SENI – Dalam akhir pekan ini kami sengaja mengahadirkan sosok menarik yang bergelut dalam hal ihwal perancangan event seni yang penuh warna. Siapa dia silakan simak laporannya.
Deretan benda seni tersusun apik dalam ruang pamer – art space. Tempat yang menjadi media percakapan saling berinteraksi dan berkomunikasi, tercetus nama Dia lo gue (percakapan) untuk sebuah galeri yang berada di sudut wilayah Kemang Jakarta Selatan, tempat dimana Windi Salomo beraktifitas dengan berbagai kesibukannya. Galeri merupakan sebuah institusi yang peduli akan sebuah hasil cipta karya seni, khususnya dunia seni rupa dan Silent Business adalah sebuah format yang biasa dipakai dalam menjembatani karya cipta seorang seniman kedalam sebuah even ruang pamer.
Gaya hidup kini sudah sangat bersinggungan dengan dunia art-seni. Ambience art mulai hadir tidak hanya pada perusahaan kreatif saja, perusahaan standar semisal perbankan, asuransi,finance, properti mulai menghadirkan art decorate kedalam suasana kantor.
Bila dulu suasana art decorated hadir hanya dalam industri kreatif seperti advertising, interior desain atau production house. Kini ambience art pun hadir dalam peformance art decorate office di segala bidang usaha atau bisnis. Bahkan kini di beberapa orang penyuka seni, suasana rumah pun mulai muncul ambience gallery, dari ruang tamu hingga toilet kamar mandi. Pajangan barang berseni kadang terpajang tergantung dibeberapa bagian rumah, mulai dari lukisan, bingkai foto, merchandise ataupun obyek patung.
Windi Salomo
Hampir enam belas tahun Windi Salomo, wanita cantik,smart,tomboi nan ulet mulai menekuni bisnis benda seni rupa berkualitas, hingga akhirnya bergabung membuka sebuah galeri bersama Hermawan Tanzil pemilik Creative House – la Boye Kemang, Franky Sadikin pemilik galeri Aryaseni –Singapore. Mereka bertiga kemudian berkolaborasi membuat ruang pamer-Galeri dengan Coor Business semua lapisan , mulai dari anak sekolah pecinta seni, pebisnis hingga kolektor mapan.
”Orang suka berbisnis galeri karena fesyen mereka rata-rata adalah art. Dia senang akan sesuatu yang berbau kreatifitas, ke indahan dan sangat spesifik adalah hasil karya seni rupa seperti lukisan, patung dan sebagainya,” ungkap Windi.
Mereka bertiga sangat memikirkan galeri yang dibangunnya agar menjadi daya tarik , mulai dari eksterior, interior hingga pada kebutuhan tamu yang datang, agar betah dan berlama-lama. “Buat kami yang terpenting membangun sebuah galeri adalah positioningnya dimana ? Hal itu yang amat kami pikirkan sejak awal,” ujar Windi Salomo, Co-founder Dia.lo.gue.
Galeri tidak hanya mendisplay sebuah hasil karya saja , lebih dari itu kehadiran galeri juga bisa menjadikan tempat untuk orang yang datang saling ber- interaksi dengan berbagai even art talk-corner. “ Keinginan kita tentu orang yang hadir ke ruang pamer bisa bercakap-cakap, berkomunikasi tentang seni atau desain, oleh karena itu nama galeri yang diambil Dia.lo.gue ,” ujar Windi, yang selalu membuat even di ruang pamernya dengan berbagai even kreatif dan inovatif dari berbagai kalangan seni.
Ruang pamer Dia.lo.gue
Kreatifitas perupa semakin beragam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan minat masyarakat urban, banyak ditemukan ide – ide unik dan ‘out of the box’ yang dituangkan baik dalam konsep maupun benda. Ruang pamer pun bergeser tidak hanya di ruang konvensional sebuah galeri, namun juga di ruang-ruang publik yang dahulu tidak lazim di anggap sebagai sebuah ruang pameran, misalnya toko, restoran, showroom furniture, hingga ke lapangan olah raga futsal. Dia.lo.gue artspace mendukung hampir semua kegiatan yang bernafaskan seni dan desain kontemporer, conceptual dan statement, maupun karya komersil. Kombinasi dari hal ini berimbang, terpancar juga dari ruang artspace yang terdiri dari sebuah toko, café dan ruang pamer.
Ruang pamer – art space pun kini menjadi tren anak muda yang menggunakan galeri, sebagai tempat refreshing, kongkow bersama teman atau sekadar tempat santai mendapatkan ide segar dan inspirasi . Habit pun berkembang pada anak-anak kuliahan , eksekutif muda hingga kolektor di beberapa bagian kota besar di Indonesia.
Tren Baru
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kecenderungan akan tren kreatif semakin berkembang. Bisa di katakan “Booming Contempory Art” muncul saat krisis global terasa di tahun 2006-2008. Ditandai beberapa balai lelang luar negeri seperti Sotheby dan Christy dalam konteks penjualan dan patokan harga yang terjual cukup tinggi . Akumulasi dimana dunia kreatif menjadi tren dan pesat tumbuh akibat dari beberapa dunia pendidikan membuka kelas-kelas yang dulu tidak di gandrungi kini mulai banyak tumbuh. Beberapa orang yang mengenyam pendidikan diluar balik ke tanah air membuat ide gagasan dan sesuatu. Kemudian banyak pula orang-orang yang sudah menjadi trandsetter kreatif di Indonesia.
Art Fair pun malah tergagas dan muncul dari dunia non seni, dengan mengambil tempat di ruang-ruang publik, membuka peluang berbagai kalangan bisa datang dan melihat . Pebisnis non seni ternyata dapat membawa kalangan sebegitu banyak hingga ajang yang begitu bergengsi , dengan tatanan baik standard internasional tergelar dalam mengapresiasikan dunia seni rupa. Disinilah muncul impact bahwa dunia seni rupa makin melebar dari kalangan non seni.
Dan peluang bisnis seni rupa dan ruang pamer-galeri yang sedang naik daun ini, Windi kemas bersama dua rekannya mendirikan galeri Dia.lo.gue, disamping menunjang sang suami yang juga merupakan seniman senirupa multitalenta lulusan Pasadena-USA.
Pada Awalnya
Sejak tahun 2000, Windi Salomo mulai tertarik akan dunia seni rupa. Kala itu Windi masih bekerja pada perusahaan properti di bilangan Jakarta Pusat. Empat tahun kemudian Windi membulatkan tekadnya untuk mandiri usaha di benda seni bersama teman dekatnya dengan menjual lukisan guna memenuhi permintaan klien dalam sebuah proyek atau perorangan (khusus).
Keingingannya membuka sebuah galeri seni terwujud di tahun 2007.Ketika seorang teman yang memiliki sebuah bangunan di kawasan KebayoranBaru menyampaikan keinginan serupa lalu bergulirlah ide membuka galeri seni, Ark Galerie, di jalan Senopati, Jakarta Selatan.
Perjalanannya sebagai seorang gallerist membawa ia kebeberapa proyek lain yang akhirnya mempertemukan pada teman bisnis dibidang seni serupas dan akhirnya, Windi menjadi salah satu pendiri Dia.lo.gue Artspace.Windi tetap menjalankan perannya sebagai pengelola galeri dan seringkali menyelenggarakan pameran-pameran yang untuk berbagai kalangan di Dia.lo.gue Kemang Jakarta Selatan.
Wanita taff lulusan bisnis manajemen Oregon University dimana SMP dan SMA diselesaikannya di Bangkok Thailand mengikuti tugas ayahnya dibeberapa negara, kini telah memiliki workshop dan Galeri di arcade 2 Bintaro – Banten dekat dengan pemukimannya tinggal. Diversifikasi pekerjaan menjadi penting ketika menjalani usaha sendiri. Windi mendirikan perusahaan bersama suaminya, dengan bendera perusahaan bernama WIN production, sebuah rumah produksi untuk beragam pekerjaan dan kegiatan berbasis seni dan desain. Kegiatan pameran, event dan menjadi konsultan seni untuk sebuah proyek interior menjadi jenis pekerjaan yang khas dilakukan oleh WIN production.
Windi kini cukup mapan sudah dengan apa yang ditekuni belasan tahun. Buah manis sudah dirasakan, serta koneksi diberbagai seniman dibidang seni rupa cukup banyak sudah mengenalnya sekaligus kepercayaan beberapa kurator menggandeng bisnisnya kini. Keberhasilan yang di lakoninya tak lepas dari sebuah palsafah yang Windi pegang .” Kunci dari sebuah kesuksesan adalah ketika kita memiliki visi perusahaan yang jelas serta dua hal penting lainnya, yaitu being focused & creative. “.Ujar Windi mensyukuri dengan apa yang sudah dia peroleh kini, baik dari sisi bisnis galeri, art decorator hingga perhelatan pameran seni yang cukup besar dan selalu sukses di ekspose berbagai media ibukota maupun nasional .(BA untuk SENI.co.id)