SENI.co.id – Para Para Pemenang Lomba Nulis Puisi MSB telah behasil di seleksi.
Dewan Juri Lomba menulis puisi Majelis Sastra Bandung (MSB) memutuskan pada Jumat (1 April 2016) sore para pemenangnya adalah:
Pertama : Novia Rika (Tangerang) dengan judul puisi “Orangutan Liar”, Pemenang Kedua Faisal Oddang (Makasar) dengan judul puisi “Kepada Selangkangan” dan pemenang ketiga diperoleh Elly Maryati (Bandung) dengan puisi “Dongeng Kebangkitan”.
Dewan juri yang terdiri dari Dian Hartati, Heri Maja Kelana dan Topik Mulyana
Menurut Ketua Panitia Tirena Oktaviani dalam rilisnya menerangkan jumlah puisi yang masuk ke panitia sekitar 160 puisi dari 69 orang pengirim
“Majelis Sastra Bandung (MSB) sudah sering menggelar lomba semaca ini, dan hadiahnya hasil dari patungan. Namun kali ini hadiah diberi oleh Balai Bahasa Jawa Barat,” ujar Tirena seraya menambahkan peserta lomba dari berbagai daerah seperti Batam, Yogyakarta, Makasar, Klaten, Sumatera. Barat, Tangerang, Jakarta, Madura, Garut, Sumedang dan lai lain. Ratta-rata mereka mengirim 2 atau 3 puisi perorang, jadi jika dijumlahkan ada sekitar 160 naskah puisi.
Hadiah 4, 5 juta ini untuk 3 orang pemenang, masing-masing Pemenang Pertama mendatapatkan uang Rp. 2.000.000, pemenang Kedua Rp. 1.500.000 dan Pemenang Ketiga ketiga Rp. 1.000.000, pajak ditanggung para pemenang. Ketiga puisi karya 3 pemenang ini dinilai para juri dapat mewakili kondisi Indonesia saat ini seperti yang diusung oleh panitia lomba. Kelebihan dari para pemenang adalah sudut pandang tema serta gaya ungkap pada puisinya. menurut salah seorang juri, Heri Maja Kelana, secara keseluruhan puisi puisi peserta lomba terjebak dengan tema yang diusung yaitu “Kondisi Indonesia Saat Ini”. Para penulis lebih memilih pada tema yang artifisial, tema yang tidak menyublim pada diri seorang penulis. “Kami semua tahu, bahwa membicarakan Indonesia saat ini, pasti akan membicarakan A, B, atau Q. Artinya masalah yang dimunculkan pada puisi lebih pada tempelan masalah-masalah yang terjadi tanpa ada perenungan yang panjang” katan Heri. Lebih Jauh Heri menjelaskan kekuatan bahasa seperti pada pilihan diksi serta majas kurang diperhatikan, oleh karena itu banyak para penulis yang tidak kuat pada wilayah bahasa. Selain itu, lompatan imaji yang dibangun oleh para penulis terlalu jauh, sehingga tidak ada keterkaitan antar bait-bait yang ditulisnya. Artinya isotopi yang dibangun tidak terlalu kuat. “Masalah yang terjadi pada puisi-puisi yang kami baca juga terjadi pada nilai rasa. Lemah nilai rasa pada puisi yang kami baca disebabkan karena kurangnya perenungan terhadap suatu tema yang diangkat” ujarnya.SELAMAT! (SENI.co.id)