Warli Haryana Sang Pelukis Klimis yang memanfaatkan waktu antara dunia edukasi dan dunia praktisi, Warli yang selepas SMA dari Yogya nekad membawa bekal seadanya untuk kuliah di Bandung (Seni Rupa IKIP/UPI) dan prihatin menghidupi dirinya sendiri kini menjadi dosen dan hidup berkecukupan karena punya prinsip “hidup adalah silaturahim”.
Disamping kuliah, berkesenian dan mengajar dia aktif di berbagai organisasi baik di olah raga, seni, pendidikan, dan lingkungan hidup. Karena menurutnya kalau berkesenian harus banyak bergaul dengan berbagai komunitas, semakin banyak kawan dari berbagai kalangan akan menjadi sumber inspirasi bagi seniman serta akan semakin banyak eksplorasi dan gagasan yang kita tangkap.
SENI.CO.ID – Bandung dalam jagat seni bukan hanya barometernya musik dan mode di Indonesia tapi Kota Bandung pun jadi tujuan para seniman dari daerah lainnya untuk menimba ilmu dan berkarya. Dalam jagad seni rupa misalnya, Bandung kaya dengan para maestro lukisnya yang berkelas dunia, sebut saja Barli Sasmitapura (Alm), Popo Iskandar (Alm), dan Jeihan Sukmantoro.
Hal itu juga yang membawa tekad siswa lulusan SMA dari keluarga pelukis wayang kulit dan dalang wayang kulit di Solo untuk menimba ilmu seni rupa di Kota Kembang.
Warli Haryana yang selepas SMA bingung karena mendapat 2 PMDK (Penelelusur Minat dan Kemampuan, , semacam jalur undangan untuk kuliah di perguruan tinggi negeri) yang satu undangan ke ISI Yogya dan satunya ke Seni Rupa IKIP (UPI) Bandung. Tapi setelah diberi penerangan oleh gurunya dari keluarga keraton Hajah Tri Marzuki agar memilih kuliah di IKIP Bandung karena ada dua maestro seni Indonesia Popo Iskandar dan Barli Sasmitapura yang akan memperkaya khasanah pengetahuan seni rupanya, maka awal tahun 90-an Warli yang dari sejak tahun 86 belajar seni dan dibimbing ke dunia sosial oleh Untung Basuki orang kepercayaan Rendra di Bengkel Teater dan sedang kerja di penerbitan buku milik Sitoresmi Prabuningrat (yang kemudian jadi Istri Rendra) memutuskan pergi menuntut ilmu ke Bandung.
Sampai di Bandung Warli bingung tak punya sanak saudara dan tentu saja Bandung beda dengan Yogya, padahal ke Bandung Warli dengan ongkos paspasan 25 rebu perak, Rp.12.500 buat ongkos bus yang 10 ribunya buat DP SPP kuliah, padahal SPP di IKIP waktu itu 125 ribu dan Warli pun hanya tersenyum iklas ketika petugas TU (SBA) dengan sinis mengatakan , “Emangnya ini kampus milik nenek moyang kamu, DP 10 rebu..”. Tapi dia maksa ingin kuliah dan akhirnya petugas luluh juga hatinya walau Warli harus membuat surat penyataan ke rektor (waktu itu Prof. Abdul Kodir). Tapi seiring waktu si petugas SBA sampai sekarang jadi teman dekatnya.
Warli di Bandung hidupnya prihatin, antara tahun 91—93 hidupnya benar-benar penuh perjuangan. Dia harus bekerja untuk biaya makan dan kuliah, sukurlah untuk tidur dia bisa nebeng di kosan temannya atau tidur di mejid dan sekretariat himpunan di kampus. Tahun 93 dia bekerja di Laser Desain dan bersyukur pertama kali dapat pesanan poster dari petinggi IKIP Wismoyo Arismunandar hingga berkawan akrab dan akibat supelnya bergaul dilandasi niat baik silaturahmi serta kempuan yang ada pada dirinya lama-lama Warli pun punya banyak teman dan kenalan pejabat-pejabat tinggi lainnya. Dia kenal dan akrab dengan Pak Teguh Ketua Real estate Indonesia yang juga Sekum PTMSI (Persatuanj Tenis Meja Seluruh Indonesia) Jabar, Warli sering jadi lawan tanding main pingpongnya.hingga dia direkomendasikan untuk pindah ke KONI dan dari sana Warli jadi tahu tentang organisasi.
Teguh juga menyuruh Warli menghubungi Rahmat Solahudin (adik Menteri Pertanian Soleh solahudin), dan dia mendapat bimbingan dan dipercaya untuk jadi Sekum PTMSI JABAR, Warli sangat bersukur walaupun dalam hatinya masih tidak percaya sebab dia latarbelakang pendidikannya seni rupa bukan olahraga dan ketika Para atlit banyak yang berkunjung ke rumahnya mereka pun menyangka Warli orang berada karena banyak memiliki koleksi lukisan, padahal semua itu karya lukisnya sendiri.Setelah aktif di organisasi Warli merasa mendapat suntikan energi yang kuat dan banyak mengenal serta belajar dari sesepuh dan tokoh-tokoh Jabar. Pengabdiannya di organisasi membuahkan sesuatu yang baik dalam perjuangan hidupnya, silaturahmi dan tenis meja telah membawa dirinya untuk berhubungan dengan kalangan atas.
Warli kini kenal dengan Prof. Ganjar Kurnia (yang waktu itu menajabat rektor Unpad) dan Dedi Mulyasana (Rektor Uninus). Warli juga dipercaya membuat event Walikota Cup di jaman Walikota Dada Rosada hingga gubernur cup, bahkan terakhir dipercaya menjadi ketua panitia dan ketua pelaksana Kapolri Cup, event yang dianggap Warli sangat bersejarah kareana menurut Brigjen Sulistiadi tenis meja belum pernah disentuh lembaga Polri karena jaman Timor Paradopo belum diiijinkan membuat Kapolri Cup, “Ini sejarah tapi karena sekarang saya sibuk mengajar tidak saya garap lagi, mudah-mudahan ini diteruskan generasi selanjutnya, padahal pihak Polri, Irjen Surmana mengajak menghidupkan even lagi dari tingkat polsek hingga kapolri”, kenang Warli.
Tapi di sisi lain teman-teman senimannya menjadi bingung dan bertanya-tanya, kenapa Warli meninggalkan dunia seni rupa. Alasan Warli antara seni rupa dan OR cukup dekat karena di olah raga banyak unsur senirupa yang tidak digarap oleh perupa, misalnya.ada desain logo, desain mascot, ada tropi, kaos seragam, celana, sepatu, “ Kan yang namanya pakai baju itu harus meching, dan ketika kita launching ada panggung dan pasti ada desain disana.Maka tidak heran kalau Prof.Setiawan Sabana (Guru Besar FSRD ITB yang juga pemain pingpong) selalu mempercayakan ke saya untuk mendisain, mungkin karena memang di sana tidak ada lagi yang bisa selain saya. Jadi walau karir saya kurang bagus di bidang lain tapi di dunya olah raga karir saya lumayan terang dan selalu dipercaya”, papar Warli bangga.
Warli pun pernah ditunjuk gubernur melalui Kadisorda Juda M. Saputra sebagai Ketua Pelaksana PON di Jabar 2016, untuk membuat konsep logo dan mascot yang tentu saja keuntungan finansialnya akan menjadi miliknya. Tapi Warli tak serakah dia malah dia menyampaikan ide lain ke Kadisorda, agar pembuatan logo dan mascot dilombakan secara nasional dan itu disetujui karena secara tidak langsung menjadi ajang promosi daerah dan jarng terejadi event nasional dilombakan dan Jabar waktu itu menjadi contoh baik nasional.
Akhirnya sebagai rasa terima kasih pemerintah Warli diberi kepercayaan gubernur dan kadisorda untuk menggarap event Popnas dan Porwanas.
Di PON Warli membuat pictogramnya ke- 58 cabang olah raga termasuk desain awal medali dan sertifikat dan tahun 2015 membuat desain mascot untuk Popnas( Pekan Olah raga Pelajar Nasional) ke- 13 termasuk pictogramnya, serta terakhir membuat mascot PORWANAS (Pekan Olah raga Wartawan Nasional) 2016, “Semua itu bagi saya adalah sebuah pengabdian yang berbuah penghargaan”, kenangnya.
Selain itu Warli aktif juga di kepengurusan IKAPI Jabar sebagai koordinator media dan informasi, karena menurut Dosen Komunikasi Visual, Desain Grafis, Kewirausahaan dan Seni Batik, seorang pengajar tak pernah lepas dari buku dan buku jadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang suka membacanya karena buku itu jendela dunia. Selain di UPI Warli pernah mengajar di STIMIK MADIRA, ngajar anak buah Medco di Braga dan UHAMKA Jakarta serta mendirikan Prodi Sendratasik Univeristas Tasik Malaya. Warli juga aktif di AHIMSA (Alumni Himpunan Seni Rupa) UPI dan menjadi Ketua Wilayah Jabar IKASRI (Ikatan Alumni Seni Rupa Indonesia) Yogya serta Menjadi relawan di Yayasan Tukik Anyer Banten (2013-2017).
Tapi jiwa seni Warli terkadang muncul , maka dengan segala kerinduan sesekali dia menampakkan dirinya di hadapan publik seni bersama karya lukisnya. Pameran itu sebagai bukti kepada teman-teman seniman bahwa dia tak melupakan kesenian.
Warli memang termasuk seniman lukis yang tidak bisa dianggap enteng dia sering berpameran di Yogya, Jakarta hingga ke Korea dan Malaysia, bahkan beberapa karyanya dikoleksi kolektor Perancis, bahkan Dale Willman jurnalis dari New York City USA menyukai lukisannya karena khas Indonesia dan Dale sering berkunjung ke rumahnya di Bandung , begitu juga Ferni, Kim Peter dari Korea, Pro.Setiawan Sabana, Yusof Gajah dari Malaysia dan Prof.Bill Watson dari Kent University sering mensuportnya untuk berkarya yang lebih terkonsep dan mengandung unsur budaya. Inilah yang mempengaruhi tema dan aliran lukisan Warli yang tadinya belok ke abstrak berubah kembali ke asal mengusung tema dunia wayang.
Warna tema lukis yang sudah akrab dengan kehidupannya sejak kecil di kampung halamannya, karena ayah Warli, Pak Satibi, memang seorang pelukis wayang dan beliau juga dikenal sebagai macan keroncong di Solo seangkatan Gesang dan Waljinah begitu juga ibunya Marsiah biduan keroncong.
Warli lahir dari keluarga seniman, adik iparnya Singkek Praptana jadi Dalang wayang kulit sayang usianya tak panjang dan sekarang diteruskan anaknya Dalang Cilik Rangga Samudra(kini sudah sekolah kelas 1 di SMKN Surakarta), juga istri Singkek, Denok Astuti (adik kandung Warli), penyanyi campur sari dan waranggana di kampungnya.
“Akhirnya dulu saya yang suka bosan kalau dijejali tentang wayang oleh orang tua tapi sekarang di usia setengah abad setelah merenungi kehidupan baru mengerti bahwa dalam sejarah dan cerita wayang itu banyak falsapah hidup dan simbol-simbol (sanetan), apalagi tatkala saya membuat gagasan pameran tunggal “Eksplorasi Seni Jiwa Rupa” Prof. Wawan (Setiawan Sabana Guru Besar FSRD ITB)) langsung mendukung karena menurutnya karya saya belum pernah ada dan jadi ikon tersendiri.. Juga kurator Perancis Claire Phiton akan mensuport saya ke dunia internasional karena menurutnya ada ikon lain dari yang lain dalam karya saya yang perlu diangkat karena banyak anak muda yang meningalkannya,” papar Warli bangga.
Dan Warli berusaha bagaimana masyarakat awam sekalipun memahami seni paling tidak dia merasakan dari warna dan yang ingin tahu betul tentang lukisannya, Warli dengan senang hati akan menceritakan sejarahnya ternasuk kenapa melukis wayang di dunia modern. Alasan Warli banyak orang-orang asing datang ke Indonesia itu mencari karya lukis yg original lokal dan itu jadi sumber inspirasi mereka dan jadi bukti bahwa mereka sudah datang ke Indonesia. Jadi tak heran kalau pelukis internasional dari Malaysia Yusof Gajah yang sudah berkeliling ke-52 negara, sudah tujuh kali datang ke rumahnya hanya untuk mendiskusikan lukisannya, malah Warli dijadikan nara sumber untuk gelar PHD murid-murid Yusof Gajah, karena menurut mereka lukisan Warli meskipun tradisi tapi tetap dalam warna modern dan tidak meninggalkan ciri khas Indonesia dan pada bulan November tahun ini Warli diajak dua seniman Kualalumpur untuk berpameran di empat Negara (Singapur, India, Korea dan Indonesia).
“Itu yang jadi motivasi spirit kita tetap kolaborasi. Jadi saya pikir kekayaan budaya lokal perlu untuk menginternasional, bagi saya bagi pelaku dan pendidik seni meskipun pelajaran seni berkiblat ke Barat tapi kita pun harus memberikan pengaruh pada dunia, kita selipkan unsur-unsur budaya kita paling tidak ikonnya”, katanya pasti.
Seniman klimis ini sekarang sudah menghasilkan 70 lukisan wayang dan ratusan karya lama . Awalnya karya lukisnya beraliran realis karena basicnya dari desain grafis, lalu ke ekspresif baru ke abstrak dan sekarang ke semi abstrak. Warli juga dikenal sebagai pelukis multi teknik karyanya ada yang dibuat manual ada juga digital, art digital dan teknik gabungan.
Itulah Warli Haryana Sang Pelukis Klimis yang memanfaatkan waktu antara dunia edukasi dan dunia praktisi, disamping disela-sela itu dia aktif di berbagai organisasi baik di olah raga, seni, pendidikan, dan lingkungan hidup. Karena menurutnya kalau berkesenian harus banyak komunitas, semakin kita banyak kawan dari berbagai kalangan itu sumber inspirasi seniman akan semakin banyak eksplorasi dan gagasan yg kita tangkap.
Artinya, “Saya berkesenian dimana pun , saya berteman dengan pegiat Olah Raga ya saya harus jadi orang olah raga, tapi disana tak lupa saya selipkan tentang seni, misalnya orang pakai baju olah raga tapi kurang bagus kelihatannya (tidak meching) tdk cocok, coba saya bantu desainkan baju atau logonya. Dulu contohnya di tenis meja setiap ada event daerah maupun nasional saya lihat tidak terlalu digarap serius posternya, slayernya , dsb, tapi sekarang nampak hingga tingkat Rt -Rw pun banyak yang menedesainnya bagus- bagus., itu ada sumbangsih pemikiran kita”, Pungkasnya.***Asep GP