SENI.CO.ID – Garasi 10 di Jalan Rebana 10 Turangga Bandung, kini makin menjadi kekuatan yang berarti dan fungsinya jadi tempat diskusi, kegiatan nonformal, tempat pergelaran musik, pameran, bazaar, pemutaran film independen, dan lainnya serta sudah terkenal hingga ke mancanegara.
Pemiliknya adalah Prof Setiawan Sabana mantan Dekan FSRD ITB belum lama ini Garasi 10 menggelar Workshop pengenalan batik ke mahasiswa Jepang yang sedang belajar bahasa Indonesia pada pekan lalu.
“Pesertanya keseluruhan dari mahasiswa Daito Bunka Jepang. Batik cap sederhana dengan alat cap-nya yang terbuat dari bahan limbah rumahan,” ungkap Zakiah Pawitan pengajar Kria Tekstil & Batik di UPI sejak 2004.
Moni panggilan akrab Zakiah Pawitan ini adalah lulusan Kria Tekstil ITB saat skripsi di ITB ia mengolah batik di kain Corduroy dan lulus tahun 2004. Menurut Moni alat batik murah, dan aplikatif hingga sekolah sekolah di daerah terpencil yang notabene terlalu mahal dan sulit mendapat alat batik yang murah, jelasnya. “Saya kenal batik saat masih kuliah di Kria Tekstil ITB, jadi kenal batik sejak 2003 sudah 15 tahunan,”ungkap Moni lagi.
Awal mula kegiatan kursus batik ini dimulai lebih dari 10 tahun lalu, ketika Fak Sastra Jepang Unpad (Skrng Fak Ilmu Budaya) merintis kerjasama dengan Universitas Daito Bunka Tokyo Jepang. Berbagai acara dilaksanakan mulai dari belajar bahasa dan budaya Indonesia sampai menari Sunda dan membatik. Para mahasisa tinggal di keluarga-keluara di Bandug untuk berinteraksi dengan tatacara kehidupan keluarga. Jadi, kegiatan ini sudah mentradisi pada FIB Unpad. “Bu Elly perintis kerjasama ini sudah tiada dilanjutkan oleh dosen-dosen muda generasi penerusnya,” begitu kisah singkatnya.
Garasi 10 adalah sebagai jembatan antara masyarakat kebanyakan dengan lingkungan yang eksklusif serba terbatas. Begitu juga dalam hal pendidikan formal, sebenarnya banyak ilmu pengetahuan yang bisa diterapkan secara praktis kepada masyarakat, tapi akses informasinya terbatas di lingkungan akademik, tapi di Garasi 10 pengetahuan itu diajak membumi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,“ ujar Prof. Wawan panggilan akra Setiawan Sabana. |ANDI/SENI