Jalan Sunyi Stemer Piano
Cerita Pendek : Rhenoz Dhamaputra M
DI sebuah kota kecil yang sunyi, tinggal seorang pria tua bernama Pak Sutan, seorang penyetem piano yang jarang dikenal orang.
Ia hidup sederhana, dengan peralatan penyetem usang yang selalu menemaninya. Meski begitu, kemampuannya dalam memperbaiki piano telah menjadi legenda di kalangan mereka yang pernah memakai jasanya.
Suatu hari, sebuah hotel mewah di kota besar mengalami masalah dengan piano grand-nya. Piano itu adalah barang antik yang sangat mahal, namun suaranya menjadi sumbang, dan tak seorang pun teknisi lokal mampu memperbaikinya. Seorang manajer hotel mendengar kabar tentang Pak Sutan dari seorang tamu yang pernah menggunakan jasanya.
Manajer itu awalnya tak percaya. “Bagaimana mungkin seorang pria tua dari desa kecil bisa memperbaiki piano ini, sedangkan para ahli profesional saja gagal?” katanya sinis. Namun, karena tak ada pilihan lain, mereka memutuskan untuk memanggil Pak Sutan.
Saat Pak Sutan tiba di hotel, ia tidak membawa apa-apa selain kotak kayu tua berisi alat-alatnya. Para staf hotel memandangnya dengan skeptis. Ia terlihat lusuh dan jauh dari kesan seorang ahli. Namun, ia tetap tenang, meminta waktu beberapa jam untuk memeriksa piano tersebut.
Setelah selesai memeriksa, ia berkata, “Piano ini masih bagus. Hanya perlu sentuhan pada beberapa senar dan mekanisme pedal.”
Manajer hotel tertawa kecil, seolah meremehkan. “Kalau bisa diperbaiki, buktikan. Kalau tidak, Anda akan mengganti kerugian kami!”
Pak Sutan hanya mengangguk dan mulai bekerja. Dengan teliti, ia menyetem, memperbaiki, dan menyelaraskan setiap bagian piano. Butuh waktu hingga larut malam, namun ketika ia selesai, ia meminta seorang pianis untuk mencobanya.
Saat pianis mulai memainkan piano itu, seluruh ruangan terdiam. Suara yang keluar begitu indah, seakan piano tersebut hidup kembali. Semua orang terkejut, termasuk manajer hotel.
Untuk memastikan keaslian keahlian Pak Sutan, mereka menghubungi Yamaha, yang memproduksi piano tersebut. Yamaha meminta foto pekerjaan Pak Sutan, dan setelah memeriksanya, mereka mengakui bahwa apa yang dilakukan Pak Sutan sempurna.
Sebagai penghargaan, hotel tidak hanya menjamu Pak Sutandengan hormat, tetapi juga memberinya bayaran sebesar 50 juta rupiah. Pak Sutan hanya tersenyum kecil dan berkata, “Keahlian itu tidak selalu terlihat. Yang penting adalah hasilnya.”
Sejak saat itu, nama Pak Sutan dikenal luas sebagai penyetem piano terbaik, bahkan oleh orang-orang yang dulu meragukannya.
Sutan kecil tumbuh di sebuah desa terpencil, anak seorang petani sederhana yang bahkan tak pernah menyentuh alat musik. Namun, sejak usia muda, Sutan sudah menunjukkan bakat istimewa. Ia bisa mengenali nada hanya dengan mendengar. Saat berusia 17 tahun, seorang guru musik yang kebetulan melewati desanya mendengar tentang kehebatannya. Guru itu berkata kepada orang tua Sutan, “Anak ini memiliki bakat. Biarkan dia sekolah di luar. Saya akan membantunya belajar menjadi ahli piano.”
Sutan pun berangkat ke kota, meninggalkan desanya. Di sana, ia belajar di sebuah sekolah musik kecil di bawah bimbingan guru yang berdedikasi. Namun, Darsa tidak tertarik menjadi pianis seperti teman-temannya. Ia lebih menyukai memahami mekanisme piano—bagaimana senar, pedal, dan tuts bekerja sama untuk menciptakan harmoni.
Ia belajar keras, sering bekerja hingga larut malam di bengkel piano sekolah. Setiap kali ada piano rusak, Sutan menjadi orang pertama yang menawarkan diri untuk memperbaikinya. Meski awalnya sering gagal, ia tak pernah menyerah. Dengan ketekunan dan bimbingan dari gurunya, Sutan akhirnya menjadi seorang ahli piano, bukan sebagai pemain, tetapi sebagai penyetem dan perawat piano yang andal.
Kisahnya mencapai puncak saat sebuah hotel mewah memanggilnya untuk memperbaiki piano grand mereka. Saat itu, Sutan sudah terkenal sebagai seorang penyetem piano terbaik di daerahnya, meski ia tetap rendah hati dan tak pernah mencari perhatian.
Kini, Sutan dikenal bukan hanya sebagai seorang ahli teknis, tetapi juga sebagai simbol ketekunan dan dedikasi. Baginya, belajar sejak usia 17 tahun bukanlah pengorbanan, melainkan perjalanan untuk menciptakan harmoni di dunia yang sering kali sumbang.***