Home Bahasa 3 Puisi Taufan S. Chandranegara

3 Puisi Taufan S. Chandranegara

0

Puisi-Puisi Taufan S. Chandranegara

Alegori Merah Jambu.

Paradigma, bolak-balik berarus aksioma. Aklamasi, interlud sinonim aksara.

Siluet merupa antonim subjek akronim. Mega berarak anonim amaran, cuaca tak jua jumpa tujuan bak kisah cinta terlarang. Seakan-akan pranala secantik berkaca.

Tengok lah di antara bunga-bunga huma. Semoga masih ada panorama selayang pandang meski sekilas. Asyik dipandang dari sisi mana pun, tak harus sewarna.

Sembari menuggu arus balik membawa biduk kembali pulang.
Wahai! Engkau! Melaut tak lupa pulang.

Benih terus tumbuh di antara lebah-lebah tak diundang. Meredup pandangan ketika kabut tak memberi harapan. Penantian, terlanjur di ujung titian. Tak mampu bertanya. Tak berani menyapa senyuman.

Tak kenal maka tak sayang?
Pertanyaan tetap tersimpan. Takut melanggar tata krama lamaran. Belenggu gigantik mengamati dari langit. Bagai api dalam sekam.

Jakarta, Indonesia, June 31, 2019.


Alegori Coklat Tua

Khayalan, telah menjadi lukisan niskala berjenjang. Perbincangan impian bantal guling.

Wiracarita mimpi siang bolong. Silakan. Jangung bakar telah menjadi kentang goreng.

Lantas apa mau dikata kalau lah cuaca berganti musim, belum tentu hujan tercurah, sungai-sungai mengairi hingga jauh nun di seberang gugusan cita rasa tujuan.

Tak sekejap mata benih tumbuh berladang.

Selamat datang kenduri.

Cinta, berpakaian pengantin semarak jingga semerah api di balik gugusan hutan lestari.

Pesta kembang api semburat kegirangan. Hati-hati tersandung kerikil tak kasatmata.
Kewaspadaan, kewajiban tetap terjaga.

Jakarta, Indonesia, June 31, 2019.


Alegori Cemara Bernyanyi

Raja Usu.
Pujangga, pemilik purnama danau purba cemara bernyanyi. Kau pulang ke rumah tetua adat tanah lahirmu. Meski sesungguhnya kau tak pernah pergi dari tradisi, terjalin indah di tenun ikat leluhur purba.

Gondang Hasapi, mengalun sejarah Toba Na Sae.
Laut, bersyair memanggili namamu. Pegunungan, mengenang ketetapan nuranimu.

Menolak rayuan badai kaum majikan. Meski roda pedati menggilas setiap kata di syair-syairmu.
Guru langit.
Di cuaca apapun tak kenal menyerah. Ingin bersamamu. Kembali menulis kesaksian.

Jakarta, Indonesia, June 31, 2019.


Catatan: Antologi puisi, Taufan S. Chandranegara, kelak akan diterbitkan Oleh Seni.co.id Editor: Aendra Medita.

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here