Home BERITA “Bebaskeun” Seni Rupa Perlawanan

“Bebaskeun” Seni Rupa Perlawanan

0

BEBASKEUN !! adalah ucapan dalam bahasa sunda yang memiliki makna pembebasan atau kemerdekaan.

“Bebaskeun” dari diksi yang artinya Bebaskan. Menggariskan bahwa ada bentuk ingin lepas dari sebuah hasrat yang terkungkung. Sebuah perlawanankah?

Permainan ini telah usai jadi berkreasilah dan “bebaskeun”. Pada tahap berikutnya adalah diksi menjadi bebas tafsir dalam elemen yang digunakan dalam semua kekarya. “Bebaskeun” bagi saya melihat ada ruang seni rupa baru perlawanan. Meski kita tak mau ini menjadi dikotomi dari inti politik yang terjadi saat ini. Jadi silakan saja interprestasi ya.

Saya hanya ingin menyampaikan harapan bahwa ini, seperti gambar-gambar perlawanan sebuah kisah dan ketakjuban atas metafor yang terjadi adalah ruang manusia seutuhnya yang memang patut direspon atau menjadi semacam rencana alami saja.

Pameran bertajuk “Bebaskeun”, menampakkan gelegat hasrat satu perlawanan yang bisa jadi satu ensamble makna perupa PADIART. Pameran berlangsung di Museum Kota Bandung (MKB) , Jl Aceh Bandung, pameran sejak dibuka 18-9-19 sampai 25 Agustus 2019 menjadi satu sajian penting, selain MKB ruang baru dan ini titik baru ekspresi kebudayaan kota Bandung.

Karya para PADIART bertumpu pada kehidupan kekinian, konteks besar adalah hulu hingga hilir; persoalan hidup, sosial, pertumbuhan jiwa-jiwa , politik dan semua ekspresi karsa luhur demi akal sehat seni.

Sekadar menyebutkan nama-nama perupa yang terlibat antara lain Abdul Hakim Azis , Ibnu Ratmo, Adi Bijantara, Aep Suharto, Anne Nurfarina, Budiman, Dadan Gandara, Dadang Mulyana, Diah Utami Lestari, Edy Sugiharto, Evy Saefullah , Fathurohman, Fauzan Sabrawi, Gani Ruswandi, Hermawan Rianto, Hendri Herres, Herman Firdaus , Barboza, Imam Choirul, Bisri, Ifa Safira Sagir, Janni Waksman, Ken Atik, M. Djalu Djatmiko, Nurdwi Subagyo, Nedina Sari, Coretanino, Prie, Rizsky, Reffrajaya, Rr. Ditha Ayu, Hapsari , Rizal Sapari , Sjamsoel Rizal , Sobirin, Ahmad Suhardi, Tony Loupias, Taufan Hidjas, Tendy Y. Ramadin dan Wisnu.

Keseluruhan seniman adalah alumni FSRD ITB, karya yang ditampilkan merupakan wujud ekspresi para perupa yang membebaskan diri dalam berkarya, sebagai implementasi dari tujuan membangun gerakan kebudayaan, begitu ketua Panitia Ifa Safira Sagir dalam rilisnya menyampaikan.

“Bebaskeun” yang menghadirkan kehidupan ruang respon antara kini dan kedpaan, bingkai naluri yang tak pernah bisa dibohongi hadir disajian karya-karya mereka penuh kekuatan dan hentakan yang meninju.

Jika bicara teknik gambar atau visual mereka sudah melampaui jarak ini, intervalnya sudah masuk pada estetika tinggi simbol. Kecermatan tema dan detail membawa interpretasi bagi yang melihat. Karya adalah makna, sudah pada tahap inilah “Bebaskeun” yang dipamerkan. Makanya sulit bagi saya melihat sudut mana yang harus di resensi dari karya-karya itu.

Tapi paling tidak saya dua kali masuk ruangannya saat pembukaan dan besoknya suasana ada beda dirasa. Kita seperti dihipnotis visual optis dari karya-karya itu bicara kuat baik lukisan, patung, instalasi maupun karya multimedia.

Dan bagaimanapun “Bebaskeun” telah mengerjakan antara kehendak yang diledakan dan meledakkan hasrat atas wujudkan ide-ide perlawanan dari kisah-kisah yang ditampilkan di hari kemerdekaan. PADIART telah menyampaikan kebebasan dalam berekspresi seni politik dimana Indonesia yang berusia 74 tahun merdeka menjadi dirinya ada.

Atau maksudnya ini “aku” yang lain beda dengan yang satu lagi. Dan tentu yang dimaksudnya Anda dan saya pasti tahu atau mungkin saya salah menterjemahkan?

Ah… akhirnya yang penting selamat saja bagi PADIART dan “Bebaskeun” Indonesia dari penjajahan tanpa senjata…!!!

AENDRA MEDITA KARTADIPURA, untuk SENI.CO.ID

Foto: ANDY, SUKMA, GANI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here