Home AGENDA POLITIK BUDAYA #2 Infrastruktur Lunak: Budaya sebagai Pondasi Masa Depan

POLITIK BUDAYA #2 Infrastruktur Lunak: Budaya sebagai Pondasi Masa Depan

0

Loading

SENI.CO.ID – Dalam pembangunan, kita sering sibuk membicarakan “infrastruktur keras” seperti jalan tol, jembatan, atau bandara. Tapi ada satu hal yang jauh lebih mendasar dan sering luput dari perhatian: infrastruktur lunak—yakni budaya.

Budaya bukan sekadar seni dan tradisi. Ia adalah kode sumber sebuah bangsa. Segala keputusan, perilaku publik, bahkan arah politik sangat dipengaruhi oleh fondasi budaya yang membentuk kepribadian kolektif masyarakat.

Nelson Mandela pernah berkata:

“Jika kau bicara kepada seseorang dengan bahasa yang ia pahami, itu masuk ke pikirannya. Tapi jika kau bicara dalam bahasanya sendiri, itu menyentuh hatinya.”

– Nelson Mandela

Budaya adalah bahasa hati bangsa. Tanpa membangun budaya, kita hanya membangun tubuh tanpa jiwa.

Budaya Adalah Sistem Imun Bangsa

Bayangkan bangsa sebagai tubuh manusia. Infrastruktur keras adalah otot dan tulangnya. Tapi sistem imunnya adalah budaya. Ketika budaya kuat, bangsa bisa menolak pengaruh buruk, mengolah perubahan dengan bijak, dan tetap tegak di tengah globalisasi.

Contoh nyata adalah Jepang. Setelah Perang Dunia II, negeri ini bangkit bukan hanya dengan teknologi, tapi karena budayanya tetap hidup—disiplin, kolektif, menghargai proses. Jepang adalah bukti bahwa modernitas tidak harus membunuh tradisi.

Kita juga bisa melihat Korea Selatan. Mereka mengelola budaya sebagai senjata strategis (soft power). Industri K-pop, K-drama, hingga kuliner seperti kimchi dan tteokbokki bukan sekadar produk hiburan, tapi bagian dari strategi global branding yang canggih. Negara hadir mendukung, bukan mengekang.

Budaya Membangun Karakter Bangsa

Infrastruktur lunak tidak terlihat, tapi dampaknya terasa. Pendidikan karakter, kesadaran hukum, etika politik, hingga semangat gotong royong—semua berasal dari akar budaya. Ketika budaya dikelola dengan baik, ia membentuk masyarakat yang tangguh.

UNESCO menyatakan: “Budaya bukan hanya alat ekspresi, tapi fondasi pembangunan yang berkelanjutan.”

Pernyataan ini menegaskan: tanpa budaya, pembangunan hanya ilusi jangka pendek. Kita mungkin bisa membangun kota, tapi tidak membangun watak warganya.

Indonesia: Kaya, Tapi Belum Berdaulat dalam Budaya. Indonesia adalah negeri superkaya budaya. Tapi apakah kita sudah berdaulat atasnya?

Kita masih melihat anggaran kebudayaan yang minim, seniman yang bertahan hidup sendiri, ruang budaya yang hilang digantikan mal, dan pendidikan seni yang terpinggirkan. Ironisnya, kita justru mengimpor budaya pop luar tanpa filter, menjadikan anak muda lebih hafal nama boyband daripada tokoh pewayangan.

Membangun infrastruktur budaya artinya:

•Menguatkan pendidikan seni dan budaya sejak dini

•Memberi jaminan sosial pada pekerja budaya

•Mewujudkan ruang ekspresi bebas dan sehat

•Meningkatkan diplomasi budaya Indonesia di panggung dunia

Politik Budaya Harus Proaktif, Bukan Reaktif

Kita tak bisa terus menunggu budaya “hidup sendiri”. Negara harus hadir secara proaktif. Bukan hanya dalam bentuk festival dan seremoni, tapi lewat kebijakan strategis jangka panjang. Budaya tidak bisa hanya dirayakan—ia harus diperjuangkan.

Budaya bukan beban APBN. Ia adalah investasi jangka panjang yang hasilnya menentukan arah bangsa.***

Redaksi: Tim Seni.co.id

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here