Oleh Denny Cholid Rachmat Awan
Dirty Vote adalah dari bahasa inggris yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yaitu “suara kotor”. Berkenaan dalam situasi pilpres 2024.
Istilah “Dirty Vote” saat ini menjadi tranding topik membooming dan viral sebagai judul film dokumenter yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono hampir sama dengan istilah lain yaitu “black campaign” (kampanye kotor).
Banyak cara lain dalam melakukan Dirty Vote, mulai dengan menyebar informasi hoaks, kecurangan-kecurangan dalam pemilu, hingga politik.
Film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono dan para pemerannya dimainkan oleh para elite politik sebagai narator. Isi film dokumenter tersebut adalah merupakan rangkaian tentang kecurangan-kecurangan di dalam Pemilu 2024.
Film dokumenter “Dirty Vote” adalah cara lain untuk mengungkapkan cerita sekaligus ‘kritik’ melalui kreatifitas pada media sosial dengan gaya genre film dokumenter. Dan perlu kita tahu istilah “kritik” dari bahasa Yunani, yaitu “Krinein” yang artinya memisahkan, merinci dari bidikan yang dihadapi dengan kenyataannya orang membuat suatu pemisahan, perincian antara nilai dan yang bukan nilai, yang baik dan yang jelek, namun bukan hanya arti susila saja, perlu landasan-landasan untuk menyoroti dalam arti yang sangat luas terhadap menentukan suatu ukuran nilai, yaitu nilai dalam penafsiran, nilai dengan ilmu, kaidah-kaidah atau norma yang menjadi pedoman secara sistematis.
Persoalan kritik mempunyai kedudukan yang sangat penting pada kehidupan sosial manusia, karena kritik adalah sebagaimana orang memberikan penilaian atas nilai. Dalam tata kehidupan demokrasi masyarakat, kritik sangat dibutuhkan untuk menilai tentang kebijaksanaan para pemimpin dan para penguasa secara kritis. Seperti terjadi dalam suatu pemilihan umum, yaitu sebagai contoh pilpres, pemilihan kepemimpinan melalui partai-partainya.
Kritik menyoroti wilayah-wilayah tertentu dari suatu praktek kemanusiaan dalam sosialisasinya. Tanpa kritik belum tentu suatu cita-cita sesuai hasil dengan pencapaian harapannya.
Kritik dilontarkan dengan positif ataupun negatif bagai cambuk seakan-akan menjadi penghambat atau ancaman yang dianggap pengrusakan citra yang menjadi gerah dan panas bagi para pembuatnya, pada sistem struktural sebuah organisasi atau perseorangan dari sebuah nilai kesucian dan kemurnian hasil yang menjadi hasil akhir yaitu karya.
Bisa juga kritik menjadi doping atau stimulus untuk mencapai suatu tujuan dan harapan masa depan lebih baik dari yang sudah-sudah.
Seorang kritikus sudah tentu harus mengerti hakekat kritik, sifat-sifat kritik dan persyaratan bagaimana melakukan kritik. Kendati demikian bukan tugas yang mudah ketika kritik itu harus diutarakan dan bahwa kritik yang benar adalah suatu nilai dasar untuk kemajuan eksistensi perbuatan kemanusiaan. Menjadi seorang kritikus berkualitas mempunyai disiplin ilmu untuk mempelajari dan memahami bagaimana menyoroti dan melontarkan kritik-kritiknya supaya tepat sasaran terhadap yang dinilainya atas perbuatan-perbuatan yang bisa ditangkap dan tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, seperti yang dilakukan seorang filsuf, agamawan dan masyarakat religius secara spirituil berfikir tentang ketuhanan.
Bagaimana kita mengkritisi terhadap seorang hakim menvonis perbuatan seorang terdakwa ? Bagaimana pemimpin negara mengatur rakyatnya ?
Bagaimana seniman menghasikan karya seni yang diciptakannya baik secara individu maupun kerja kolektif ? Dan sebaliknya bagaimana seorang seniman melontarkan kritik melalui karya seni itu sendiri terhadap wilayah-wilayah praktek kemanusiaan dan sosialisasinya ?
Demikian macam-macam kritik diarahkan bukan serta merta seorang kritikus menjadi dewa terkesan lontaran caci-maki, opini, bisikan-bisikan, gunjingan sebagai kutukan yang gerah, akan tetapi menjadikan spirit dan titik terang mendorong lebih maju untuk melahirkan perubahan, formula-formula baru dan inovasi pada kemajuan bangsa dan negara, serta sebagai contoh pada karya seni dalam karya teater (drama panggung), tari, seni suara, seni rupa (lukis, patung, batik), sastra (puisi, prosa, sajak), film/televisi, dan seni-seni lainnya yang lebih bermutu sekaligus eksistensi para senimannya.
Demikian film berjudul “DIRTY VOTE” apakah bisa menjadi merk pasta pembersih gigi ?
Link Film
Salam Budaya
Denny Cholid Rachmat (Seniman Teater, Film Dan Televisi Feb’2024)
Sponsor