Home AGENDA Tafsir

Tafsir

0
Taufan S. Chandranegara/seni

Loading

Tafsir

Oleh: Taufan S Chandranegara, praktisi seni, penulis.

Tafsir menurut kamus bahasa Indonesia, sila di baca sendiri. Lantas ini tafsir apa, sesuka anelah, bisa tafsir positif bisa tafsir negatif. Bergantung pada cuaca di tafsir pembaca dong, begitu kale ya. Sebab tafsir (X) dengan tafsir (Z) pasti berbeda, konotasi bunyinya saja sudah berbeda, coba anda sebutkan-baca deh dua huruf di atas itu. Ehem.

Tafsir ya tafsir, mau serupa ilmu pasti atau ilmu sosial atau tidak, bergantung pada daya nalar inteligensi; Kelinci berbulu dombapun bisa menjadi tafsir bisa masuk pula dunia dongeng. Lantas dongeng bisa menjadi multi tafsir. Nah loh. Kok begitu, emang begitu kale, itu sebabnya mungkin dan barangkali seolah-olah atau seakan serupa namun terkandung tafsir berbeda.

Lantas kalau tafsir berbeda enggak boleh, kudu sama gitu, gile bener, kalau sama ya menjadi kesamaan tak berbeda lantas apa masih bisa dibilang tafsir gitu. Yak elah. Ribet amat. Sebab tafsir memiliki hukum kepastian, berbeda, nah itu. Ketika perbedaan berlangsung kolosal maka si tafsir bisa saja menjadi multitafsir, lantas kalau multitafsir salah gitu. Eh halah walahkadalah. Ye kale menjadi Yes or No. Ehem lagi, bentar lagi batuk rejan neh, kalau tafsir masih di unsur kesamaan.

Hari ini mendung besok mungkin saja mendung juga, atau panas juga atau hanya terjadi hujan lokal-lantas si tafsir di mana ketika hujan tanpa mendung, malah di terik matahari; oh itu hujan panas, hiks. Prediksi ngeles atau tidak pun memperdebatkan cuaca macam itu. Lantas apakah si tafsir masih eksis, ehem. Nanti dulu dong. Perbedaan lahir karena pikiran tak sama, lantas apa itu juga tafsir, yak elah.

Maka eksistensialisme turut campur sejenak, namun ia tinggalkan algoritma logika. So why gituloh, mungkin saja si algoritma tak membutuhkan bantuan berlogika agar bisa bernalar, sebab nalar sudah termaktub esensial logika, ini mungkin atau pun bisa saja tak mungkin, sebab tafsir mendadak hadir ikut capur. Loh. Kagak usah kaget kale. Tengok saja kasus judi online maka bertemu kalimat: “Kau memulai. Kau mengakhiri.” Hiks. Lantas apa kabar sas sis sus perkasus icu. Mendadak raib? Dehem-dehem aje deh.

Lantas tafsir mendadak menjadi seolah-olah menganut universalism, mendadak seakan-akan serba tahu, serba benar, tak mau serba salah, ujungnya konflik pikiran bukan konflik horizontal akibat kepentingan pesanan nasi bungkus jadi rantangan loh. Wah, kalau sebab tafsir menimbulkan konflik horizontal, eh halah walah kadalah beriisi apakah otak makhluk hidup itu, hiks.

Masih ingat kalimat masa kecil ini, kalau liat film koboi lantas sang jagoannya muncul dengan dua pistol di pinggang, ini kalimatnya “Eng ing eng…” seterusnya

tergantung sinopsisnya. Kalau jagoannya kalah “Wah cemen tuh jagoannye …” Lantas tafsir ada di mana, ketika spontanitas lahir dari kejujuran nurani. Jreng!

***

Jakartasatu Indonesia, Desember 12, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here