Home AGENDA GEHU PEDAS

GEHU PEDAS

0
ilustrasi AI

Loading

GEHU PEDAS

Cerpen Matdon

 

Ribuan massa dari Solidaritas Masyarakat Pecinta Gehu (SMPG) dan Front Pembela Gehu (FPG) serta organisasi massa lainnya memadati halaman Gedung Sate Bandung, mereka melakukan aksi unjuk rasa terkait keberadaan Gehu yang dinilai mereka telah menjauh dari kodrat kegehuan.

“Kembalikan Gehu pada hakikat yang sebenarnya, kembalikanGehu pada khittoh semula!”, demikian teriakan para pendemo, membahana. Teriakannya menembus langit ke tujuh.

Gehu ialah makanan khas orang sunda, yakni goreng tahu yang dikombinasi dengan toge dan wortel, cara membuatnya sangat sederhana; tahu dibelah lalu diidi toge dan wortel yang sudah direbus plus bumbu, setelag itu dicelupkan pada adonan terigu lalu digoreng.

Gehu enak dimakan featuring cengek, ditemani teh panas ataukopi.

Akhir-akhir ini beredar tahu goreng berisi potongan wortel campur bihun dan bahkan daging cincang di dalamnya, tapi mereka tetap menamakan Gehu. Saat ini ada juga Gehu setan alias super pedas dan digemari banyak orang, rasa pedas di dalamnya karena ditambahkan cabai yang ditumbuk.

Atas dasar tudingan telah menyelewengkan hakikat Gehu Inilah, membuat sekelompok orang melakukan aksi unjuk rasa. Seorang demonstran, Teny Indah Susanti, dengan lantang orasi di atas mobil box :

“Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, kita disiniberkumpul dalam rangka melakukan sebuah perjuangan. Saya ingatkan sekali lagi, di sini, kita berkumpul untuk sebuah perjuangan besar. Perjuangan mengungkapkan sebuah kebenaran yang selama ini ditutup-tutupi. Kebenaran yang menyangkut identitas bangsa. Harga diri bangsa yang dipertaruhkan,”

“Betuuul..!” teriak massa.

“Saudara-saudaraku sekalian, sebagai manusia yang beriman dan berkhidmat kepada gorengan, kita mengenal gehu sebagai sebuah keniscayaan dalam dunia pergorengan. Kini gehu menjadi sangat populer dengan adanya inovasi berupa gehu lada. Kita menyambut baik kemajuan ini betul?,” Teny berteriak.

“Betuuulll..!” jawab demonstran lainnya semangat.

Orasi Teny lantang dan yakin, mengingatkan pada pidato Megawati, mantan presiden Indonesia. Teny memang wanita aktif, ia mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung. Selain pandai menulis puisi kini Ia mendirikan organisasi bernama “Front Pembela Gehu”.

“Saudara-saudara, Gehu yang begitu lada, seuhah, panas, hingga membuat banyak orang mengucurkan air mata dan umbel, berteriak, bahkan tersedak. Betapa gehu itu sangat nikmat. Fenomena ini melanda seluruh kawasan Bandung. Yang bermerk hingga warung-warung kecil berlomba-lomba menyajikan gehu pedas yang memikat lidah meresap ke hati. Tapi saudara-saudara, apa yang terjadi? Apa yang terjadi? Keberadaan gehu dipolitisir oleh para kapitalis”.

Gehu masa kini sudah melenceng jauh dari hakikatnya. Apa saudara masih ingat bagaimana gehu dibuat? Hakikat gehu adalah toge di jero tahu! Ada toge di dalam tahu! Sementara gehu-gehu yang beredar di masyarakat saat ini di dalamnya berisi tumisan kol, wortel, dan cabe! Tidak ada toge di dalamnya!,” Teny kembali menggelorakan semangat 45 yang informativ soal gehu, sejumlah wartawan asyik mencatat orasi Teny. Sementara Gedung Sate membisu, langit cerah dan anginberdesir pelan.

“Saudara-sudara, bahkan ada yang menaruh potongan daging sapi atau kornet di dalamnya, juga daging ayam! Itu semua membuat gehu menjadi lebih nikmat dan membuat kita semua lupa pada hakikat gehu yang sebenarnya. Untuk itu, kami menuntut kembalikan hakikat gehu!, kembalikan toge ke dalam tahu sekarang juga!,kembalikan toge ke dalam tahu! kembalikan toge ke dalam tahu! kembalikan toge ke dalam tahu!”

“Allahu Akbar, Hidup Gehu!!” timpal massa.

“Kami mendukung upaya jihad Gehu, ini harus dilaporkeun ke Menteri Perdagangan, Gehu juga harus disertifikasi,” teriak Herlinda Puteri, aktivis perempuan dari Himpunan Mahasiswa Pro Gehu (HMPG).

“Kita harus dukung toge yang saat ini tengah mencari kedaulatan dalam tahu!”, demonstran lainnya bernama Noel,ikut berteriak.

Hari sudah larut siang, para demonstran itu masih tetap bersemangat, mereka terus meneriakan yel-yel. Sebagian massa membakar foto Gehu, sebagian lagi berjoget ria.

“Ayoo anggota dewan mana?, kalian harus menemui kami, kami adalah penikmat gehu yang teraniaya. Apakah kalian juga suka makan gehu..?” massa makin tak sabar.

“Gehu adalah harkat dan martabat bangsa, ini persoalan krusial dari dunia kuliner, kami tak ingin bangsa ini dinodai oleh segala bentuk kebohongan. Sekali lagi kami tegaskan, kalau gehu itu isinya toge, jika ada yang mengisi tahu dengan selain toge, maka namanya bukangehu tapi tahu isi..betuull?, kembali Teny berteriak, suaranya masih lantang meski agak serak.

Demonstran lain menimpali lagi, “Betuuulll, hidup gehuuu, hidup gehu…!”.

Namun menjelang sore tak seorangpun anggota dewan datang menemui mereka. Para demonstran marah, untung mereka masih bisa menahan emosi, sehingga tak terjadi tindakan anarkis, sementara sejumlah polisi berjaga-jaga.

Tuntutan mereka sangat sederhana, hanya menginginkan anggota dewan turun menemui mereka dan berdialog soal Gehu, untuk selanjutnya melalukan investigasi tentang hakikat gehu, karena salah satu tugas dewan adalah mendengarkan aspirasi rakyat dan mengakomodir keinginan rakyat.

Karena tak seorangpun anggota dewan menemui mereka, sementara hari sudah malam, akhirnya sebagian demonstran mendirikan tenda di depan Gedung Sate, sebagian lagi memilih untuk pulang.

Sebenarnya ada WA dari salah seorang anggota dewan pada hape milik Teny agar para demonstran pulang ke rumahnya masing-masing, namun sms itu tidak digubris.

“Kenapa anggota dewan beraninya cuma WA, kami kan bukan istri sirri mereka, kalau berani harus datang menemui kami. Kami akan camping disini, sampai dewan mau menemui kami dan menyatakan pendapat soal Gehu” Ujar Teny setengah berbisik, ia nampak kecapean.

***

Kini sudah empat hari para demonstran itu menginap di tenda. Hingga Cerpen ini ditulis, belum ada informasi lengkap apakah dewan akan menemui mereka atau tidak. Konon sejumlah wartawan yang melalukan konfirmasi menerima kabar, semua anggota DPRD Jabar sedang melalukan studi banding ke Itali, untuk mengetahui cara membuat pizza.

Bukan Gehu!

 

MATDON adalah  penyair, penulis, wartawan Tinggal di Bandung, dan mengurus Majelis Sastra Bandung (MSB)

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here