Seni Budaya sebagai Roh Bangsa: Urgensi Dukungan Negara yang Serius
“Kebudayaan adalah jiwa dari kemajuan suatu bangsa.”
–Sutan Takdir Alisjahbana
DALAM dinamika globalisasi dan digitalisasi yang makin mendalam saat ini, seni dan budaya memiliki peran esensial dalam menjaga identitas bangsa, memperkuat daya saing kultural, dan membangun karakter masyarakat bangsa kini.
Namun, masih terdapat tantangan besar dalam hal keberpihakan negara terhadap pengembangan seni budaya. Tulisan ini mengkaji kembali makna hakiki seni budaya bagi bangsa Indonesia dan mengusulkan peran strategis negara dalam mendukung ekosistem seni budaya secara lebih serius dan berkelanjutan.
Di tengah arus homogenisasi budaya global, keberagaman seni budaya menjadi benteng terakhir eksistensi bangsa. Indonesia, dengan kekayaan budaya yang luar biasa — 1.340 suku bangsa, 718 bahasa daerah, ribuan seni tradisional dan kontemporer — memiliki modal kultural yang tak ternilai. Namun, bagaimana negara hadir dalam memastikan keberlanjutan seni budaya tersebut?
Seperti yang dikatakan diatas Sutan Takdir Alisjahbana (STA), “Kebudayaan adalah jiwa dari kemajuan suatu bangsa.” Jiwa itu kini tengah menghadapi tantangan besar. Oleh karena itu, peran negara tidak dapat lagi bersifat simbolik; harus konkret, strategis, dan berkesinambungan.
Seni Budaya sebagai Pilar Identitas Bangsa Seni Budaya Seni Budaya sebagai Pilar Identitas Bangsa Seni Budaya bukan sekadar aktivitas estetika, melainkan: Penjaga identitas kolektif.
Dalam seni budaya, masyarakat menemukan narasi tentang siapa mereka. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan, “Kebudayaan ialah buah budi manusia yang menjadi petunjuk bagi keselamatan hidup manusia.” Media pemersatu bangsa. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, seni budaya memperkuat rasa kebersamaan di tengah perbedaan. Instrumen pendidikan karakter. Seni membentuk kepekaan rasa, empati, keberanian, dan kejujuran — nilai-nilai yang esensial bagi bangsa yang beradab. Wahana kritik sosial dan transformasi.
Bahkan WS Rendra pernah menegaskan, “Seni adalah suara nurani yang membebaskan manusia dari kekuasaan yang membelenggu.” Lewat seni, masyarakat dapat merefleksikan ketimpangan dan mengartikulasikan aspirasi secara damai.
Nah kini rantangannya Seni Budaya dalam Bayang-Bayang Negligensi Negara Sayangnya, dalam praktik kebijakan publik, seni budaya sering dipandang sebagai sektor periferal: Soal anggaran kebudayaan relatif kecil dibandingkan sektor lain.
Perlindungan sosial bagi seniman lemah. Infrastruktur budaya masih kurang merata, misalnyaa fasilitas Gedung pertunjukan dll. Pendidikan seni budaya belum menjadi prioritas dalam kurikulum nasional.
Ekosistem pendanaan seni (grant, sponsor, dana abadi) belum berkembang optimal. Akibatnya, banyak budaya lokal yang tergerus, banyak seniman hidup dalam ketidakpastian, dan kesadaran budaya generasi muda menurun.
Sebagaimana Soedjatmoko pernah mengingatkan, “Pembangunan tanpa kebudayaan akan melahirkan masyarakat yang kehilangan makna.” Ini risiko nyata jika negara terus abai.
Peran Strategis Negara yang Diperlukan Negara harus mengambil peran strategis dan proaktif dalam: -Meningkatkan alokasi anggaran untuk seni budaya — minimal 1% dari APBN/APBD sebagai standar awal. – Membangun ekosistem pendanaan berkelanjutan — dana abadi kebudayaan, skema hibah, insentif pajak untuk donasi seni. – Melindungi pelaku seni budaya — jaminan sosial, ruang ekspresi, kebebasan berkreasi. – Memperkuat pendidikan seni budaya — menjadikannya bagian inti kurikulum nasional. – Mengintegrasikan seni budaya dalam diplomasi luar negeri — sebagai bagian dari strategi soft power Indonesia. – Membangun dan memelihara infrastruktur budaya — ruang pertunjukan, galeri, pusat budaya berbasis komunitas.
Dan akhirnya Di era global yang penuh disrupsi, bangsa yang akan bertahan bukan sekadar yang kuat secara ekonomi, tetapi yang memiliki jiwa budaya yang kokoh. Jiwa itu dipertahankan melalui seni budaya yang hidup, berkembang, dan didukung secara serius oleh negara.
Tanpa seni budaya, kita berisiko menjadi bangsa yang modern tanpa makna. Sebaliknya, dengan seni budaya yang diperkuat, Indonesia dapat melangkah sebagai bangsa yang tidak hanya berdaya saing di dunia, tetapi juga memiliki jati diri yang membanggakan. Oleh karena itu, perlu kesadaran kolektif bahwa dukungan negara terhadap seni budaya bukan pilihan, melainkan keharusan sejarah.
Aendra Medita adalah Jurnalis, Pemerhati Budaya
—Daftar Pustaka Singkat: • Alisjahbana, S.T. (1953). Kebudayaan dan Pembangunan. • Ki Hadjar Dewantara. Pemikiran tentang Kebudayaan Nasional. • Rendra, W.S. (1985). Sajak-sajak Burung Merak. • Soedjatmoko. (1984). Dimensi Manusia dalam Pembangunan.