SENI.CO.ID — Pekan ini Redaksi Seni menurunkan puisi-puisi dari dua penyair yaitu Isbedy Stiawan ZS dan Jimmy S Johansyah. Puisi yang diangkat adalah tentang respon kekinian yang aktual. Ada 5 puisi yang ditampilkan dari dua penyai ini yang membaca ruang tekanan terhadap rakyat, ini bukan sekadar suara puisi dua penyair ini memberi dukungan atas realitas yang ada. Selamat menyimak….
***
ISBEDY STIAWAN ZS
REMPANG DAN 20 RIBU JIWA YANG MENGANGA
kini yang cemas 20 ribu jiwa di 16 kampung : rempang
20 ribu jiwa itu akan melata di tanah
yang tak lagi ramah
orangorang serakah
datang lalu meratakan 16 kampung ini
jadi bersinarsinar, tapi gelap mata di sini
sebentar lagi, ya sekejap lagi
ini kampung jadi rata
tiada rumahrumah
dulu diwarnai lampu kunangkunang
pada pagi, anakanak bernyanyi
menuju sekolah orang tua
memakmurkan jalanjalan
atau perkebunan
sebagai wakil Tuhan di bumi
memakmurkan semesta
menegakkan marwah anakanak
“kelak mereka jaga ini negeri,
meneruskan tugas khalifah
selepat kami tiada,” kata
para orang tua
tapi, rempang
semakin membayang
ditelan keserakahan
HERMAN MEMBAWA LARI GHIFARI
herman membawa lari ghifari
ia tak ingin anaknya mati
ghifari mesti punya masa depan
sebab padanya ia harapkan
para aparat menghujani gas
dan terkena tubuh anaknya
ghifari pingsan, terbayang
rumah sakit: “berapa biaya
nantinya?”
rempang duka! orangrang
terluka hatinya ini kampung
akan diratakan alan jadi
kota baru. milik pengusaha
di jual ke lain negara
dua puluh ribu jiwa
siapsiap menganga
tinggalkan rumah
yang sudah lama
jadi berlindung
dari hujan dan terik
batam jadi kenangan
tapi tanah harapan
tak pula disediakan
orangorang berlarian
sangat ketakutan
para aparat keamanan
memburu dengan
gas air mata
– seperti belanda
mengusir rakyat terjajah,
begitu mencekam . –
Lampung, 9 September 2023
AKU TAHU NAMAMU
namamu berkibar di kelimunan
tangis dan cemas orangorang
yang sudah lama menetap di rempang
kubaca jelas, sebagai api dan minyak
gas air mata! seperti kubaca senyummu
bersama air yang disemprot ke tubuh
orangorang yang bertahan untuk sepetak
tanah di rempang;
senyum yang bagai pencabut nyawa
aku lihat wujudmu yang kelebat
antara masuk ke kelimunan
lalu menjauh. di tanganmu berkarung
uang yang dilempar dan dibagibagi
untuk rempang kelak surga bagimu
setelah melayu dan orangorang di situ
tergusur meninggalkan tanah hidupnya
rupamu berkeliaran di sana
membawa uang dan kuasa
ingin segera mengusir melayu
aku tahu namamu
tapi tak kusebut
sebab kau mesti ditiadakan
sampai kaupeluk orang rempang
sepertii memeluk anak sendiri
***
JIMMY S JOHANSYAH
ALKISAH BENIH MATI
dia adalah benih yang diterjunkan langit menuju bumi
sambil melayang bersama hujan buatan,
dibayangkannya wajah bapak dan ibu petani
yang kelak akan memungut, lalu menanamnya pada ranah gembur subur
menjalar hijau segar mewarnai pulau-pulau
di dalam peta gambar anak sekolahan
kala benih itu terjungkal di permukaan tanah
parang, cangkul, dan ketam menyambutnya dengan bahagia masing-masing membayangkan tugasnya
membabat, membongkar, kemudian menuainya dalam keharuan warna matahari muda
kala benih itu terjungkal di permukaan tanah,
dia terhempas di atas ranah yang sama sekali mengganti seluruh khayalannya.
tak ditemuinya tanah lembut berselai humus,
tak didengarnya suara sederhana percakapan bapak dan ibu tani yang ada hanya berisik mesin menyiksa tanah dalam nafas terengah diracun rumus-rumus tanpa pengetahuan kemanusiaan
di dalam gambar anakku
pulau-pulau warnanya merah antara warna api
dan warna darah
huma-huma menjadi rumah-rumah
lirih seruling dibekap rock ‘n roll
yang mengantar pemuda-pemuda yang dulu bocah asyik di punggung kerbau
kini luntang-lantung di labirin kota,
putus cinta pada desanya
tersasar dalam relung-relung maya tak berambu
patah hati pada tanahnya,
karena apa yang didamba hanya asap
hutan-hutan dilindap api
kala benih itu terjungkal di atas kenyataannya
dibayangkannya gambar sawah dan lesung
diharapnya bapak dan ibu tani
memungut dan memuliakannya
membesarkannya dengan lumpur dan bening air mengalir
dari sungai-sungai masa lalu tempat sejarah tanah berlubuk
sebelum seluruhnya jadi gambar
yang memenuhi dinding kamar anak kita.
SEBAB AKU PRIBUMI, INDONESIA MELAWAN!
”lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut!”
kami pertahankan tanah leluhur
pucuk tanda marwah bangsa merdeka sejarah panjang tanah lahir
bukan tanah dapat rebutan
maka, pergilah kalian tanpa perlawanan!
bukan hanya rempang tanah pusaka kami
seluruh nusantara ini
adalah bumi tumpah darah kaum pribumi
tentu akan kami sengketakan
biar retak belulang tangan dan kaki kami biar cair darah kami
biar tanggal ruh dari badan
tanah pribumi tak lepas dalam genggam
bagi kau yang tak berkalang nyawa menggasak penjajahan demi penjajahan tak akan
kami bersekutu
tunduk patuh pada perintah
para budak hamba kekuatan jahat
usah renggut tanah kami!
lihatlah! uang pajak yang kaupetik dari peluh kami mulai giat bekerja memburu menangkap memukul kami foya-foya gas airmata memiting nafas kekanak, ayah-ibu, dan pemuda-pemudi kami
inilah balas budi paling mulia air susu berbalas tuba lara!
kami pribumi ibu pertiwi
sejati cinta pada negeri
tak akan dapat kaubeli dengan segedung hartamu hasil dari undang-undang pemiskinan itu
kami tak kemaruk kesenangan duniawi
hati nurani kami bukan taruhan meja judi
akal kami tak dapat kausihir
jimmy s johansyah
kepada bang long yang tetap berbaju
jadi akal bayi kelinci
kekuatan kami tak akan loyo
oleh derap tegap sepatu lars
yang pernah kami pasangkan agar kautegak gagah
jadi hulubalang mengawal bumiputera
di mana kau menyusu dan didewasakan
tapi, kenyataannya kalian seperti itu
ringan rasa korbankan pribumi sekandung sepenanggungan
ingatlah! tak mudah kautundukkan iman perjuangan sebelum kau berhenti
sebelum kaubalikkan milik kami
seluruh bumi wilayah hak hidup bangsa kami
demi waris anak keturunan kami.
jika kaupatok kedaulatan kami
akan kami patok pula batas akhir nasib kalian.
karena kami indonesia
karena kalian singkirkan pribumi
itulah musabab utama
aku wajib melawan kekejian ini!
*****
Tentang Penyair:
Isbedy Stiawan ZS adalah sastrawan Indonesia kelahiran, Tanjungkarang, Bandar Lampung 5 Juni 1958. H.B. Jassin menjulukinya Paus Sastra Lampung. Pada 2022 meluncurkan buku puisi terbitan Siger Publisher, yakni Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan, Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang, Ketika Aku Pulang, dan Masuk ke Tubuh Anak-Anak (Pustaka Jaya, Bandung), dan Biografi Kota dan Kita (April 2023).
***
Jimmy S Johansyah, lahir di Jakarta 25 Maret. Penyair yang berdomisili di kota Depok ini adalah founder dan ketua Koloni Seniman Ngopi Semeja. Selain menulis puisi yang karya-karya telah tersebar di mass media pusat maupun daerah dan tergabung dalam segenap buku antologi puisi bersama, dia juga menulis prosa serta buku biografi tokoh, naskah teater, dan juga skenario film.
*****
CATATAN REDAKSI
Media SENI.CO.ID akan menerbitkan puisi-puisi karya penyair yang kirim ke redaksi melalui email: redaksiseni@gmail.com atau redaksi@seni.co.id. Adapun puisi yang dimuat akan mendapat honorarium yang diterima penulis puisi, dikirim setelah puisi dimuat. Honorarium berupa dana yang akan di transfer sesuai jumlah puisi yang dimuat dan akan dikasih bonus kopi asli pilihan sebanyak 200 gram. Terima kasih.
REDAKSI