Home BERITA Ketika Kreasi Diberangus Birokrasi

Ketika Kreasi Diberangus Birokrasi

0

Loading

“Tujuan dari seni adalah mewakili, bukan menunjukkan bentuk penampakannya, tetapi kepada signifikasi batin daripadanya”

— Aristoteles

Hakekatnya bahwa apresiasi untuk karya seni adalah kegiatan yang harus dinikmati, lalu bisa diamati dan dinilai sehingga suatu karya buatan manusia yang dipertunjukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pun demikian sebuah ekspresi adalah proses ungkapan yang didalamnya ada emosi atau perasaan di dalam proses penciptaan karya seni tersebut. Proses ekspresi bisa diaktualisasikan melalui media apapun. Inilah ruang besarnay untuk bisa interaksi.

Baiklah saya ingin berkisah satu soal kreasi di kota Bandung yang terkenal sebagai kota kreatif. Dikabarkan tiba-tiba sajian sebuah kreasi yang disajikan telah diberangus oleh birokrasi. Anehnya tak ada yang bertindak bahwa itu satu langkah kejam birokrasi mencengkram karsa yang disajikan ke publik tapi ditengah jalan dikandaskan. Faktornya karena soal pengelolaan sebuah tempat acara yatu Museum Kota Bandung.

Ini tak adil ini satu penggungkungan ekspresi dari karsa budaya, urusan internal antara pihak Museum Bandung dan pihak Disbudpar hendaknya tak menjadikan dibredelnya sajian karya seni dalam event bernama “VISUAL INDULGENCE” dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Prodi Rias dan Busana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung yang awalnya digelar pada 11-14 Juli 2019 di Gedung Baru Museum Kota Bandung itu,

Event harusnya sampai tanggal 14 Juli itu hanya berlangsung sampai 12 Juli dan distop alias kandas tak ada apresiasi dipublik luas. Event ini dianggap berkasus karena ada intervensi yang diduga Kepala Disbudpar menguhubungi Rektor ISBI agar mahasiswanya menyetop karya-karya diselesaikan, bahkan ada bersebaran info yang dishare ke dialog antara rektor dan kadisbudpar itu.

Ini semacam intimidasi sehingga event bernama “VISUAL INDULGENCE” dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Prodi Rias dan Busana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) membuat sang ketua Prodi dan mahasiswa yang bikin kegiatan pameran TA dan fashion itu ketakutan dan memutuskan menutup pamerannya. Lucunya pada malam 11 Juli 2019, saat dibuka sajian fashion itu memukao dan lancar, bahkan media ternama Pikiran Rakyat membuat laporan khusus fashion tersebut dengan judul sangat keren Berkreasi dengan Batik Karya sendiri. Silakan cek edisi Cetak PR Minggu, 14 Juli 2019.

Kisruh aneh yang berujung pemberangusan sajian karsa seni ini.

Dr. Hj. Een Herdiani, S.Sen., M.Hum, selaku rektor sempat dihubungi, namun sampai tulisan ini diturunkan belum memberikan jawaban.

Berikut adalah bentuk intervensi kepala Disbudpar terhadap rektor ISBI mengatakan bahwa:

Kadisbudpar: Koord perizinan srg pemkot cq disbudpar.
Upami perizinan na ti saha bu?
Kumargi konten acara tdk sesuai srg temah gedung Museum Sejarah Kota

Rektor ISBI: Oh abdi kirang terang bu margi eta langsung antawis prodi sareng pengelola museum rupina mah.

Kadisbudpar: Pengelola Museum Sejarah Kota Bdg adalah Disbudpar Bu sanes Tim Museum. Pengelola Museum Sejarah Kota Bdg adalah Disbudpar Bu sanes Tim Museum. Museum Kota Bandung milik Pemkot Bandung cq Disbudbar, bukan tim museum
Sekarang Tim Museum sedang menyelesaikan masalah yang kemarin-kemarin ramai di media

Rektor ISBI: Muhun nyeta bu abdi parantos komunikasi sareng mereka. Mudah-mudahan kapayuna teu aya deui lepat prosedur.

Kadisbudpar: Yang dimaksud “sudah atas persetujuan pihak”, pihak yang mana? Disbudpar tidak tahu menahu tentang acara ini

Muhun bu. Hatur nuhun
Justru karena sekarang ini Tim Museum sedang menyelesaikan masalah, baiknya kita ada di luar masalah yang sedang mereka bereskan aja dulu Bu
Rektor : Siap bu
Kadisbudpar: Teu sawios bu, justru abdi berusaha mengamankeun pihak Ibu (ISBI)

Kira-kira itulah yang beredar kabar sehingga acara atas “VISUAL INDULGENCE” kandas. Untuk seorang Kadisbudpar intervensi ke seorang Rektor lembaga pendidikan adalah hal yang tak etis, meski sebelumnya memang lembaga pendidikan itu sudah ada kerjsama. Jadi kenapa begitu abuse powernya seorang kepala Disbudpar?

Pihak Museum Bandung saat di konfirmasi sumber kami di Museum Kota Bandung mengatakan bahwa yang namanya belum ingin disebutkan mengatakan bahwa adalah museum budaya dimana sejarah (apapun) menjadi pohon besarnya dan produk budayanya menjadi ranting dan cabang.

“Proses kurasi seperti layaknya Museum antara lain untuk perijinan program dari luar museum ditetapkan oleh team kurator (bukan kepala dinas disbudpar) yang dipimpin ketua kurator. Pemkot/ cq Dinas Disbudpar sebagai pemilik aset (fisik) saja tetapi team kurator dibentuk dengan SK Walikota untuk mengkurasi materi, menyelenggarakan program dan kerjasama-kerjasama berbagai pihak,” kata sumber tersebut.

Jadi mana yang benar?

Silakan publik yang menilai, atau kita akan sepakat dengan Aristoles bahwa “Tujuan dari seni adalah mewakili, bukan menunjukkan bentuk penampakannya, tetapi kepada signifikasi batin dari padanya”

Nah, silakan tafsir atau kita mau ikut Sir Herbert Edward Read, seorang penyair, dan kritikus sastra dan seni Inggris. Dia adalah salah satu yang selalu memperhatikan ekstensialisme, dan sangat dipengaruhi oleh pemikir proto-ekstensialis Max Stirner. Maka mestinya sebuah kreasi itu tidak seenaknya diberangus oleh birokrasi, dimana didalamnya sedang kisruh, jadi karya karsa budaya, mestinya tak dibawah ke arah kisruh internal. Tabik..!

AENDRA MEDITA KARTADIPURA, Seorang pencinta karya seni. CHIEF in EDITOR SENI.CO.ID

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here