PENGANTAR
Kasus project puisi Esai Denny Januar Ali alias Denny JA alias selanjutnya kita sebut (DJA) memanas. Sejumlah diskusi dan pembicaraan baik off air di forum, maupun online di Medsos menambah kisah kasih kasus sastra Indonesia. Seni.co.id banyak mendapat kiriman tulisan namun maaf saja karena tak semua bisa dimuat, jika hanya hanya analisa dangkal dan sekadar cela mencela. Tapi kali ini tulisan pengantar ini membuka warna baru, karena di Bandung akan ada Diskusi membongkar project DJA. Seperti apa, silakan yang berminat hadir dan berikan warna lain yang benar dan terbuka atas kasus polemik yang panjang ini.
– redaksi
SENI.CO.ID – Sejumlah sastrawan di Bandung, akan menggelar diskusi tingkat nasional dengan tajuk besar “Membongkar kasus Project Puisi Esai Deny JA” yang akan digelar pada Selasa 13 Maret 2018 di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Jl. Perintis Kemerdekaan No 5 Bandung.
Hadir para pembicara antara lain Ahda Imran, Yana Risdiana, Ari J. Adipurwawidjana, Heru Hikayat dan Hikmat Gumelar Berdoa, mereka akan berbicara panjang lebar bagaimana proyek itu adalah skandal sejarah sastra. Diskusi ini dimoderatori penyair Matdon.
Ahda Imran bicara soal kebohongan Denny JA yang menggelak telah membiayai project puisi esai. Tidak hanya itu, Denny JA telah mengijon penulis puisi esai yang kebanyakan bukan penyair, tapi mendadak menjadi penyair. Penyusunan buku itu adalah infiltrasi modal ke dalam sejarah sastra Indonesia.
Ari J. Adipurwawidjana, dosen Unpad ini membahas bagaimana sebuah genre lahir dan berkembang melalui interaksi antar-jejaring yang bersifat horizontal-egaliter yang terus berlangsung. Lingkar Survei Indonesia (LSI) harus mengumpulkan opini publik lewat survei. Pola vertikal-hierarkis yang diterapkan “gerakan puisi-esai” merupakan pola koersif yang selama ini lazim diterapkan dalam dunia politik Indonesia. Yana Risdiana, Advokat pencinta puisi menulis tentang kontrak puisi esai antara penyair dan pihak Denny JA yang mengutiff KUHPer Pasal 1338 (3) dan Pasal 1339 KUHPer yang masing-masing berbunyi:
“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” dan “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-haal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Mengaasumsikan penyair, dengan alasan tertentu, setuju akan membuatkan puisi sesuai pesanan dari pemberi kerja dengan harga x rupiah sesuai genre y dan puisi harus diselesaikan dalam jangka waktu z bulan. Lantas, bagaimana kontrak menjadi mungkin dituliskan?
Hikmat Gumelar bicara soal gerakan manipulasi yang dilakukan Denny JA dan membandingkan puisi esai Denny JA dengan puisi WS. Rendra, disana ditulis bagaimana puisi sebagai kejadian nyata yang bisa ditegaskan dengan catatan kaki. Puisi itu akan selesai sebagai teks indah tanpa harus ada catatan kaki.
Dan Heru Hikayat dari seni rupa mencoba membandingkan antara skandal puisi esai di sastra dengan fenomena di seni rupa, ia memaparkan kooptasi pasar pada dunia seni rupa. Bagaimana pasar akan “menelan” semuanya, bahkan kritisisme. Pasar membawa berkah sekaligus kutukan.
Meski tiddak secara detail menghubungkan langsung fenomena spesifik di seni rupa dengan skandal puisi esai.
Bagi yang berminat datanglah ke Diskusi ini terbuka untuk umum dan gratis!
|RED/ATA