By Bambang Oeban
Tidak semua orang Film peka pada kondisi yang terkait keberadaan Sejarah yang semestinya diselamatkan. Mungkin juga, bukan tidak paham tentang sirkulasi peradaban Film Indonesia dari masa ke masa, kurang peduli atau tidak dianggap penting, meski kebesaran atau keterkenalan nama berangkat dari film. Itulah sebuah fenomena dengan kondisi saat ini. Bahkan boleh, semacam sebuah dinamika, mempertahankan dan menjaga marwah sejarah film, atau justru terseret dalam sebuah tatanan birokrasi yang masih dianggap lemah menata kelola, sehingga menjadi kesemestaan sistem yang tidak pernah terlihat apik dan teratur, hanya menjadi kepentingan satu sisi, individu atau kelompok tertentu tidak pada tujuan hajad kebersamaan.
Bagi insan yang masih memiliki sikap idealis dan berkepedulian tinggi, hanya bisa mengelus dan menahan sesak di dada.
Seorang Evry Jo, terlepas lebih dan kurangnya, diakui atau kurang dihargai, buat saya tidak penting. Tapi saya lebih melihat dari sisi niat baiknya untuk memperjuangkan Film Indonesia tetap bermartabat, memiliki nilai berseni kebudayaan yang tinggi. Di mana Evry Jo, sejauhmana ia memperhatikan bangunan gedung Film, yang terkesan kurang terpelihara dan kurang menjadi perhatian khusus dari pihak pemerintah yang menjadi payung sakti bagi perfilman.
Di sini, Evry Jo ia berusaha mengungkapkan isi jiwa tentang nasib GEDUNG FILM dengan segala perangkatnya, terlihat seperti jalan di tempat, bila tidak dalam perhatiian khusus, satu saat gedung itu akan berpindah ke tangan pengusaha untuk mengembangkan kerajaan bisnisnya …
Supaya tak penasaran, mati kita ikut alam pikiran dan hati seorang EVRY JO yang mampu berkontribusi demi perfilman Indonesia dan sudah memproduksi film, sekaligus sudah beredar di bioskop papan atas seperti XXI.
Selamat menyimak, mari kita luangkan waktu sejenak … saya rasa cukup bermanfaat dan menjadikan kelengkapan wawasan dalam membaca kondisi nasib GEDUNG FILM YANG BERSEJARAH!