Pekan ini Redaksi Seni.co.id menurunkan sajak-sajak dari Aendra Medita. Kali ini sajak yang diangkat adalah perenungan waktu, cinta dan kenangan yang sunyi. Ada 5 karya yang ditampilkan membaca realitas dan perjalanannya. Selamat menyimak.
–redaksi
1.
AKU, KAMU, DAN KISAH YANG TAK ADA DUA
–ikl
Aku dan kamu, adalah perjalanan waktu, dua jiwa yang bertemu, di simpang takdir yang tak pernah jemu.
Kisah ini tak ada dua, seperti hujan yang hanya tahu jatuh dan mengalir ke muara tanpa keluh. Kita ini membasuh luka tanpa ragu, menjalani dengan suka dan duka
Kita adalah bait-bait sajak, yang ditulis semesta tanpa jeda, dengan tinta rindu dan rahasia, mengikat hati tanpa kata.
Tak ada dua untuk cerita ini, sebab kamu adalah satu, dan aku adalah pengembara waktu.
Meski langit berubah warna, dan bumi terus berputar cerita, aku, kamu, dan kisah ini, akan tetap abadi di hati.
Bandung, (180423)
2.
KOTA BERNAMA RINDU
kota bernama rindu itu ada lorong waktu yang terukir. batu-batu jalanan menyimpan cerita, tentang tawa, air mata, dan asa.
kota bernama rindu, sebuah kenangan, di setiap sudut ada bayangan, lampu jalan meremang sendu, menyala di hati yang beku.
kota bernama rindu, selalu menyimpan harapan, meski usang, ia tetap bertahan, genteng tua tak gentar hujan, menunggu esok penuh impian.
kota bernama rindu adalah kita, yang pernah singgah, meski sementara, meninggalkan jejak langkah cerita, di waktu yang tak bisa kita minta.
dan kota itu tetap berdiri, meski namanya berubah, kerna ia menjadi saksi abadi, bahwa masa lalu tak pernah pergi.
Cingised, Bandung, (120924)
3.
KISAH LAMA ITU
kisah lama itu ada, tertinggal di sudut waktu, di antara debu dan ingatan, tak pernah benar-benar berlalu.
Ia bersembunyi di balik senja, di detak waktu yang enggan terburu, pada daun kering yang gugur perlahan, mencari tempat di tanah yang penuh kenangan.
kisah lama itu berbisik, di antara bayang dan rindu yang tak selesai, menggema di hati yang tak lagi utuh, seperti lagu lama yang tetap menyentuh. kadang ia menjelma tawa, kadang ia serpih air mata, namun tak pernah ia hilang, hanya menjelma sunyi yang tak terbilang.
kisah lama itu ada, bukan untuk dilupakan, tapi dikenang, sebagai pelajaran, sebagai perjalanan.
ia saksi, bahwa kita pernah merasa, bahwa luka bagian dari cinta, dan waktu tak pernah memalsukan cerita rekayasa.
JAKARTA (090924)
4.
MALAM
Malam merangkak dalam sunyi, Bintang-bintang enggan bersaksi, Angin hanya membawa bisik sepi seakan dunia lupa berjanji
Ada cahaya bulan pun redup meragu, Menyelimuti hati yang beku, Tiada hangat, tiada rindu, Hanya bayangan yang memburu
Dingin menusuk hingga ke jiwa, kesunyian yang tak terbantah, malam ini tak mengenal cinta, hampa, tak ada warna
Kemana perginya rasa ini, dialoh hanya gemuruh penuh metapor
Kini malam hanyalah tanpa rasa, tanpa cerita
Oh, malam kapan kau pergi bersamaku dengan rasa cerita yang indah
Di hari lain malam selalu ada, membawa hangat dalam setiap kata. tak pernah lupa, tak pernah alpa, mengukir kebahagiaan di tengah usia yang bertambah.
Malam kau adalah hadiah di setiap waktuku. dengan kasih yang tak pernah layu, lalu untuk membisikkan cinta itu yang malam jadi saksi abadi.
Dan malam ini pada Tuhanku menitipkan rasa hidupku dengan kata doa. kerna doa yang menjelma adalah untuk semua kehidupan.
Malam-malam yang kujalani bukan unyuk mengejar mimpi, namun dalam malam bisa tetap paham diri untuk tahu diri.
Malam bagiku adalah puisi paling agung untuk bertafakur, menghidupkan ruang-ruang kosong di dada ini, sadar aku tak boleh keluh dan lelah.
Maka, biarlah malam dan hidup ini menjadi sederhana asal aku tetap memiliki waktu untuk pasrah diri padaNya selamanya.
Kebagusan-Jagakarsa Jakarta Selatan, (150924)
5.
CINTA ITU……
Cinta kita adalah takdir dalam nafasku, engkau adalah langit yang tak pernah runtuh, saat jiwa ini rapuh. Setiap senyum yang kau berikan, doa yang menjelma kehidupan.
Aku tahu, ada malam-malam yang kau tangisi sendiri, saat aku terlalu sibuk mengejar mimpi. Kau ingatkanku, Namun dalam diam, kau tetap berdiri, tiang yang tak pernah letih menopang hari.
Dan kalian, anak-anakku, kelahiranmu adalah puisi paling luhur, takkan pernah tertandingi oleh pena atau kertas mana pun.
Setiap langkah-langkah kecilmu adalah irama, menghidupkan ruang-ruang kosong di dadaku.
Kalianlah sayap, yang mengangkat tinggi tanpa keluh dan tanpa lelap. kalian juga suara yang memanggilku kerinduan, ke cinta, ke syahduan yang tak pernah hilang.
Kalian adalah doa yang tak pernah putus, nyawa dalam setiap nafasku yang mengalir terus. Biarkan dunia berubah, biarkan waktu berlari, cinta kita adalah takdir, tak akan pernah mati semangat.
Dalam dada ini, kalian adalah segalanya, naka, biarlah hidup ini menjadi sederhana, namun bermakna, dan juga cahaya.
Kebagusan Jakarta, (191024)
Aendra Medita adalah penulis seni. Sejumlah tulisannya telah terbit di sejumlah media. Bersama kawan-kawan di Bandung mendirikan Majelis Sastra Bandung (MSB). Kini Aendra Medita menjadi Pemimpin Redaksi Media SENI.CO.ID dan juga MAJALAH SENI tinggal di Jakarta.
Sponsor