Home AGENDA “Barehands Cisanti”: Merespons Danau Cisanti – Sungai Citarum

“Barehands Cisanti”: Merespons Danau Cisanti – Sungai Citarum

0

SENI.CO.ID – Kegiatan yang digagas Professor Setiawan Sabana (Kang Wawan) tersebut berlangsung Jumat malam di Galeri Soemardja FSRD ITB Jalan Ganesha Bandung (23/11/2018).

Dengan menampilkan beberapa lukisan karya Setiawan Sabana, Tisna Sanjaya, Hilman Safriadi, Lintang, Ramok, Taufan, Mila, dan Harry Nuriman ditambah  beberapa karya pelukis dari mancanegara seperti Shin Asato (Jepang), Yasmin Doctor (Philipina) dan Faizal n Syamsudin (Malaysia). Dalam kesempatan itu hadir pula Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Dr. Imam Santosa, M.Sn, Irma Hutabarat, dan para mahasiswa dan para undangan lainnya serta diselingi lagu dan musik apik dari gitar akustik Syarif Maulana dan Merry Jane.

Acara ini adalah pertemuan sejumlah seniman dalam dan luar negeri untuk mersepon persoalan Citarum yang allhamdulilah hulunya, Situ Cisanti sekarang sudah membaik, tapi kan sungainya masih harus diperhatikan dan ditertibkan dari orang-orang yang membuang sampah sembarangan di situ .”Jadi Citarum dan Cisanti harus kembali menjadi sumber kehidupan manusia Jawa Barat tanpa gangguan polusi dan limbah pabrik,” ujar Kang Wawan

Ya, ini adalah suara dan kerja seniman untuk mensikapi masalah buruknya lingkungan hidup di Jawa Barat dalam hal ini Sungai Citarum dan hulunya di Danau/Situ Cisanti.

Kang Ramok sebagai Ketua Pelaksana pun sepakat bahwa memang Citarum itu salah satu sungai yg terpolusi di dunia.

Makanya dari awal dia bersama Bumi Pohaci ikut membenahi Cisanti bahkan diantaranya ada seniman-seniman dari Malaysia, Philipna dan Jepang yang dengan inisiatiuf sendiri ikut memikirkan Hulu Sungai Citarum tersebut, “Jelas ini menandakan bahwa problem Cisanti adalah problem bersama yang cukup rumit tapi allhamdulillah Danau yang menjadi titik kilometer Sungai Citarum  itu sekarang sudah indah dibandingkan dengan 10 bulan yang lalu. Dan dari situlah kemudian teman- teman dan partisipan menyerap inspirasi lalu dituangkan ke dalam karya yang  dipamerkan sekarang. Dengan adanya kita sering menyampaikan problem ini diharapkan  akan menjadi problem bersama.Kita diingatkan ketika setiap hari minum air  bahwa sumber air  di Cisanti tercemar, untuk itulah kita tidak bisa bekerja dengan ego sektoral kita harus menyikapinya  bersama-sama. Saya harapkan apa yang diterapkan akan bermanafaat bagi semua orang termasuk masyarakat,” katanya.

Apa yang sudah dilakukan oleh Pa Setiawan dan kawan-kawan di pameran ini sangat penting,  apalagi kalau dikaitkan dengan budaya Sunda.  Istilah “cai” dalam bahasa Sunda selalu dikaitkan dengan nama-nama tempat seperti  Ciparay, Cicalengka, Ciawi,  Cibiru,  dsb, Dan ada satu yang menarik ada kata  lemah cai,  lemah  dalam bahasa Indonesia artinya “tanah” dan apabila digabung dengan kata cai(air) menjadi “Lemah Cai” atau Tanah Air suatu istilah yang amat mulia yang mngandung  arti tanah kelahiran,  tumpah darah,  bahkan,  tanah dimana kita akan meninggal itu begitu mulianya , “Artinya cai memberi makna yang kuat pada kata lemah (lemah dalam bahasa Indonesia mengandung arti pasif. negatif) , jadi lemah cai adalah sesuatu yg mulia”, Begitu kata Dekan FSRD Imam Santosa.

Dekan juga prihatin dewasa ini banyak nama-nama tempat  atau jalan menggunakan istilah yang tidak lagi berafiliasi dengan lingkungan,  misalnya  green villagerenesaince, dsb,  “Tapi syukurlah  kita masih merasa bangga khususnya di Bandung ini yang mempunya tradisi sunda karena masih ada beberapa tempat yang berafiliasi dengan lingkungan misalnya rumah saya  di  Jalan Ciateul,  ada Jalan Cianjur,  dsb ,artinya air memberi  makna yang kuat pada budaya Sunda” demikian kata Pak Dekan

Sebagaimana kita ketahui Sungai Citarum adalah sungai terpanjang dan sungai utama di Jawa Barat. Namun seiring dengan perkembangan zaman, padatnya  penduduk dan pemukiman, berdirinya pabrik, dan kesadaran manusia yang rendah dalam memelihara dan menjaga lingkungan hidup,  sungai yang secara historis  dihubungkan dengan  kerajaan Tarumanegara dan menjadi batas kerajaan Galuh dan Sunda (Pajajaran), kini mendapat julukan  “septitank terpanjang di dunia” mengharukan sekali. Citarum kini jadi tempat pembuangan limbah rumah tangga,  industri,  pertanian dan limbah  hewan, maka tak heran kalau pada setiap musim hujan Citarum menunjukkan “kemarahannya” dengan mengirim banjir bandang di wilayah Bandung selatan. Tapi hal ini jauh berbeda bila kita menengok ke hulu sungai Citarum yang ada di Kabupaten Bandung.

Hulu sungai,  sirah cai, hulu cai atau sungapan aliran sungai Citarum ini  berupa danau yang disebut Situ Cisanti. Masyarakat setempat menyebutnya Mastaka(kepala)  sungai Citarum.  Danau (situ) yang indah asri alami seluas 7 hektar ini  letaknya di kaki Gunung Wayang, Pangalengan.Tepatnya berada di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung.  Situ Cisanti dikelilingi perkebunan teh PTPN VIII Talun Santosa Pangalengan  dan beberapa gunung disekitarnya seperti Gunung Rakutak, Malabar, Bukit Bedil dan Gunung Kendang, gunung-gunung tersebut menjadi batas wilayah kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.Udara disekitarnya dingin dan berkabut.

Danau buatan ini  menampung air dari tujuh mata air yakni mata air  Citarum , Cikahuripan,  Cikoleberes,  Cihaliwung,  Cisadane, Cikawedukan , dan Cisanti.

Situ Cisanti yang dibangun tahun 2001 dan dibuka secara umum 2005 asalnya adalah rawa yang sangat dalam tapi ketika sudah jadi danau buatan dia tidak bisa memperkirakan kedalamannya bisa  40 cm,  50 cm, 60, cm, 1 meter, 2-3 meter sedangkan luas Situ Cisanti 9 hektar  Kalau dengan garis sekelilingnya, sempadan pingiirannya mencapai 12-13 hektar.

Banyak wisatawan domestik yang datang ke Situ Cisanti untuk sekedar rekreasi, kemping dan botram nasi liwet sambil berselfie ria bersama keluarga dan anak-anak, banyak juga kunjungan dari dinas dan siswa sekolah.

Situ Cisanti memang  sudah jadi tujuan wisata karena keindahan alamnya, di danau ini pun terdapat berbagai jenis ikan endemik seperti paray,beunteur,  bogo, bahkan sekarang ditanami mujaer, ikan mas, nilem,  tawes dan beberapa jenis ikan hias, surga bagi yang hobi memancing. Tapi dengan banyaknya pengunjung ke sana tentu saja jadi persoalan baru, terutama masalah sampah dan terusiknya masalah lingkungan hidup di sana. Sedangkan dalam budaya Sunda Sirah Cai /Hulu Sungai ini sangat disakralkan keberadaannya,  tentu saja kalau “diilmiahkan” sangat masuk akal demi menjaga kelestarian air sebagai sumber kehidupan. Begitupun   Kuncen/Juru Kunci  di sana sudah wanti-wanti kepada pengunjung  agar jangan sampai berbuat tidak senonoh, bicara tidak sopan (sompral), membuang sampah , meludah dan kencing sembarangan di tempat ini sebab sebelum dibuat danau Situ Cisanti adalah sumber air Citarum Gunung Wayang yang sakral dan banyak dikunjungi para penjiarah sebab ada situs petilasan dan makam keramat.|AGP/SENI

 

 

 

 

Sponsor

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here