SENI.CO.ID – Komite Teater dan Pedalangan Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) menggelar pertunjukan teater berjudul Jugun Ianfu . Pertunjukan dengan sutradara Selamat Oki Pratomo, para pemain; Aiko, Khansa, Giane, Ariel, Apin, Iis, Nazwa, Dimas, Hafizd, Dio, John, dan Noval ini digelar, Rabu 28 September 2022, pukul 13.00 di Gedung Technopark, Baros, Kota Cimahi.
Ketua DKKC sekaligus penulis cerita, Hermana HMT mengatakan, pertunjukan ini merupakan rangkaian dari kegiatan promosi pariwisata berbasis sejarah dan militer di Kota Cimahi yang dilakukan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disbudparpora) Kota Cimahi di Cimahi Militery Heritage Tours “CIMITAGE TOUR 2022” .
“Pada kesempatan ini kami mencoba mengangkat kembali sepenggal sejarah Kota Cimahi masa pendudukan tentara Jepang tahun 1942-1945.Dalam kurun waktu 3 tahun pusat militer Hindia Belanda di Cimahi yang dikuasai oleh Pemerintah Jepang, menjadi kamp konsentrasi tentara Hindia Belanda, dan sebagain gedungnya menjadi rumah penyimpanan Jugun Ianfu,” ujar Hermana dalam siaran persnya, Rabu (28/9 / 2022).
Menurutnya, sejarah bermula dari Perjajian Kalijati, Subang, Jawa Barat 8 Meret 1942 dengan keputusan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu wilayah Nusantara (Indonesia) yang semula berada dalam genggaman Pemerintah Belanda beralih kekuasaan ketangan militer Jepang.
Demi menarik simpatik rakyat Indonesia, Jepang melakukan aksi-aksi propaganda dengan selogan 3A, yaitu Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Cahaya Asia. Namun nyatanya, Jepang membuat rakyat Indonesia semakin menderita, selain mengeruk kekayaan alam untuk meningkatkan perekonomian negaranya dan modal perang melawan Sekutu pada Perang Dunia ke 2, Jepang menerapkan kerja paksa romusha dan jugun ianfu.
“Jugun ianfu merupakan layanan seks yang dilakukan Pemerintah Jepang dalam memberi hiburan bagi tentaranya untuk meningkatkan kenerja mereka. Dalam hal itu Jepang membangun tempat hiburan dan menempatkan jugun ianfu di sana,” tulisnya.
Dijelaskan Hermana, Cimahi pun menjadi pusat militer Jepang. Mereka menyediakan rumah hiburan. Para Jugun Ianfu dikumpulkan di rumah itu dengan penjagaan militer yang sangat ketat. Mereka harus melayani tamu dan dipaksa menjadi budak seks.
Para Jugun Ianfu Setiap hari bekerja tidak pernah dapat upah, bahkan sering mendapatkan perlakuaan kasar dan tidak manusiawi.Jika ada yang hamil, mereka terpaksa menggugurkan kandungannya. Sehingga tidak sedikit diantara mereka yang mederita sakit secara fisik, mental, hingga meninggal dunia.
Tahun 1945 Jepang kalah perang melawan Sekutu. Jepang menyerah dan angkat kaki dari tanah Indonesia. Lantas para jugun ianfu dibebaskan, bahkan ditelantarkan dalam keadaan yang sangat menderita.Lepas dari genggaman dan kebengisan tentara Jepang, mereka harus menghadapi berbagai cibiran bekas budak seks Jepang. Dalam kehidupan sosial, sadar atau tidak sadar mereka dapat hukuman dengan dimarjinalkan.
“Kami mengangkat kisah Jugun Ianfu di Kota Cimahi tidak bermaksud mengungkap kembali luka lama.Tapi mengungkap sejarah pada masa pendudukan militer Jepang di Cimahi, sebagai media pendidikan dalam membangun kesadaran masyarakat tentang gender,” tandas Hermana.
Tentu saja yang menjadi korban kekejaman tentara Jepang pada waktu itu bukan saja wanita muda belia.Para lelaki juga dipaksa menjadi romusa, baik penduduk pribumi maupun orang Belanda. Bagi yang tidak mau jadi romusa mereka disiksa, bahkan ditembak mati dan tentara Hindia Belanda yang membangkang dimasukan ke camp Bambu (Rumah tahana dari bambu).
Banyak warga Belanda yang meninggal dunia korban kebengisan tentara Jepang dan di antara mereka dimakamkan di Kerkof (Ereveld), makam kehormatan Belanda.Dikawasan makam itupun berdiri tugu tragedi tenggelamnya kapal Junyo Maru yang membawa tawanan tentara Amerika Serikat, Austrsalia, dan romusa asal pulau Jawa, menjadi korban salah tembak Inggris pada Perang Dunia ke 2.
“Kisah, peninggalan sejarah militer, gedung art deco, juga makam kehormatan Belanda menjadi bagian dari kekayaan Kota Cimahi. Tentu saja sangat layak dan menjadi aset penting dalam pengembangan kepariwisataan di Kota Cimahi,” pungkas Hermana.(SEN/ EDR )