Oleh Prof. Dr. Setiawan Sabana MFA
Seni Grafis sebagai sebuah medium seni yang bersifat reproduktif justru memberikan persoalan yang berbeda dengan medium lain. Sifat reproduktif ini justru membuat seni grafis berbeda dengan medium lain seperti sebuah lukisan, patung, keramik dan bahkan fotografi. Sebagai sebuah medium yang memerlukan kerumitan tersendiri dalam proses pembuatanya, seni grafis justru menjauhi sifat yang auratik (kecuali cetakannya). Kaidah ini justru dekat dengan fotografi tetapi dalam beberapa hal seni grafis masih tetap menggunakan kerja tangan.
Proses Gandaan ini juga sangat berkaitan dengan kapasitas estetik yang akan dihadirkan. Walaupun pada awalnya lebih untuk keperluan yang lebih pragmatis, lambat laun proses gandaan tersebut memunculkan sebuah estetika tersendiri.
Di dalam duplikasinya justru “tidak sama” satu dengan yang lain karena disitu terdapat kerja tangan dan sudah pasti terdapat adanya kesalahan. Tetapi proses ini justru memunculkan pola estetik yang menarik. Dan hal ini juga akhirnya menjadikan masing-masing edisi karya menjadi penting. Toh, persoalan ini bukan hanya masalah kemiripan tiap-tiap edisi yang sekarang bisa digantikan dengan mesin cetak yang semakin canggih, tetapi bagaimana hubungan ide dengan pengerjaan karya, kualitas yang dihadirkan dan bagaimana “gambar” yang dimunculkan.
Akhirnya dengan proses tersebut membutuhkan disiplin kerja untuk mendekatkan pada bentuk, bukan soal kecepatan untuk mencapai bentuk tetapi dengan kalibrasi dengan tetap memperhatikan intensi awal dalam membuat bentuk. Hal ini juga sebenarnya menjadi suatu proses otokritik pada kebudayaan kita, disaat semua reproduksi yang serba cepat saat ini, seni grafis justru hadir dengan suatu cara yang tidak masuk akal, lewat reproduksi manual.
Dalam proses kemunculannya seni grafis di Indonesia lebih terlihat pada sebuah praktik tidak dalam sebuah pengertian, banyak digunakan dalam produksi ilustrasi untuk kepentingan memperbanyak dan penyebarluasan, dalam hal ini yang akhirnya menjadikan bagaimana kemunculan pandangan mengenai seni grafis di Indonesia menjadi menarik.
Di dalam perkembangannya kemudian karena hal tersebut memunculkan ideologi seni yang lebih dinamis. Wajar akhirnya kenapa perkembangan seni grafis di Indonesia dekat dengan perkembangan teknologi. Dengan beragamnya teknik dan perkembangan alat dan bahan seni grafis akhirnya terjadi perluasan-perluasan baik secara gagasan dan teknik. Tugas para pegrafis dan para pemikir seni grafis untuk mendefinisikan hal tersebut.
Dalam pameran ini kita bisa melihat berbagai kecenderungan karya, baik yang masih memakai konvensi seni grafis dengan segala aturanya maupun karya-karya yang “bahkan sulit” dikategorikan seni grafis lagi. Pameran ini mencoba memberikan perkembangan terbaru seni grafis dengan perluasan karya seni grafis dari seniman yang mendapat basis pendidikan seni grafis. Pameran ini bisa menjadi peluang untuk melihat tidak hanya perkembangan seni grafis semata tetapi bagaimana intensi masing-masing seniman dalam membuat “tanda-tanda” dari gurat-gurat matriks untuk merangkai hubungan petunjuk dari semacam rute perjalanan masa depan dan masa lalu.
Catatan: Tulisan ini Pengantar Kuratorial Pameran Seni Grafis Gandaan & Ekspansi yang berlangsung pada 31 Oktober sampai 15 November 2018 di Galeri Sumardja