SENI.CO.ID – Longser Bandoengmooi gelar pertunjukan Karajaan Beurit (Kerajaan Tikus). Kegiatan yang digagas oleh Masyarakat Teater Cimahi (Masteci) Bersama Komite Teater Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) ini merupakan rangkaian peringatan Hari Teater Internasional 2025.
Sebanyak 11 kelompok teater remaja Kota Cimahi mempresentasikan karya teater termasuk satu kelompok teater dari komunitas berkebutuhan khusus, sabtu 19 April 2025 pukul 09.00 – 22.00 wib. di Gelanggang Olah Raga (GOR) Sangkuriang Kota Cimahi.
Pembina Masteci juga penulis naskan Karajaan Beurit, Hermana HMT mengatakan, antusias remaja setingkat SMP, SMA/SMK/MA, mahasiswa dan umum Kota Cimahi yang terjun langsung menjadi pelaku teater modern dan tradisional terbilang cukup bagus.
“Ini adalah modal besar bagi pemajuan teater di Kota Cimahi. Mungkin saat ini 99 persen sebatas kegiatan ekstrakulikuler, namun kedepan mereka diharapkan bisa menjadi pelaku teater propesional dan setidaknya menjadi penonton setia bagi tiap pementasan teater,” ujar Hermana.
Hermana juga mengapresiasi kinerja Masteci, Masteci terbilang sukses sebagai penyelenggara. Menurutnya tim Masteci cukup solid. Walau Kota Cimahi belum memiliki gedung kesenian yang representatif, namun mereka dapat menyulap GOR menjadi Gedung pertunjukan, menghadirkan sekitar 600 orang apresiator dengan harga tikat rata-rata Rp 30.000/orang dan bisa kerjasama dengan UMKM Kota Cimahi untuk turut memerihkan kegiatan di luar gedung pertunjukan.
“Saya berharap pemerintah Kota Cimahi, khususnya Dinas Pendidikan bersama Dinas Kebudayaan Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga (Disbudparpora) punya perhatian lebih pada pemajuan kebudayaan, khususnya seni teater di Kota Cimahi,” harapnya.
Tandas Hermana, belajar teater bukan semata belajar satu cabang seni, tapi belajar membetuk diri para pelakunya.
“Melalui pendidikan teater mereka diasah imajinasinya (otaknya), jiwanya dan tubuhnya. Setidaknya mereka dibina meningkatkan kepercayaan dirinya dan kemampuan mempresentasikan buah pikirannya dihadapan umum,” ungkapnya.
Lanjut Hermana, kedepan Disdik atau Disbudparpora Kota Cimahi harus mampu menyelenggarakan festival teater remaja atau pemuda Kota Cimahi.
“Tentu saja bisa dilakukan bersamaan dengan festival atau pasanggiri cabang seni lainnya seperti musik dan tari. Saya rasakan selama ini teater selalu dianaktirikan. Buah dari itu pembinaan terhadap teater terabaikan, sehingga prestasi dibidang teater terbilang tidak terlihat. Contoh kecil dari Kota Cimahi pada ajang FLS2N bidang Monolog tak pernah masuk dalam 5 besar ditingkat Jawa Barat apalagi menjadi wakil Jawa Barat untuk bisa bersaing di tingkat nasional” tegasnya.
Hermana pun menyatakan, perhatian terhadap pemajuan teater juga sangat kurang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat. Apalagi setelah Deddy Mizwar sebagai pelaku film dan teater berakhir menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat berhenti menyelenggarakan pasangiri teater.
Terlepas dari itu, Kota Cimahi menjadi bagian penting dalam perkembangan sejarah teater di Jawa Barat. Sejak masa pendudukan Hindia Belanda sudah berdiri dan hidup kelompok Tonil/sandiwara dan pasca kemerdekaan di Cimahi termasuk banyak berdiri kelompok longser dan menghidupkan khasanah seni pertunjukan di kawasan Bandung Raya.
Sedangkan mengenai pertunjukan Karajaan Beurit, Hermana sebagai pengasuh kelompok Longser Bandoengmooi yang satu-satunya kelompok teater umum (diluar institusi Pendidikan formal) di Kota Cimahi mengungkapkan, bahwa pertunjukannya itu merupakan bagian dari evaluasi Yayasan Kebudayaan Bandoengmooi (YBKM) dalam melakukan pewarisan seni longser selama tiga bulan di tahun 2025.
“Sebagai resital 3 bulanan, mereka yang berlatih didorong untuk bisa tampil di ruang publik dengan turut berpartisifasi memperingati Hari Teater Internasional 2025 yang diselenggarakan Masteci dengan menampilkan longser berjudul Karajaan Beurit,” kataya.
Adapun cerita yang diusung menggambarkan kehidupan masyarakat desa yang sedang dilanda kekurangan pangan, karena padi dan palawija yang mereka tanam gagal panen akibat diserang hama tikus.
Setelah melalui penyelidikan ternyata hama tikus itu sengaja disebar di sawah atas instruksi Kepala Desa yang bersengkongkol dengan pengusaha yang ingin maraup keuntungan sendiri. Cipta kondisi seperti itu mereka dilakukan agar masyarakat mau menjual tanahnya ke pengusaha karena putus asa, tanahnya tidak dapat membuahkan hasil untuk memenuhi hidup mereka.
“Pesan dari cerita Karajaan Beurit adalah sebuah kritik sosial terhadap situasi dan kondisi di tanah air yang tidak henti-hentinya para oknum penyelenggara negara melakukan tidakan korupsi secara besar-besaran sehingga bukan saja merugikan negara, juga menyengsarakan rakyat,” pungkasnya.*(Seni.co.id)