Home AGENDA Teater Mini Kata GAUS: Sebuah LENTERA PEREMPUAN TUA, Kerinduan Diksi Ibu

Teater Mini Kata GAUS: Sebuah LENTERA PEREMPUAN TUA, Kerinduan Diksi Ibu

0

Loading

SENI.CO.ID — SEBUAH acara Pameran Lukisan yang digelar Komunitas Lingkaran dengan tema “UNITY”, dalam pembukaannya pada 7 September 2024 di Sangkuriang 6 Galerry  memberikan ruang apresiasi bagi  seorang pemain teater. Adalah Gaus pemain teater jebolan AST/STSI-ISBI Bandung dimana ia  membawakan Teater Mini Kata GAUS, dengan lakon: LENTERA PEREMPUAN TUA  ia terlibat atas terselenggaranya acara pameran UNITY yang menampilkan sejumlah karya Maestro dan seniman muda.

“Konsep sajiannya dekat dengan semangat kebersamaan kisah ibu tua yang rindu anakknya” kata Gaus.

Teater mini kata mengutamakan gerak-gerik mau pantomim, tarian, suara, dan seminimal mungkin katakata jauh terungkap bahkan tidak berunsur cerita  yang berdikdi alur atau plotnya. 

Teater Minikata Gaus hadir awal muncul berkerudung kain putih panjang berjuntai hingga ke lantai, bersinjang kain batik lusuh, beralas kaki bakiak berwarna merah, menenteng sebuah lentera yang menyala timbul tenggelam. Dari ruangan lain atau mungkin dari satu pojok remang, terdengar langkah berat, tergopoh menyusuri berbagai sudut, menyisir setiap sisi ruangan. Ia seperti mencari, memanggil-manggil. suaranya renta, berat, parau. Kadang lirih, kadang melengking:
“Na…. Na… Naaa….. Naaaaa….!”
Tiba di suatu tempat, kemudian membuat “kalang” lingkaran dengan tambang berwarna merah.

Hening! Pencarian tidak menemukan titik terang. Didalam lingkaran, perempuan tua seperti sedang ritual. Khusu, Menaggalkan kerudung putinya, melemparkan bakiaknya, dan memadamkan lenteranya. Seketika menhilang entah ke mana. Masih di dalam lingkaran, muncul sesosok anak kecil.
Dan anak Kecil yang ia perankan sama merubah diri berseragam SD, lengkap dengan dasi dan topinya.

Di dalam lingkaran. Berdiri. Merasa asing dengan keadaan sekitar. Pandangannya diumbar ke segala penjuru arah. Seakan ada yang dicari. Kadang seperti memanggil jauh, kadang histeris, kadang juga senyap. Melihat kain putih, kain batik, bakiak dan lentera yang berserakan. Anak keci seperti tersadar menemukan jejak yang telah lama dicarinya. Dipungutnya satu persatu. Benda-benda itu disatukan, jadi semacan satu “buntalan”, dililit, dibebat, diikat dengan tali, dari tambang lingkaran. Mendekap erat buntalan, menanggil- manggil histeris:
“Bu… Bu… Buuu… Buuu…!”

Anak kecil, menyalakan lentera, menengtenya. Menyanyi dengan suara pilu:
Matahari terbenam
Hari mulai malam
Terdengar burung hantu
Suaranya merdu…
Kukuk… kukuk…
Kukuk… kukuk… kukuuuuk….
Berulang-ulang, hingga anak kecil pergi perlahan, menghilang dibalik sebuah pintu ruangan.

Kisah Gaus dalam teter itu  mengungkapkan cara metapor diri dan menganalisia serta  menginterpretasi kehadiran suatu bentuk konvensi teater lama namun di MiniKata-kan dalam pengertian sajian. Gaus mampu menghipnotis penonton, meski pastinya ini masih banyak mengerutkan jidat karena ini sajian lain dan lebih pada sosok bukan harmoni tetaer biasa. Tapi inilah teater mini kata Gaus….Semoga ini langkah kedepan agar konsisten dan akan terus melaju tanpa henti. Dikabarkan Gaus teter minikata ini akan mentas di Bali Oktober 2024. Bravo…(ATA-JO)
Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here