Home Bahasa Pantun: Tak Mengenal Neokanibalisme

Pantun: Tak Mengenal Neokanibalisme

0

Loading

Oleh: Taufan S. Chandranegara*)

Berpantunlah dengan indah, semoga langit semakin cerah. Tak guna bermuram durja, sebab hidup berbagi untuk sesama. Membaca susastra pantun, belajar menulis pantun, bermanfaat mengenali sejarah susastra tutur, sebelum susastra tulis. Pantun salah satu sumber-bahasa ibu, untuk modern susastra kini.

Susastra tutur-tulis, hingga pengembangan penciptaan susastra kini, ada pada riset pustaka, sebagai suri tauladan hidup, salah satu kontrol tuntunan moral, intelegensi spiritual. Sebab pantun, bagaikan mantra untuk kabaikan, berlaku santun, tak mudah anarkis atau pun represif.

Keluasan entitas pantun, berguna dari riset sederhana, sebuah upaya dasar membangun kreatifitas edukatif ‘Satu Bahasa-Bahasa Indonesia’, pelajaran paling mendasar, sebelum eksak-menulis dengan tutur kata sains, setelah alfabetis direkam intelegensi.

*

Beribadah, menulis dengan teks kesantunan, salah satu tuntunan iman bagi sesama-semisal, kritik positif, ‘Dilarang Merokok’, segala hal ihwal, mungkin atau barangkali, jika dimulai dari keinginan untuk selalu belajar bersama, meski diri telah mencapai pendidikan tinggi, semoga mencapai makrifatnya, salah satu edukasi iman, sebab hidup, mengolah kreatifitas bermanfaat bagi sesama.

Menyusun pikiran untuk daya berpikir, bagaikan menyusun mainan lego, mencapai tepat guna, berpikir kritis, strategis, akurat, inheren kontrol moral intelegensi supaya tak mudah terperangkap ‘Neokanibalisme’, bermula dari, intimidasi hoaxs, terperosok ujaran negatif. Tak menjangkau edukasi kebangsaan.

Neokanibalisme-bersifat adaptif, superbunglon modernisme, lebih mengerikan dari ‘isme’, apapun, demokrasi pun, ini mungkin loh, akan gemetaran, ketakutan-semisal, contoh lagi nih, pada ranah watak koruptif, pada oknum ras-manusia tertentu, tak pernah habis di makan zaman, di benua manapun. Sila buktikan sendiri, sebab teks ini analisis autodidak dari pinggiran Ciliwung, bukan risalah kelas akademis, atau laboratorium.

Itu sebabnya pula, jangan melupakan pantun, sumber energi ilmu pengetahuan ‘bahasa ibu’, sumber susastra kini-milenial sekalipun. Salam Indonesia Keren. Negeri Para Sahabat.

Jakarta Indonesia, Oktober 1, 2020

*) praktisi seni

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here