Anonim Plus
Oleh: Taufan S Chandranegara, praktisi seni.
Ribet kan jadinya. Maju kena mundur kena. Kalau salah parkir. Hahaha, banyak kelucuan ya. Karena sedang musimnya lucu-lucuan. Oh begitu ya. Lah iya. Dikau kemana saja sampai tega-teganya tidak tahu, atau memang tidak ingin tahu, atau pura-pura tidak tahu. Pelan-pelan dong kalau bertanya. Jangan rebutan lahan disposisi aduhai gemulai.
Jangan mendadak ini itu tau-tau pura-pura tidak tahu, seperti kura-kura dalam perahu, padahal panjenengan tahu, nggih toh. Tersenyum boleh tertawa jangan. Loh! Kenapa? Gawat dong. Kalau menangis? Boleh, tapi diam-diam tak boleh terisak-isak. Wah! Repot amat. Memang harus repot. Kalau enggak mau repot bobo manis siang bolong.
Pasalnya jangan sampai siapapun tahu kalau sedang bersedih. Kenapa? Terlihat lemah gitu? Enggak juga sih. Jadi maksudnya apa. Kalau bisa melakukan adegan sedihnya di antara senyuman, jangan di antara tangisan, enggak boleh. No. Not yet and do not hahaha … Bagaikan ‘Hah’ dalam huruf kapital. Ya gitu, itu juga masih kalau mungkin.
Jadi, kalau ini itu sana sini tidak boleh. Maksudnya diawasi gitu? Diawasi siapakah? Jangan asal goblek begitu nanti kena pasal riwa-riwi. Hah! Emang ada pasal riwa-riwi. Loh ada. Kata siapa? Ada deh. Riwa-riwi itu maksudnya mondar-mandir. Nah itu tuh, kurang lebih mirip, hampir serupa sama dengan dagelan ludruk hihi …
Dagelan siapa? Ehem dong. Wkwkwk ehem, apakah sama dengan uhui. hampir mirip tapi beda DNA. Hampir mirip tapi kurang pas. Hihihi … Dari tadi jawabannya masih seputar mirip melulu. Kapan persisnya. Gini loh, jangan ngomong asal persis, bisa bahaya. Bahaya gimana? Ya, bisa memicu anggapan bahaya laten polusi udara.
Hahaha … Kok jadi kesono sih. Sssst bukan kesono, tapi, ke sana lalu ke sini atau ke situ, atau tidak sama sekali. Malah mungkin saja sedang duduk sekalipun ketiban rezeki mark up kwitansi kosong. Nah, kalau mau ditelusur atau menelusuri, pokok permasalahan tau atau diketahui tapi pura-pura tidak tahu padahal tau. Walah! Weleh! Geng.
Geng? Apa lagi sih, emang lagi musim geng-gengan. Sepertinya sih serupa lucu-lucuan tadi di atas itu. Oh gicu hai, jadi kepo nih. Kepo boleh, tapi waspada kanan kiri depan belakang atas bawah komplit. Lah hal itu suatu cara-cara mencari keselamatan di antara musim adu boksen. Perang antar pikiran, antar slogan ataupun perang antar daring visual.
Demi kepentingan sendok-garpu atau pun bunyi perut harapan. Lah kui, kocak kan. Lah wong planet bumi serta segala isinya milik Kanjeng Gusti Pangeran; masih saja tarik menarik bumi datar antar sains ini versus sains itu, karena ini akibat itu. Belum tentu, karena ini atau itu. Bingung ya. Enggak tuh. Sama dengan tayang berulang-ulang kan?
Hahaha … Ketawanya jangan melebar, nanti melanggar junto pasal ini itu loh. Widihh, kok gitu sih. Ya gitu deh. Enggak mau ya disuruh tertib. Nanti terkena epidemi slogan musim musikalisasi kemarau di hapus hujan sehari. Oh! Tren mode kabar burungnya sedang demikian ya. Justru mulai marak. Dang ding dong. Gegara hujan sehari menghapus kemarau setahun. Hahaha sama aja kale. Nah itu tau!
***
Jakarta SENI November 28, 2024. Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan