Menghina Seni: Lebih Hina dari Bangkai Musang
CATATAN dari Cilandak Aendra Medita*)
JUDUL tulisan itu saya ambil dari status sahabat saya seniman dan Sutradara Teater Hermana, Menghina Seni: Lebih Hina dari Bangkai Musang.
Seni adalah ruh peradaban. Ia bukan sekadar gambar, gerak, atau nada—tetapi perwujudan paling jujur dari rasa, pikiran, dan jiwa manusia.
Maka ketika ada yang menghina seni, disatu daerah di Subang yang menyatakan bahwa seniman itu bla…bla…sejatinya mereka sedang menghina keberadaan manusia itu sendiri. Belakangan ini, terdengar kembali suara-suara miring dari segelintir oknum yang meremehkan karya seni dan para pelakunya.
Katanya, seni itu tidak penting, hanya main-main, tidak produktif. Mereka mencibir pelukis, mengejek pemusik, menganggap teater hanya panggung omong kosong. Lucu. Ironis. Dan sangat menyedihkan.
Menghina seni, sama saja dengan meludahi cermin budaya. Dan yang meludah itu akan melihat wajahnya sendiri terpercik oleh ludahnya. Lebih hina lagi, ketika hinaan datang dari mereka yang menyebut diri sebagai “petugas” atau aparat, “pengambil kebijakan”, atau “orang dalam sistem”.
Mereka ingin tampil pintar dengan menggugat yang mereka tidak pahami. Padahal, mereka hanyalah oknum. Kata oknum selalu jadi kambing hitam. Titik.
Oknum yang menjadikan otoritas sebagai tameng ketidaktahuan. Seni bukan tempat main-main, meski seniman bisa bermain dalam proses kreatifnya. Tapi proses itulah yang menjadikan bangsa ini punya suara di dunia.
Tanpa seni, apa yang kita wariskan? Angka? Kuasa? Sistem korup? Kepada para penghina seni, ketahuilah: hinaan Anda tak lebih mulia dari bangkai musang di pinggir jalan. Setidaknya, bangkai musang pernah hidup jujur di hutan, tak mengaku tahu tentang yang tak dimengerti.
Kami para pelaku seni, bukan ingin disanjung. Tapi janganlah dihina. Kalau tak paham, belajarlah. Kalau tak suka, diamlah. Kalau terus menghina, maaf: Anda lebih hina dari yang paling hina. Seni tidak akan mati. Tapi mungkin, nurani Andalah yang sudah membusuk. Tabik..!!
*) pernah menimbah sekolah seni.
Jakarta 21 April 2025
Sponsor