Home AGENDA Sepintas Teater Bel, Naskah dan Aktor

Sepintas Teater Bel, Naskah dan Aktor

0

Oleh Erry Anwar | Dramaturg Teater Bel Bandung

Aktor adalah darah dan daging sebuah pagelaran Teater. Terlebih jika yang diusung adalah pertunjukan yang “biasa” tidak absurd-tidak masakini-tidak neko-neko dengan aliran (genre) realisme, maka aktor adalah harga mati untuk keberhasilan pertunjukan. Tetapi selain membutuhkan aktor, yang menarik dari pemilihan pagelaran drama dengan aliran realisme ini adalah –jika pagelaran itu menjadi berhasil memukau penonton pada hari “H”— pementasan tersebut sekaligus dapat pula melahirkan aktoraktor baru.

Aktor yang mumpuni tentu dia bukan melulu berhasil menumbuhkan darah dan daging dari peran yang akan dimainkannya tetapi juga dia perlu sampai memasuki mentalitas dan memberi sukma tokoh yang diperankannya tersebut.

Aktor yang sampai pada kualitas “menghidupkan“ peran tersebut maka dikatakan dia telah berhasil memerankan watak tokohnya. Pendekatan dan tujuan itulah yang selama ini menjadi “magma” dari pola pelatihan drama di Teater Bel Bandung, yang pada mulanya bernama Teater Gelanggang Remaja Bandung, yang didirikan pada tahun 1972, dan sejak tahun 1985 bersalin rupa dan nama menjadi Teater Bel, agar dapat melepaskan dirinya dari kesan remaja, sebab sejak tahun 1980-1996 itulah kelompok teater ini mencapai puncak-puncak keberhasilan diberbagai bidang.

Antara lain dalam menyusun format pembelajaran drama, jumlah pagelaran yang dilakukan, jumlah murid, tumbuhnya diverifikasi anak-anak kegiatan. Tetapi sayang ketika Soeharto mundur dari jabatan Presiden R.I, ditahun 1998, Teater Bel juga mundur dari gelanggang, kegiatannya surut secara drastis hingga akhirnya mati suri selama 10 tahun.

Hal ini terjadi karena sejak gonjang-ganjing pelengseran Soeharto, di tubuh Teater bel pun mengalami friksi yang kuat dari dua kelompok yang saling bertentangan waktu itu, yaitu antara mereka yang menuntut pelengseran Soeharto dengan mereka yang membelanya, yang dahulunya kawan dalam berkesenian ternyata bisa menjadi lawan.

Sekelompok turun ke jalan membela “pelengseran” yang lainnya ikut turun ke jalan membela “status quo” dalam wujud kreatif berbagai tampilan seni-jalanan kalau boleh dikatakan begitu, agar tidak terjerumus ke kesenian kitsch.

Baru saat memasuki tahun 2008 beberapa anggota mengajak untuk menghidupkan kembali kelompok teater ini seperti dulu. Rupanya undangan ini disambut gembira oleh para anggota lainnya terutama penggiat-penggiat utamanya. pada medio November 2008 pentas berlangsung di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Dago-Bandung, dan sejak itu kelompok teater ini kembali menyusun langkah untuk kembali kepada khitahnya.

Kembali kepokok soal yang telah di angkat sejak awal tulisan ini yaitu aktor lahir dari naskah-naskah realisme yang baik; secara bahasa, secara tematik, secara struktur, dan secara gagasan . Naskah “Musuh Masyarakat “ ini memenuhi keempat unsur itu. Pertunjukan Drama Musuh Masyarakat, karya Henrik Ibsen ini yang adalah karya seorang penulis Norwegia yang lahir 20 Maret 1828 – wafat 23 Mei 1906, pada usia 78 tahun, disutradarai oleh Yusef Muldiana dan berpasangan dengan dramaturg Erry Anwar in akan dibawakan oleh Teater Bel Bandung di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Jalan Baranang Siang –Kosambi Bandung, pada hari Sabtu 14 Oktober 2017, jam 13:00 dan hari Minggu 15 Oktober 2017, jam 19:30 ini.

Pertunjukan ini patut ditonton oleh masyarakat umum karena dimainkan oleh aktoraktris handal kota Bandung. Antara lain: Indrasitas : Dokter Stockmann, Gatot W . Dwiyono: Peter Stockmann, Yati Suyatna: Mortina, Lisa H, Pandansari: Ny. Stockmann, Ria Nilam Sari: Petra Stockmann, Agus Safari: Hovstad, Yadi Mulyadi: Aslaksen, Lanang Kusasih: Billing, Conie C. Karimun: Kapten Horster dan banyak pemain lagi. Keistimewaan lain dari pertunjukan Musuh Masyarakat ini sehingga patut untuk ditonton adalah yaitu secara tak langsung tema dan gagasan yang diperjuangkan tokoh utamanya kebetulan sama dengan masalah dan suasana di Indonesia, di Jakarta khususnya beberapa bulan yang lalu.

Bagaimana kelompok mayoritas masyarakat menekan kelompok minoritas dengan segala cara bahkan acap tidak berdasarkan akal sehat dan memperkeruh suasana.

Peristiwa dan suasana semacam itu terjadi dalam Musuh Masyarakat sebagaimana dapat dibaca dari sinopsis berikut.

Bagaimana seorang dokter yang adalah juga ilmuwan penuh gagasan baru, pada masanya itu, tertarik untuk meneliti kualitas air di tanah kelahiran yang dicintainya. Ternyata kondisi air tanah di daerah itu sangat memprihatinkan, tidak sehat karena dipenuhi oleh jasad renik, yang tumbuh berkembang akibat pembuangan air kotor secara sembarangan, hasil dari proses penyamakan kulit di luar kota.

Bahkan air kotor tersebut telah merembes kesaluran untuk bahan air baku masyarakat kota dan juga ke pipa air untuk pemandian-pemandian tempat hiburan yang dimiliki masyarakat di dekat pantai.

Apalagi pemandian-pemandian tersebut adalah sumber utama pemasukan pajak penghasilan bagi pemerintahan kota itu. Maka segelintir elite kota tersebut yaitu Walikota (yang adalah kakak kandung si dokter), redaksi surat kabar yang memiliki agenda sendiri untuk menggulingkan tampuk kekuasaaan lama dan pemilik percetakan sekaligus Ketua Perhimpunan Pemilik Pemandian Kota yang merasa tidak sanggup menanggungkan biaya perbaikan saluran air dan kualitas air yang diperkirakan sangat besar jumlahnya oleh Walikota .

Akhirnya mereka semua menggalang kekuatan dengan segala cara untuk menjegal keinginan dokter menyebarluaskan penemuannya itu, yang dinyatakannya sebagai kebenaran ilmu-pengetahuan oleh sang dokter. Juga kelompok segelintir elite kota tersebut melakukan penggalangan massa, sehingga menjadi gerombolan mayoritas untuk menolak penemuan sang dokter.

Hingga berujung pada perbuatan anarkis dari masyarakat banyak terhadap dokter, keluarganya dan tempat tinggal mereka. Nah keasyikan serta kedekatan tema yang digarap dari naskah yang baik ini akan menjadi juga pendorong untuk aktor dalam menemukan kesamaan dengan kenyataan hidupnya sehari-hari.

Mencari kesamaan dengan sikap-folosofi-pemikiran-perasaan dari tokoh yang diperankan oleh pemain dengan dirinya adalah salah satu kunci pendekatan akting dan keberhasilan akting. Ada banyak unsur lain untuk menjadi pemeran yang berhasil dibidang keaktoran ini.

Semua perangkat pemeranan untuk mencapai tingkat “menjadi” peran yang dituju hanya dapat diuji kebenaran dan keberhasilannya melalui naskah realisme yang baik, yang membuka kemungkinan untuk berkembangnya permainan dan penemuan si pemeran atas puncak adegannya sendiri serta puncak adegan pertunjukan itu secara keseluruhan.

Menurut saya naskah Musuh Masyarakat ini adalah salah satu naskah yang tepat untuk berlatih seni peran dan menjadi aktor. Salam hangat sampai jumpa pada pertemuan lain yang menggigit kesadaran kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. | SENI/her

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here