karya Ayu dilatarbelakangi oleh peristiwa- peristiwa yang bersentuhan langsung dengan tubuhnya. Kondisi kebertubuhannya seolah-olah terbentuk oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak masa kecilnya yang menyisakan luka hingga kini. “Saya lahir di Grobogan, Jawa tengah. Tumbuh dan berkembang di daerah Lereng Kendeng yang sarat akan panasbumi, saya kira luar biasa mengambil andil dalamketidakstabilan emosional serta ke tidakseimbangan pola dan gaya hidup yang saya kenali sedari kecil. Tempat yang cukup mengantar saya menyaksikan dan mengalami secara langsung kekerasan verbal maupun fisik secara intens”. Hal kompleks terkait kekerasan yang tanpa disadarinya menjadi (punjer) sebagai titik pangkal masalah. Sebuah titik pusat yang dilematik,seperti dapat kita lihat dalam beberapa karyanya antara lain:
Lihat saja dalam karya “Overhaul” (2022), dimana Ayu melukiskan tubuh seorang wanita setelah melahirkan. Fase setelah melahirkan dengan tubuh dan perut yang tidak ramping lagi, perut yang tersayat dengan pisau bedah ‘Overhaul’, suatuperistiwa yang mencampur-adukkan hasrat dan ketakutan padasaat proses persalinan. “Dimana tubuh saya dihadapkan pada rasa yang kompleks yang membiaskan parameter rasa. Keinginan untuk segera berhenti sekaligus ingin mengulang,terjadi secara bersamaan. Mengantar saya pada ambang hidupdan mati dalam makna yang sebenarnya”.
Ayu mengaitkan ‘overhaul’ dengan istilah ‘turun mesin’ sebagai perombakan, dalam arti tubuhnya dan mesin memilikikonteks yang saling bertautan. Luka pada bagian perutnya adalah wujud dari kerentanan manusia, yang mengingatkan kembali akan kefanaan. Menilik karya “Overwhelmed” (2022) Ayu juga melukiskan tubuh seorang perempuan yang seakan mulai beralih fungsi, yang tadinya mengandung, melahirkan dan menyusui.
Payudara sebagai bagian terpenting bagi kehidupan makhluk kecil untuk menghisap air susu sebagai kehidupan baru, ada kernyit rasa sakit namun juga kenikmatan dapat menyusui untuk memberi kehidupan baru bagi seorang makhluk kecil untuk keberlanjutan dalam kehidupan. Overwhelmed diartikan sebagai rasa sakit dan nikmat yang seakan kehilangan sekat, bercampur dalam wujud saripati untuk tumpah membludak. Di sisi lain, menjadi Ibu adalah esensi hidup yang sebenarnya bagi kaum perempuan.
Begitu juga karya-karya lainnya seperti “Pause # 2”(2022), “50” (2022), yang melukiskan potret seorang perempuan beberapa jam setelah proses persalinan cesar (c-section). Gambaran perempuan yang setengah pingsan,adalah kondisi akibat proses pembiusan. 50 diartikan sebagai separuh dari angka 100, suatu simbol yang mewakili kondisi kesadaran beberapa jam setelah persalinan. Suatu kesadaran diantara hidup dan mati yang mengambang tepat pada tengah garis merah pada ukuran glassgow coma scale (CGS) di rumah sakit.
Mengutip dari katalog pameran Karya-karya Ayu Rika dalam pandangan psikoanalisis seperti jeritan-jeritan atau disebut neurotik yang erat kaitannya dengan kecemasan, tatkala proses bius dijalaninya. Pengalaman getir itu secara tidak disadarinya bersambungan dengan pengalaman kekerasan dimasa kecilnya ketika ia masih tinggal di Lereng Kendeng, Grobogan.
Memang dalam pengalaman asli, subjek dan objek bercampur aduk dengan segala kualitas lain, seperti anekaperasaan yang kabur, impian bawah sadar dan seterusnya. Dunia dan kehidupan adalah bagian dari dirinya. Maka mengenai hasrat kehidupannya, Ayu menegaskan “Sebuah gairah yang berkecamuk meronta, ingin dibebaskan. Deru amukan gairah ini seringkali membiaskan parameter saya terhadap perubahan rasayang signifikan. Antara rasa sakit dan nikmat,saya kira semestinya ada semacam pagar besi di antara keduanya yang entah bagaimana pagar itu seperti tercerabut begitu saja. Menyisakan hasrat lugu yang sungguh bercampur aduk ketika menikmati rasa sakit di dalam jiwa saya” (Ayu Rika,20 Juli 2022).
Melalui karya-karya lukisan tiga pelukis ini sarat dengan masalah keperempuan-an yang tidak hanya persoalan tubh belaka namun juga dengan segala permasalahan yang ada. Jika dianalisis dari sudut teori komunikasi gender (standpoint theory); yang meliputi 1) Sikap (Standpoint), Sudut pandang ini diperoleh melalui interaksi, usaha dalam hierarki sosial, pengalaman dan pemikiran, 2) Pengetahuan Tersituasi (Situated Knowledge), Seseorang yang memiliki banyak pengetahuan dari alamiah melalui pembelajaran dan pengalaman, hal ini merupakan pengetahuan seseorang berdasarkan keadaan dan konteks. 3) Pembagian Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin (Sexual Division Of Labor ) Dengan pandangan feminis. Hal ini mengaitkan dengan Sexual Division of Labor yang didasarkan oleh jenis kelamin. (Fatonah & Andrini, 2022).
Melihat karya-karya tiga perempuan pelukis ini memberikan satu makna akan “Bahasa tubuh” perempuan yang tersirat dan penuh makna yang di dalamnya penuh dengan pembelajaran.***
———————
Referensi
Fatonah, N., & Andrini, S. (2022). Budaya Patriarki Dalam Pembungkaman Perempuan Pada Film “ The Stoning Of Soraya M” (Kajian Komunikasi Gender). Journal of Feminism and Gender Studies, 2(1), 72. https://doi.org/10.19184/jfgs.v2i1.29477
Katalog pameran Meta Hasrat – Art Gallery Serpong 23September – 23 Oktober 20222
Thornham. 2010. Teori Feminis dan Cultur Studies.Yogyakarta: Jalasutra.
Sponsor